"Jadi... bagaimana semua ini bisa terjadi?" Pertanyaan sederhana itu terdengar begitu tajam dan penuh intimidasi.
Aira melirik wanita tua yang menjabat sebagai kepala sekolah yang saat ini duduk tepat di hadapannya. Wanita itu menatap tajam pada empat orang di hadapannya secara bergantian. Dua orang di samping kanan Aira, Sandra dan Karen, duduk dengan kepala yang tertunduk dalam. Sementara Arga di samping kiri Aira duduk dengan punggung dan kepala yang tegap, wajahnya datar tanpa riak apapun, seakan Arga yang terlihat begitu tegang beberapa saat yang lalu hanyalah sebuah halusinasi Aira saja.
Sementara Aira sendiri, ia duduk dengan cukup tenang di kursinya. Sama seperti Arga, ia tidak menunjukkan ekspresi apapun. Walau bagaimanapun, walaupun dirinya saat ini telah menjadi salah satu tersangka yang tertuduh atas kasus percobaan pembunuhan yang terjadi kepada Cecilia, namun karena ia tidak melakukan tindakan apapun yang dituduhkan kepadanya, ia seharusnya tidak perlu merasa takut ataupun khawatir bukan?
Sebelumnya, tubuh Cecilia ditemukan tergeletak di depan koridor kelas dalam keadaan yang begitu mengenaskan dan telah tidak sadarkan diri.
Nasib baiknya, sebelum tubuhnya benar-benar jatuh menubruk tanah di depan koridor kelas, tubuh Cecilia yang terjatuh dari rooftop lantai dua itu sempat menimpa sebuah pohon di depan koridor kelas terlebih dahulu sebelum akhirnya tubuhnya benar-benar jatuh menubruk tanah. Sehingga benturan yang terjadi tidak separah apabila tubuh gadis itu melayang jatuh membentur tanah langsung dari rooftop lantai dua. Namun walau begitu, keadaan tubuh Cecilia tetap saja cukup memprihatinkan dan mengenaskan.
Hanya saja, kabar baiknya adalah ketika tubuh Cecil yang telah tergeletak tidak berdaya di depan koridor kelas itu diperiksa, Cecil ditemukan masih bernyawa, hanya saja gadis itu telah tidak sadarkan diri dan pihak sekolah segera melarikannya ke rumah sakit.
Tragedi yang menimpa Cecilia itu jelas menyebarkan aura mencekam ke seluruh penjuru sekolah.
Sastri, wanita tua yang menjabat sebagai kepala sekolah itu menghela napas beratnya melihat keempat orang di hadapannya yang bungkam dan tidak memberikan respon apapun terhadap pertanyaannya.
"Ini bukan masalah sepele, kalian tidak seharusnya melakukan tindakan seperti itu di sekolah. Sebentar lagi, pihak kepolisian akan memeriksa kalian. Jadi sebaiknya, sebelum itu terjadi, kalian sebaiknya bercerita kepada saya terlebih dahulu tentang apa yang sebenarnya terjadi." Sastri kembali melirik satu persatu siswa-siswi di hadapannya dengan tatapan tajam sekaligus tegas, namun kemudian tatapannya berhenti pada Aira, wanita tua itu semakin menyipitkan matanya tajam. "Aira, saya sudah mendengar tentang perseteruan antara kamu dan Cecilia yang terjadi sejak kalian berada di kelas sepuluh. Apa semua itu ada kaitannya dengan apa yang terjadi hari ini? Apa kamu sebegitu nekatnya dalam melakukan pembalasan dendam kamu?"
Aira menyipitkan matanya. Ia tau keadaan ini akan memberatkannya mengingat dirinya pernah memiliki riwayat hubungan yang kurang baik dengan Cecilia, namun bukan berarti ia akan mengotori tangannya sendiri hanya untuk membalas dendam yang tidak penting itu bukan? Setidaknya, selama ini, setiap perbuatan buruk Cecilia kepadanya juga telah dibalaskan oleh Arga bukan? Sehingga ia memang tidak pernah benar-benar mengotori tangannya untuk membalas perbuatan buruk Cecilia kepadanya.
"Saya tidak akan mengotori tangan saya sendiri untuk melakukan hal-hal seperti ini." Aira menjawab tenang. "Bukan saya yang mendorong Cecilia."
"Lalu siapa?" Sastri menyipitkan matanya. "Kamu satu-satunya orang disini yang pernah berseteru dengan Cecilia, lalu siapa lagi yang ingin mencelakakan Cecilia jika itu bukan kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...