46. Terkuaknya Identitas

3.1K 378 104
                                    

Seorang lelaki  berusia 26 tahun tampak tersengih ketika perempuan di hadapan menyisir rambutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang lelaki berusia 26 tahun tampak tersengih ketika perempuan di hadapan menyisir rambutnya. Tadi, kemejanya juga dipakaikan oleh perempuan itu. Ia juga heran, kenapa hari ini istrinya begitu manja dengannya. Hal-hal seperti ini jarang sekali terjadi, kecuali sudah dipaksa.

"Abang gak ada niatan tinggal di rumah baru, gitu?" Oh, ada maksud terselubung dibalik sikap perhatian istrinya pagi ini. Sang pria hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Kenapa nak tinggal dekat rumah baru pula?"

"Eumm ... sebenarnya aku kurang nyaman tinggal di sini," keluh Aqila yang sedang menutup kembali tutup pomade.

"Sabarlah sikit lagi ya, Insya Allah kalau ada rezeki nanti kita pindah la. Kalau dah ada baby,"

"Kenapa harus ada baby?" Aqila sedikit geram mendengarnya. Namun, jika memang itu salah satunya cara agar keluar dari rumah ini, maka Aqila akan jujur tentang kehamilannya.

"Kalau belum ada baby, Abang pergi kerja, awak tinggal seorang kat rumah,"

"Gampang, kalo gitu aku juga cari kerja,"

"No way!"

"Tapi, Bang... rugi dong aku sekolah dan kuliah bertahun-tahun," kalau dipikir-pikir, banyak sekali keringat dan air mata yang sudah ia keluarkan demi bisa sampai pada tahap ini. Apalagi lulus sebagai lulusan terbaik di sekolah dan kampusnya.

"Siapa yang cakap rugi?"

"Emang kenyataan begitu,"

"Tak ada yang sia-sia dalam dunia ni. Bolehlah nanti Sayang ajarkan budak-budak kita. Abang lagi suka kalau awak duduk kat rumah, tak boleh pergi mana-mana selain dengan Abang." Menurut Zulfan, manusia berpendidikan itu tidak mesti harus mengabdi dengan cara bekerja. Menjadi istri baik yang menenangkan hati suaminya juga merupakan bukti dari sebuah pengabdian dan menghargai ilmu yang sudah dipelajari.

Aqila hanya bisa pasrah mendengar itu. Mungkin nanti ia harus cari pekerjaan online saja untuk menghilangkan kejenuhan. Bisa menjadi editor naskah, atau kembali menulis buku seperti impiannya sejak dulu.

***

Di meja makan, Mariah duduk dengan Alamsyah untuk membicarakan hal serius. Makanan untuk sarapan sudah disediakan sejak tadi. Kini tinggal menunggu Zulfan, Zulfi, dan Aqila turun dari kamar.

"Mas harus kasih tau Zulfan, kita nggak bisa diam terus-terusan. Aqila itu tingkat penasarannya tinggi, aku jadi kewalahan, Mas," curhat Mariah pada suaminya.

"Tunggu saja di waktu yang tepat Mas akan beritahu Zulfan," respon Alamsyah.

"Aku takut kalau semua itu sudah terlambat dan Zulfan marah dengan kita," sela Mariah.

"Zulfan anak yang baik, tidak mungkin dia marah pada kita,"

"Mas yakin?"

Belum sempat Alamsyah menjawab, sebuah deheman terdengar dari belakang. Mariah dan Alamsyah segera menengok dengan hati was-was, ternyata Zulfi di sana.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang