Aira berjalan memasuki rumahnya dalam diam, matanya melirik sekeliling rumah yang sepi, maka dari itu ia segera membawa langkahnya menuju kamarnya yang berada di bagian sudut belakang rumah.
Setelah memasuki kamarnya, Aira segera menutup pintu dengan gerakan pelan agar tidak menimbulkan suara apapun. Setelah pintu kamarnya telah tertutup dengan rapat, ia kemudian segera menjatuhkan tas ranselnya di samping pintu kamar dan berjalan menuju ranjangnya lalu merebahkan tubuhnya yang terasa begitu penat di atas ranjang dengan bed cover berwarna abu-abu gelap miliknya.
Setengah kaki Aira menjuntai ke bawah dengan telapak kaki yang menyentuh lantai yang dingin. Ia menutup matanya yang terpejam rapat dengan punggung tangan kirinya, lalu mulai memfokuskan pikirannya ke setiap helaan napasnya sendiri, menikmati keheningan ruangan yang memberikannya sedikit rasa tenang dari perasaan lelah dan penatnya saat ini.
Namun ternyata ketenangan yang dirasakan Aira tidak bertahan lama, karena tidak berapa lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya. Dari balik pintu terdengar suara wanita paruh baya yang sudah tidak asing lagi di telinga Aira yang memanggil namanya.
"Ya?" Sahut Aira dengan suara lelahnya, tidak beranjak sedikit pun dari posisinya yang berbaring di atas ranjang.
"Persiapkan diri kamu, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan keluarga dengan keluarga Raynard."
Aira memejamkan matanya semakin rapat, napasnya mulai terasa berat, dan rasa lelah yang dirasakannya pun kian bertambah hingga membuatnya merasa ingin membaringkan tubuhnya disana untuk selama-lamanya. Tidak perlu ada acara pertemuan keluarga itu, tidak perlu ada segala-galanya.
Aira tau hari ini pasti akan datang setelah segala diskusi panjang di meja makan sekitar satu minggu yang lalu, namun ia tau kapanpun hari ini datang, ia pasti tidak akan pernah merasa siap untuk menghadapinya. Dan benar saja, saat ini ia sama sekali tidak siap. Setidaknya, tidak bisakah memberikannya lebih banyak waktu untuk berfikir dan menjernihkan pikirannya sendiri? Ia bisa gila secara perlahan jika dihadapkan dengan kondisi gila yang begitu bertubi-tubi seperti ini.
Rasanya Aira benar-benar ingin menghilang saja dari dunia ini.
Setidaknya, tidak bisakah menunda hingga hari esok? Minggu depan? Atau mungkin tidak perlu terjadi sama sekali? Setidaknya tolong jangan hari ini. Hari ini pikiran dan tubuhnya sudah cukup penat karena dipenuhi berbagai hal rumit yang begitu membebaninya. Lalu apalagi kali ini? Pertemuan keluarga dengan niatan tersembunyi untuk mempertemukan nya dengan pemuda yang akan dijodohkan dengannya itu?
Siapapun pemuda itu, Aira sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bertemu dengannya. Jadi bisakah semua orang membiarkan dirinya untuk tetap mendekam di kamarnya saja hingga nanti malam tiba? Tidak perlu memberinya makan atau apapun, ia hanya ingin berbaring dan beristirahat hingga hari esok tiba lalu ia harus kembali melakukan rutinitas sekolahnya lagi seperti biasanya. Biarkan saja ia menjalankan rutinitas normalnya yang begitu membosankan itu saja, tidak perlu ada hal lain yang berubah dalam hidupnya.
Bisakah? Bisakah semua orang mengerti dan cukup memberikannya ketenangan yang dibutuhkannya, bukannya hal-hal tidak berguna yang hanya semakin membebani pikiran dan perasaannya saja.
***
Aira tidak pernah mengerti, mengapa di zaman yang sudah sangat modern seperti saat ini, banyak orang justru masih senang melakukan hal-hal yang sangat kolot yang sudah sangat ketinggalan jaman dan tidak relevan di masa sekarang dan juga tidak masuk akal, seperti halnya perjodohan. Mengapa orang-orang seakan tidak mau move on dan bergerak maju ke depan alih-alih terjebak budaya masa lalu yang sudah tertinggal jauh di belakang.
Aira menatap pantulan wajahnya di cermin dengan pandangan lurus, meneliti polesan tipis di wajahnya hasil dari ulasan tangannya. Mama bilang, ia harus berdandan agar terlihat cantik di pertemuan keluarga nanti, hanya agar keluarga Raynard itu semakin menyukainya.
Membuat orang lain menyukainya hanya karena polesan di wajahnya adalah hal yang paling ingin Aira hindari. Ia tidak ingin melakukannya, ia juga tidak ingin berdandan malam ini hanya untuk terlihat menarik di mata keluarga Raynard tersebut. Yang ia inginkan hanyalah berbaring di atas tempat tidurnya saat ini dan memejamkan matanya sepanjang malam. Melupakan setiap hal gila yang mampu terjadi malam ini.
Tapi Mama bilang Aira memang harus merias wajahnya agar tidak terlihat terlalu pucat di malam pertemuan penting nanti. Kata Mama ini adalah malam yang penting untuknya, sehingga ia harus melakukan yang terbaik untuk malam ini, karena ini akan menjadi malam penting yang akan dikenangnya seumur hidupnya nanti. Enggan berdebat lebih lanjut, ia memilih menurut saja dan memoles wajahnya dengan polesan tipis seadanya. Tidak perlu berlebihan, ia tidak sedang ingin menyenangkan hati orang lain saat ini di saat pikirannya sendiri pun sedang begitu kacau.
Aira menelisik pantulan dirinya di cermin, menatap pantulan wajahnya yang berpoleskan make up tipis, pada rambutnya coklat gelapnya yang tergerai begitu saja tanpa hiasan apapun, lalu pandangannya jatuh pada gaun hitam sederhana yang membalut tubuhnya. Ia sudah siap untuk bertemu dengan keluarga Raynard itu, tidak lama lagi mereka benar-benar akan bertemu. Namun, entah mengapa ia tidak merasakan gejolak apapun, tidak ada debaran jantung pertanda perasaan gugup, ataupun gejolak perasaan lain mengingat bila sebelumnya Mama berkata bila malam ini adalah malam yang penting untuknya.
Bukankah seharusnya ia merasakan getaran dan gejolak asing atau debaran jantung yang tidak biasa bila mengingat tentang seberapa penting acara pertemuan keluarga yang akan terjadi sebentar lagi?
Pertemuan yang mungkin akan memberikan pengaruh yang cukup besar untuk hidupnya.
Aira tidak dapat membayangkan tentang perubahan seperti apa yang akan terjadi dalam hidupnya setelah ini, yang jelas ia tidak ingin memikirkannya. Kepalanya bisa pecah jika ia benar-benar memikirkan seluruh kegilaan yang terjadi di hidupnya saat ini.
***
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...