"Salah satu rumus yang wajib diingat oleh setiap pasangan adalah, lelaki dengan logikanya, sedangkan wanita perasaannya."
Seorang perempuan tampak menyapu ruangan sambil marah-marah. Tak jarang ia menendang benda apapun yang menghalangi langkahnya ketika menyapu.
Di bagian tengah rumah sempit itu terdapat sebuah sofa tua. Duduk seorang lelaki sedang memainkan laptop, mengerjakan makalah.
"Percuma sarjana kalau ujung-ujungnya jadi pengangguran," sinis Azara. Ia kesal luar biasa ketika mengingat-ingat kehidupannya setelah menikah. Mimpinya adalah menikah dengan orang sukses dan memiliki banyak harta. Malah sekarang begitu jauh dari ekspektasinya.
"Kamu bisa nggak sih jadi suami yang lebih bertanggungjawab?" Hardik Azara menatap suaminya tidak memberi respon sedikitpun. Telinga Agus sudah tersumpal dengan earphone untuk mendengar musik. Agus masih berusaha diam menghadapi istrinya yang mencak-mencak di siang hari.
"Kalau gini ceritanya, mending pernikahan kita nggak pernah ada! Aku nggak tahan!"
Agus melepas earphone itu. Ia menatap istrinya intens. "Kenapa kamu nggak bisa dikit aja mensyukuri apa yang ada? Kamu bisanya cuma menghabiskan uang untuk beli peralatan make up. Tapi aku nggak pernah protes, aku turuti semua permintaan kamu,"
"Oh gitu ya? Kamu udah mulai mengungkit sekarang. Ceraikan saja aku! Aku udah gak sanggup mikir lagi! Toh, kita emang gak saling mencintai," ungkap Azara.
Jantung Agus berdegup kencang seakan tidak beraturan. Ia tidak menyangka istrinya akan berkata seperti itu. Agus sudah coba mencari pekerjaan sebisanya, tapi tetap saja ada yang kurang di mata Azara.
Dari menjadi ojek online sampai membuka jasa pengerjaan tugas seperti makalah dan lainnya. Sudah tentu penghasilan Agus tidak seberapa.
"Zara, aku baru lulus kuliah dan baru bisa fokus cari pekerjaan. Kamu pikir ini gampang buat aku, di usiaku yang masih muda ini dituntut untuk mencari pekerjaan bagus dan menghidupi keluarga sekaligus. Aku juga masih pengen nongkrong bareng teman-teman aku, masih pengen jadi relawan, masih suka berpetualang dan cari pengalaman sampai akhirnya aku benar-benar memiliki pekerjaan dengan gaji tinggi.
"Selama ini aku sabar menghadapi kamu. Aku terima apapun keadaan kamu. Aku juga selalu berusaha biar bisa jadi suami bertanggung jawab. Kamu kan tau, penghasilan aku nggak seberapa, harusnya kamu jangan terlalu banyak tuntutan, dong." jelas Agus. Ia menutup laptopnya dan membereskan barang, lalu berusaha bangkit dari sana.
"Kalau kamu nggak senang, baiklah aku akan turuti permintaan terakhir kamu. Aku melepaskanmu, Azara." Ujar Agus dengan berat hati. Lelaki itu menuju kamarnya sendiri, meninggalkan Azara yang kebingungan. Azara ikut masuk ke kamar untuk mempertanyakan kata-kata Agus tadi.
"Maksud kamu apa? Kenapa kamu masukin pakaian kamu ke tas? Kamu mau ke mana emangnya?" Tanya Azara yang menarik tangan Agus.
"Jangan sentuh aku karena kita bukan suami istri lagi!" Tegas Agus dengan rahang mengetat. Tatapannya tajam bagaikan belati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Terima Khitbah ✔
Spiritual🇲🇨🇲🇾 (Indonesia X Malaysia) HARAP FOLLOW DULU Tentang mahasiswa ambis yang dihadapkan pada pilihan dalam khitbah tak terduga. Tentang dirinya yang muallaf dan bertemu lelaki Melayu dengan sifat perfeksionis yang dimilikinya. Temukan keseruan da...