27. Cafe Jodoh

1.8K 271 33
                                    

Usai membaca, memfoto dan meminjam buku-buku yang diperlukan, Aqila mengambil langkah menuju cafe tempat dulunya ia bekerja. Jarak antar cafe dan kampus tak begitu jauh, Aqila hanya perlu berjalan kaki menuju ke sana.

Begitu akan memasuki cafe dengan material kayu itu, sosok Zulfan juga ikut berdiri di sebelahnya.

"Bapak ngikutin saya ya?"

"Hei ... perasan la mak cik ni! Kedai kopi ni bukan awak punya, siapapun boleh datang sini. Ha ... saya rasa awak la yang mengintai saya ni,"

"Mana ada? Saya mau kasih oleh-oleh sama mantan bos saya,"

"Saya pun nak jumpa dengan BFF saya. Kitorang dah buat janji nak jumpa pun," balas Zulfan.

"Bapak gak usah mengada-ngada ya!"

"Heleh, awak tu yang mengada-ngada. Saya tak tipu la,"

Aqila sudah malas melanjutkan perdebatan lebih lama. Tujuannya ke sini hanya untuk mengantarkan teh yang ia bawa pulang dari kampung tempatnya mengabdi.

Aqila baru akan melewati pintu, tetapi lengannya ditarik Zulfan. Lelaki itu ingin dirinya yang lebih dulu bertemu Hakim.

"Saya duluan, Pak!"

"Saya dulu, Mak cik!"

"Bapak udah tua, ngalah dong!" Teriak Aqila sambil berusaha meminggirkan tubuh Zulfan yang menghalanginya.

"Hei, umur boleh tua, tapi muka saya ni masih baby face punya la!"

"Baby face dari mananya? Udah jelek gitu!" Hina Aqila.

"Hei hei hei, kalian berdua! Cafe lumayan aman dan tenteram selama gak ada kalian, sekarang malah ribut lagi? Pulang main Barbie aja sana!" Teriak Hakim yang tiba-tiba datang dari sudut cafe.

"Ini lho, Bos. Temen Bos kerjaannya ganggu aja,"

"Zulfan memang ditakdirkan untuk menganggu kamu, Qila,"  balas Hakim sok puitis. Aqila memutar bola mata karena jengah mendengar kalimat seperti itu. Sementara Zulfan sudah memasuki ruangan Hakim untuk membaringkan badannya di sofa. Ia kelelahan karena mengajar dari pagi sampai sore, ditambah lagi bertengkar dengan Aqila.

Usai menyerahkan oleh-oleh pada Hakim dan menitipkan untuk teman-temannya, Aqila berpamitan. Menurutnya lebih baik ia segera pulang daripada berlama-lama di sini, takut Zulfan keluar lagi lalu mengatainya macam-macam.

Semua tidak berlangsung sesuai keinginan. Lulu, Dion, dan Reza menahan Aqila.

"Jangan mentang-mentang udah gak kerja di sini lagi, kamu jadi sombong sama kita-kita!" Reza meraih ransel Aqila dan membawanya ke mushola yang sekaligus dijadikan ruang istirahat karyawan, agar gadis itu tidak bisa pulang karena tasnya sudah disita.

Kebetulan di luar sana azan Ashar sedang berkumandang, jadi mereka tidak menerima pelanggan.

"Yang lain pada kemana?" Tanya Aqila heran. Kini mereka bertiga duduk di atas karpet bulu. Sementara Dion sudah duluan ke kamar mandi untuk berwudhu.

"Mbak nanyain siapa? Mas Zulfan?" Tanya Lulu yang tersenyum lebar.

"Bukan, teman-teman yang lain. Kok kalian cuma bertiga?" Aqila bertanya.

"Mereka udah pindah ke cafe cabang, di sana dikelola sama istrinya si bos,"

"Wah, udah buka cabang aja. Berarti cafe bos Hakim laris manis nih. BTW, lokasinya dimana?" Tanya Aqila ingin tahu. Mungkin ia bisa mampir ke sana sesekali. Lulu baru akan menjawab, tetapi ia sudah keduluan Reza.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang