Epilog

5.6K 359 77
                                    

Setelah semua kejadian menimpa, maka akan ada kebahagiaan yang menyambut. Aqila, dengan kehidupannya yang memiliki banyak alur rumit, pada akhirnya ia bertemu sosok dewasa yang membimbingnya penuh sabar. Ia tetap kuat walaupun keluarga membuangnya, meskipun kedua orang tuanya harus meregang nyawa.

Tentu tidak mudah dan tidak ada satupun manusia yang ingin berada di posisi itu, tapi dari sana menjadi sekelumit manfaat bagi siapapun yang mampu mengambil inti sarinya.

Zulfan, tak kalah merasakan rasa sakit hati karena dikhianati oleh masa lalunya. Pacaran bertahun-tahun, tetapi pada akhirnya ia dibuang begitu saja karena sikapnya yang tak biasa seperti lelaki pada umumnya. Ia terlalu sensitif dan tidak suka diganggu. Dirinya juga harus menerima kenyataan pahit ketika mengetahui siapa ia yang sebenarnya.

Lain halnya dengan Zulfi, lelaki ceria yang jarang menunjukkan kesedihannya. Padahal, hatinya sering tertampar tetapi ia tetap berusaha terlihat baik-baik saja.

Pada suatu malam, Zulfan berencana menjumpai Hakim di kafenya. Rindu sekali pada sosok Hakim yang penuh canda tawa. Sebab esok hari mereka harus kembali ke Malaysia karena Zulfan harus kembali mengajar.

"Mending Abang aja yang pergi, biar aku jaga Aimin," Aqila merasa tidak nyaman jika datang ke cafe. Pasti di sana Zulfan akan bertemu temannya, sementara Aqila akan diabaikan. Ditambah lagi itu adalah perkumpulan para lelaki, rasanya aneh saja jika Aqila ikut serta.

"Tak pe, kan Abang udah cakap dengan ummi tadi. Biarlah ummi yang teengokkan Aimin,"

"Aku males banget, Bang. Aku ngantuk," Aqila mencari alasan.

Bukannya mendengarkan, Zulfan malah memasang jilbab instan di kepala istrinya. "Dah, jom!"

Zulfan keluar kamar, lalu mengetuk pintu kamar Zulfi. "De, cepat! Kalau lambat Abang tinggal!"

Pada akhirnya mereka berangkat, walaupun Aqila terkesan enggan. Zulfi juga ikut meramaikan.

***

Begitu sampai di kafe, tiga manusia itu mencari tempat duduk yang pas. Suasana sedikit ramai karena pada malam itu ada live akustik. Beberapa lagu lawas dibawakan dengan variasi terbaru sehingga kedengaran sedap di gendang telinga.

Benar seperti dugaan Aqila. Zulfan dan Zulfi asik sendiri dengan gadget mereka masing-masing untuk berbalas pesan dengan teman yang sebentar lagi akan sampai. Aqila jadi bosan sendiri. Ia mengunyah kentang goreng yang sudah dilumuri saus pedas. Hampir setengahnya ia habiskan.

"Awak! Abang cakap jangan makan sauce lagi! Awak kan tengah mengandung!" cegat Zulfan pada istrinya. Sementara Aqila malah menjulurkan lidah pada ayah dari anaknya itu.

Zulfan menghela napas. Istrinya semenjak hamil jadi berubah perwatakan. Emosinya bisa berganti sewaktu-waktu. "Oke, Abang tahu awak bosan. Tapi tunggulah kejap lagi Hakim sampai,"

"Kenapa sih, Bang?" Zulfi yang tadinya tidak begitu mendengarkan, akhirnya ikut nimbrung.

"Takde apa,"

Zulfi hanya mengangguk pelan lalu menyesap minuman dingin pesanannya. Zulfan terlihat seperti menelpon seseorang. Akhirnya Aqila hanya duduk sembari mengayunkan kedua kakinya. Tatapannya ia lebarkan ke seluruh penjuru kafe.

Aqila melihat sosok yang tak asing baginya. Lelaki itu tampak baru saja memasuki kafe dan sedang menuju barista. Sepertinya hendak memesan minuman.

"Itu bukannya Agus ya?" Tanya Aqila dengan mata berbinar.

Zulfi melebarkan pandangannya dan mengikuti arah mata Aqila. "Hei, Bro! Sini lo!" Seru Zulfi ketika benar-benar yakin jika orang itu adalah Agus.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang