Menghela napasnya untuk ke sekian kalinya, Aira mendongak menatap langit sore yang terlihat mulai dipenuhi awan kelabu, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi.
Saat ini halte bus di dekat sekolah begitu sepi, mungkin karena jam sekolah yang telah berakhir sejak beberapa jam yang lalu.
Aira berdiri sembari menyandarkan punggungnya pada salah satu tiang di halte bus itu dengan kaki kanannya yang sesekali bergerak menendang udara. Sepertinya akan sulit menemukan bus yang akan melewati halte ini pada jam-jam seperti ini, hanya saja Aira masih berharap mungkin masih akan ada satu bus lagi yang akan melewati halte ini.
Rintikan hujan perlahan mulai berjatuhan di hadapan Aira, langit juga kian kelabu. Mau tidak mau keadaan ini membuat Aira menghela napasnya panjang menyadari nasib sialnya hari ini yang harus terjebak disini saat ini hanya karena kesalahpahaman yang terjadi kepada dirinya di sekolah hari ini.
Aira mulai menyesali keputusannya yang tidak memilih untuk pergi ketika melihat Cecil dan kedua temannya itu bertengkar di rooftop. Jika saja saat itu ia langsung bergegas pergi sebelum Cecil celaka, mungkin ia tidak harus terjebak begitu lama di ruang kepala sekolah dan berakhir tertinggal oleh bus karena pulang terlambat seperti ini.
Sebuah sepeda motor besar berwarna hitam tiba-tiba saja berhenti di depan halte bus, Aira meliriknya kemudian membeku bingung di tempatnya ketika sosok yang mengendarai sepeda motor itu membuka kaca helm full face nya. Hanya dengan melihat matanya saja Aira telah dapat mengenali siapa sosok yang mengendarai motor itu.
"Ayo."
Aira mengernyit bingung.
"Gak akan ada bus lagi." Ucap pemuda itu sedikit mengeraskan suaranya agar suaranya tidak tertelan oleh suara hujan. "Biar aku antar kamu pulang."
Aira menatap Arga dengan tatapan ragu.
"Ayo, sebelum hujan makin deras."
Merasa tidak enak hati melihat tubuh Arga yang semakin diguyur hujan hanya karena menunggunya, Aira akhirnya mulai melangkah ragu menghampiri Arga.
Arga segera bergegas melepaskan jaket kulit hitam di tubuhnya ketika Aira menghampirinya, lalu memberikannya kepada Aira.
Aira menerima jaket pemberian Arga tersebut dengan kikuk, rasanya sudah lama sekali mereka tidak seperti ini. Walau sejujurnya ia masih begitu bingung akan apa yang sedang terjadi saat ini. Perubahan sikap Arga terlalu tidak biasa.
"Ayo naik."
Aira menganggukkan kepalanya sekali sebelum kemudian bergerak menaiki jok di belakang tubuh Arga.
Arga kemudian segera melajukan motornya meninggalkan halte bus dan membelah hujan yang mengguyur seluruh jalanan yang dilaluinya untuk menuju rumah Aira.
Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit di bawah rintikan hujan, sepeda motor yang dikendarai Arga akhirnya berhenti di depan pagar rumah Aira.
Aira bergerak turun dari sepeda motor Arga dengan tubuh yang mulai menggigil kedinginan, rambut panjangnya juga telah basah akibat terkena rintikan air hujan selama dalam perjalanan.
"Thanks." Ucap Aira ketika telah berdiri di samping motor Arga.
Arga mengangguk dua kali sebelum kemudian menggedikkan kepalanya ke arah rumah Aira. "Masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...