44. Perhatian itu Mahal

2.4K 309 74
                                    

"Bang, aku kan udah lulus, jadi aku pengen nyari kerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, aku kan udah lulus, jadi aku pengen nyari kerja. Boleh kan?" Tanya Aqila di pagi minggu. Saat-saat seperti ini suaminya tidak terlalu sibuk, jadi Aqila harus memanfaatkan keadaan. Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin mendapatkan pekerjaan, tapi tidak punya alasan. Aqila berharap Zulfan akan memberi kesempatan karena ijazah sudah ada di tangannya.

"Duit yang Abang bagi tak cukup lagi ke?"

Aqila terdiam sejenak. Memang benar suaminya selalu memberikan uang saku dan uang gajian Zulfan juga ia simpan di Aqila, tapi bukan itu yang Aqila inginkan.

"Kalau aku butuh uang, gaji Abang udah aku pake kali ... buat beli apa yang aku mau. Tapi aku benar-benar ingin mengabdi. Rugi dong kalo udah belajar tinggi-tinggi tapi nggak diaplikasikan? Aku itu kesepian kalau di rumah." Cetus Aqila terlihat sedikit memohon.

Aqila memang tidak terlalu suka keramaian, tetapi jika terus-terusan berada di dalam rumah dan menghadapi rutinitas yang itu-itu saja, tentunya ia akan bosan.

Zulfan menyudahi kegiatan membaca bukunya. "Sebab tu lah awak mesti punya baby, biar rumah ni ramai," ulas Zulfan setelah melepaskan kacamatanya. Ia

"Apa-apa dikaitkan dengan bayi. Udah pegel telinga aku dengarnya!" Aqila yang tengah merapikan seprai jadi emosi.

"Umur Abang dah berapa ni? Takkan nanti dapat anak kalau dah jadi atok-atok pula,"

"Ya lagian siapa suruh nikah sama aku? Aku nggak minta!" Aqila beringsut keluar kamar. Ia telanjur kesal pada suaminya.

Begitu sampai di tangga, tampak Zulfi sedang mengelap kaca jendela. Alamsyah sedang mengatur sofa di ruang tamu dengan posisi baru. Sementara Mariah duduk bersila sambil menggerakkan tangan untuk memprotes suami dan anaknya. Zulfi hanya manggut-manggut saja, tunduk pada perintah sang ibu.

"Aqila! Zulfan! Kalian beresin buku-buku di bawah tangga. Harus rapi dan tidak berdebu lagi!"

Zulfan yang tadinya keluar kamar untuk mengejar Aqila, hanya bisa melongo ketika tiba-tiba mendapat perintah dari Mariah. Ia melirik Zulfi, tampak pemuda itu memberi bahasa isyarat.

Zulfi hanya menggerakkan bibirnya saja untuk menjawab. Khawatir ketahuan ibunya. "Bad mood gak jadi jalan-jalan,"

Zulfan geleng-geleng kepala, lalu menuju bawah tangga untuk merapikan buku-buku di rak itu. Mau tidak mau, Aqila harus ikut bersama Zulfan walaupun ia sedang sebal dengan suaminya.

Zulfan mengeluarkan seluruh buku dan album foto lama yang ada di rak berukuran dua pintu itu. Sementara Aqila mengambil kemoceng dan menyapu debu-debu halus yang ada.

Suasana terasa sedikit canggung karena tadinya Aqila telah marah-marah pada suaminya. Ia menyesali perkataannya yang sudah berlebihan. Aqila tidak bisa menafikan bahwa lelaki manapun pasti ingin memiliki anak bila sudah menikah.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang