26. Simulasi Azab Kubur

1.7K 243 22
                                    

Para mahasiswa bernyanyi riang di dalam bus. Ini adalah hari kepulangan mereka setelah 45 hari merasakan pengabdian masyarakat di kampung orang. Banyak sekali kenangan dan pelajaran yang mereka bawa pulang dari sana. Sungguh, turun langsung ke desa membuat para mahasiswa jadi lebih peduli pada sekitar. Bahkan, ada yang tidak rela berpisah dari sana.

Di dalam perjalanan, ketika para mahasiswa tidak lagi ricuh karena yel-yel, Agus menelepon ibunya untuk memberi kabar bahwa dirinya pulang pada hari ini. Tentu sangat ibu begitu senang, tetapi masalah menghinggapi Agus ketika ibunya menagih janji.

"Mana calon istrimu? Sudah kamu dapatkan?"

"Aduh, Mak. Lain kali kita bahas," balas Agus tidak nyaman sambil menyisir bola matanya melihat sekeliling. Rupanya sebagian dari mereka mulai tertidur, sementara sebagian lain sedang bermain media sosial karena akses jaringan di sekitaran sana mulai bagus. Agus baru sadar kalau bus yang mereka tumpangi sudah melintas di jalan hitam. Pantas saja pantatnya tidak sakit karena jalan bebatuan seperti sebelumnya.

"Lalu kapan mau dibahas? Mamak sudah tidak bisa menunggu lagi,"

"Ya Mamak doakan saja lah," sebal Agus. Seketika Agus teringat dengan Aqila yang juga dipaksa menikah oleh ibunya. "Jangan-jangan jodohku Aqila, Mak! Ya Allah, tolong jangan!" Pekik Agus dengan mata melebar. Tak lama sesudah itu, kepala agus dibentur dengan tas salah satu mahasiswa karena menganggu tidur mereka. Sontak, Agus kaget dan ingin melempar tas itu ke luar jendela.

"Orang lagi relationsleep, jangan ganggu, Mas!" Kesal mahasiswa yang melempari Agus barusan.

"Tapi jangan gini juga, dong. Kepala gue sakit, Bro!" Sebal Agus yang melempar tas itu kembali pada pemiliknya tepat mengenai kepala lekaki itu. "Kata mamak gue, barang yang bukan milik kita itu harus dikembalikan pada pemiliknya,"

Usai berdebat singkat, akhirnya keadaan kembali kondusif. Namun, lagi-lagi Agus terkejut dengan teriakan ibunya yang memekakkan telinga.

"Agus!!!"

"Iya, Mamak." Jawab Agus seraya memejamkan mata dan memijit pangkal hidung dengan tangannya yang bebas.

"Kamu dengerin Mamak kan?"

"Iya, denger. Nanti Agus kenalin Mamak sama seorang cewek cantik, pinter, dan bisa dijadikan istri,"

"Janda mana tuh? Siapa namanya?"

"Astaghfirullah, Mamak! Itu temen sekampus Agus, bukan janda!" Seloroh Agus tak rela.

"Kalau teman kampus kenapa gak dikenalin ke Mamak dari dulu? Pokoknya kamu harus nikah sama dia,"

"Dianya belum tentu suka sama Agus, Mak!"

"Soal itu biar Mamak yang uruskan. Nanti kita bisa santet atau apalah itu," terdengar sang ibu tertawa dari seberang telepon, membuat Agus merinding. Terkadang ibunya semengerikan itu.

"Jangan, Mak! Musyrik itu!!!"

***
Aqila sudah memberi salam dan mengetuk pintu berkali-kali, tetapi tidak ada sahutan atau tanda-tanda kehidupan dari dalam rumahnya. Biasanya siang-siang begini ibunya sudah berada di rumah setelah sibuk mengantar kue di pagi hari.

Aqila sengaja tidak memberitahukan ibunya bahwa ia akan pulang hari ini, gadis itu berencana memberikan kejutan. Pasti ibunya sudah begitu rindu padanya, sama seperti Aqila yang rindu akan sosok ibu.

"Lihat mama saya nggak, Mbak?" Tanya Aqila pada tetangganya yang berjualan di warung.

"Kagak, Neng. Bu Sarah udah jarang ke sini semenjak Neng Qila gak ada," balas wanita itu.

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang