"Aira."
Suara panggilan yang disusul oleh pintu kamarnya yang dibuka dari luar, membuat Aira segera menutup buku note miliknya dengan gerakan cepat dan meletakkan pulpen di tangannya ke atas meja.
Aira segera berbalik untuk menatap seseorang yang baru saja melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa Ma?" Tanya Aira pada sang Ibu yang sedang berjalan ke arahnya yang sedang duduk di meja belajarnya.
Aira diam-diam mendorong buku notenya di atas meja dengan sikutnya, berusaha menutupi keberadaan buku note bersampul abu-abu gelap itu dari padangan sang Ibu.
"Buku apa itu?" Tanya sang Ibu yang ternyata menangkap keberadaan buku milik Aira tersebut.
Aira segera menggelengkan kepalanya pelan. "Cuma buku catatan matematika."
"Coba Mama lihat."
"Gak usah Ma." Ucap Aira dengan suara rendahnya. "Mama tadi mau ngapain kesini?"
"Coba Mama lihat buku catatan matematika kamu? Kok harus disembunyiin gitu?"
Aira menahan dirinya untuk tidak menghela napas beratnya, sang Mama bahkan mengabaikan pertanyaannya dan tetap bersikeras ingin memenuhi rasa ingin taunya sendiri.
"Mama sebenernya mau ngapain tadi kesini?" Aira mengulang kembali pertanyaannya sekali lagi, kali ini dengan suara yang jauh lebih serius.
Mama akhirnya menyerah dan menghela napasnya. "Mama tadi mau ngajak kamu makan malam, ada yang mau Mama kasih tau juga."
"Oke." Ucap Aira sembari bangkit dari kursi meja belajarnya. "Ayo."
Aira menangkap lirikan mata sang Mama yang masih sempat terjatuh pada buku note miliknya di atas meja, sebelum kemudian mau tidak mau berbalik dan berjalan keluar karena Aira yang telah berdiri di belakangnya, menunggunya untuk berjalan terlebih dahulu.
Suasana makan malam berlangsung dengan hening. Aira tau belum saatnya sang Mama akan memberitahu nya tentang hal yang ingin disampaikan kepadanya. Namun pikirannya mulai menerka-nerka tentang hal apa lagi yang akan disampaikan kepadanya kali ini? Mengingat terakhir kali sang Mama memanggilnya untuk membicarakan sesuatu pada saat makan malam adalah pada saat ia diberitahu tentang berita perjodohannya yang membuatnya benar-benar merasa tidak habis pikir pada saat itu.
"Aira."
Aira mengangkat kepalanya dan melihat sang Mama yang mulai membuka suaranya, pertanda bila pembicaraan akan segera dimulai.
"Malam besok kamu siap-siap ya buat ke acara pernikahan."
Aira mengernyitkan dahinya, bukankah sudah sejak lama ia sudah tidak pernah mau lagi menghadiri acara apapun, termasuk acara pernikahan. "Aku gak usah ikut deh Ma, Mama aja yang pergi."
"Kamu bukan pergi sama Mama kok, besok kamu dijemput sama Alden."
Kening Aira mengernyit semakin dalam. "Alden?"
"Iya, sepupunya Alden nikah, jadi Alden mau ngajak kamu pergi kesana bareng dia." Ucap Mama menjelaskan. "Mama juga diundang, tapi kamu perginya bareng Alden aja. Alden bilang dia bakalan jemput kamu besok."
"Tapi hari senin aku ada ulangan jadi besok aku harus belajar. Bilang sama Alden aku gak bisa pergi." Aira tau bila alasan yang satu ini akan berhasil membuat Mama membatalkan permintaannya.
"Tapi kamu bisa belajar besoknya kan di hari minggu? Jadi malam besok kamu boleh libur sebentar dari belajarnya dan pergi keluar dulu. Sekali-kali gak ada salahnya kamu keluar kan?"
Aira terperangah, tidak menyangka bila sang Mama yang biasanya begitu menuntutnya untuk belajar, kini bahkan memintanya untuk berlibur dari belajarnya hanya untuk menemani Alden ke pesta pernikahan sepupunya itu. Aira bahkan sama sekali tidak mengenal siapa sepupu Alden itu, jadi mengapa dirinya harus repot-repot pergi ke acara pernikahannya?
"Harus banget ya Ma aku ke acara itu? Gimana kalau aku mau tetap belajar di rumah aja?"
"Gak bisa Aira, ini acara pernikahan sepupunya Alden. Dan berita tentang perjodohan Alden juga udah tersebar luas di keluarganya Alden, mana mungkin kamu gak dateng, mereka juga mau ketemu sama kamu. Nanti di acara itu Alden juga bakalan sekalian ngenalin kamu ke keluarganya yang lain." Mama memasang mimik wajah serius, seakan ingin memperingati Aira akan suatu hal yang begitu penting. "Ingat, keluarga Alden itu bukan keluarga sembarangan, kamu gak bisa bersikap semena-mena dengan gak datang ke acara-acara penting keluarga mereka gitu aja. Disinilah mereka akan menilai kamu, jadi kamu harus menjaga sikap kamu, jangan mempermalukan siapapun."
Tepat seperti dugaannya, Aira tau bila Mama membebaskannya untuk tidak belajar esok malam untuk kepentingan ulangan bukan hanya karena ingin dirinya sesekali bersenang-senang di luar sana dan tidak terus berlarut-larut dalam buku-buku belajarnya, tetapi Mama membebaskannya untuk tidak belajar esok malam hanya karena lagi dan lagi ingin dirinya menyenangkan hati orang lain dengan menghadiri pesta seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Lalu disana nanti ia harus berperan sebagai seorang calon pasangan yang baik untuk Alden yang layak untuk dikenalkan dan dibanggakan di hadapan semua orang.
Lalu semua orang akan senang, semua orang kecuali dirinya. Hanya itu yang Mama inginkan. Sederhana. Tapi Aira tidak pernah menyangka jika hidupnya akan berakhir seperti ini. Menjadi pasangan Alden sepertinya tidak akan sesederhana kelihatannya. Karena Alden bukan seseorang yang berasal dari keluarga yang sembarangan, inilah akibat yang harus diterimanya.
Aira sudah dapat membayangkan bagaimana kelangsungan kehidupannya kedepannya, ia harus senantiasa menjadi pasangan yang layak untuk diboyong Alden ke acara-acara besar keluarga pemuda itu dan kemudian ia akan diboyong kesana kemari untuk dikenalkan pada seluruh anggota keluarga besar pemuda itu, dan pada saat itu ia akan memiliki tugas untuk tersenyum sepanjang pesta tersebut berlangsung, lalu menyapa para anggota keluarga Alden dengan hangat dan dirinya harus selalu menjaga sikapnya agar selalu santun dan bersikap layaknya seorang pasangan yang baik.
Semua itu harus dilakukannya hanya agar dirinya tidak mempermalukan Alden di hadapan anggota keluarga pemuda itu, dan agar semua orang menganggap bahwa dirinya layak untuk menjadi pasangan Alden, sehingga semua orang menyetujui Alden untuk menjalin hubungan dengannya.
Aira bahkan sudah dapat membayangkan bila kelangsungan hubungannya dengan Alden mungkin tidak hanya ditentukan oleh dirinya dan Alden saja, tetapi juga akan ditentukan oleh persetujuan anggota keluarga besar Alden yang lain. Jika anggota keluarga besar Alden yang lain tidak menyukai dirinya, mereka mungkin tidak akan menyetujui hubungannya dengan Alden, dan hal itu mungkin dapat membuat dirinya dicampakkan begitu saja dengan begitu menyedihkan.
Aira cukup yakin, kedua orang tuanya tidak ingin dirinya dicampakkan begitu saja, karena hal itu juga dapat mempermalukan nama keluarganya. Maka dari itu, kini tugasnya tidak hanya sekedar menyenangkan hati keluarga Alden, tetapi ia juga mengemban tugas untuk menjaga nama baik keluarganya di baliknya.
Rasanya Aira ingin bertepuk tangan saat ini juga. Bukankah hidupnya luar biasa sekali?
Aira kemudian mendorong mundur bangku meja makan yang didudukinya. "Aku udah selesai, aku balik ke kamar dulu."
Mama mengangguk sebagai jawaban. "Ingat, jangan coba-coba buat mikir untuk gak datang ke acara malam besok ya."
Aira terhenti dari gerakannya untuk berbalik menuju kamarnya, dan menatap Mama selama beberapa detik sebelum kemudian mengangguk satu kali sebagai jawaban.
Mama benar-benar serius memperingatinya.
***
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...