Sakit

5.2K 110 7
                                    

Aira tidak tau, mana yang lebih menggangunya saat ini, apakah perasaan terkejut luar biasa yang dirasakannya ketika melihat wajah dengan pahatan sempurna milik Arga yang selama ini begitu dipuja oleh banyak orang yang kini telah dipenuhi luka yang cukup memprihatinkan, atau justru perasaan tidak terimanya akan jantungnya yang masih saja berdetak begitu kencang ketika berhadapan dengan Arga terlebih lagi saat bertatapan langsung dengan sorot mata elang tajamnya itu.

Aira tidak tau mana yang lebih membuat mengganggu pikirannya di antara kedua hal itu, Namun detakan jantungnya yang berdetak tidak normal jelas merupakan suatu hal yang cukup mengganggu nya. Ia tidak suka, bukan, ia seharusnya tidak boleh memiliki detakan jantung yang tidak normal seperti itu ketika berhadapan dengan Arga. Percayalah, ia membenci pemuda itu setengah mati.

Ya, Aira membencinya. Dan seharusnya satu alasan itu cukup untuk membuatnya tidak merasakan getaran atau debaran apapun ketika dirinya berhadapan dengan sosok Arga.

Namun mengapa kenyataannya justru berbeda?

Aira menghembuskan nafasnya kasar kemudian menggelengkan kepalanya cepat, berusaha mengenyahkan segala pikiran tidak masuk akalnya. Sudahlah, mungkin perasaan aneh ini muncul karena keadaan tadi hanyalah sesuatu yang terjadi dengan begitu tiba-tiba hingga ia belum sempat mempersiapkan dirinya sama sekali, terlebih keadaan baru Arga juga masih terasa begitu mengejutkan untuk nya.

Aira mengusap sampul novelnya yang sedikit lecek karena kejadian tadi, ia kemudian melirik jam dinding. Masih ada waktu beberapa menit lagi sebelum bel masuk berbunyi, Aira segera membuka novelnya, ia ingin segera menenggelamkan pikirannya ke dalam alur cerita di dalam novel tersebut.

***

Bel pergantian pelajaran berbunyi, membuat guru yang saat ini tengah bertugas mengajar di kelas Aira segera membereskan peralatannya kemudian pamit meninggalkan kelas.

Tidak terasa jam pelajaran terakhir untuk hari ini telah tiba. Seorang guru lain berjalan memasuki kelas dengan raut wajah lelah. Wajar saja, ini sudah memasuki jam mata pelajaran terakhir, wajar saja jika semua orang mulai merasa lelah dan penat.

Aira diam-diam melirik bangku di sudut belakang kelas, ia mendesah jenuh ketika lagi-lagi menemukan bangku itu yang masih tetap saja kosong tak berpenghuni sejak berlangsungnya mata pelajaran pada jam pertama.

Aira tidak mengerti, untuk apa Arga masuk ke sekolah hari ini jika ujung-ujungnya pemuda itu akan membolos dari jam pertama hingga jam terakhir pelajaran.

Aira memutarkan bola matanya jenuh. Dasar pemuda berandalan, masuk sekolah hanya karena ingin kabur dari rumah.

Tanpa terasa dua jam pelajaran pun berlalu begitu saja. Semua orang menghela napasnya lega ketika bel tanda pulang berbunyi nyaring.

Guru yang mengajar di kelas pamit meninggalkan kelas dengan wajah yang kian lelah dan penat. Aira segera bergerak merapikan buku dan seluruh peralatan belajarnya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya, bersiap untuk segera meninggalkan kelas.

"Eh Arga kok gak masuk dari tadi pagi ya?"

"Iya, denger-denger dia istirahat di UKS dari tadi pagi, kan dia masih sakit."

Aira mengernyitkan keningnya bingung mendengar percakapan antara dua orang gadis dari meja di depannya.

Istirahat di UKS karena masih sakit katanya? Lalu mengapa repot-repot berangkat ke sekolah jika memang benar-benar masih sakit? Mengapa tidak istirahat di rumah saja?

Aira segera menggelengkan kepalanya, lalu mempercepat gerakan tangannya dan memasukkan seluruh sisa peralatan belajarnya ke dalam tas ranselnya sebelum kemudian mengenakan tas ransel tersebut di punggungnya dan bergegas untuk keluar dari ruang kelas.

Aira terus berjalan menyusuri lapangan untuk mencapai gerbang sekolah, ketika langkah kakinya hendak melewati ruangan UKS, matanya diam-diam melirik ke dalam ruangan UKS tersebut dari celah pintu yang sedikit terbuka. seluruh ranjang di dalam UKS terlihat kosong, tidak ada siapapun disana. Itu tandanya, Arga mungkin telah meninggalkan sekolah saat ini.

Aira menggelengkan kepalanya pelan, tidak habis pikir pada kenyataan bahwa Arga berangkat ke sekolah hanya untuk sekedar menumpang tidur. Mengapa tidak tidur di rumah saja kalau begitu? Mengapa repot-repot berangkat ke sekolah jika ia memang benar-benar masih sakit?

Entah mengapa, suatu hal lain justru begitu mengganggu pikiran Aira saat ini.







***

To be continued


ARGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang