20. Kebelet Makmum

2K 286 57
                                    

Pagi yang begitu cerah. Burung-burung berkicau dengan mesranya. Pepohonan hijau nan rindang menambah kesan damai di desa itu.

Aqila dan rekannya tengah mengajak anak-anak di desa untuk menanam pohon. Itu semua dijadikan sebagai alternatif karena anak-anak dan remaja di zaman sekarang terlalu sibuk dengan dunia masing-masing sampai lupa bersosialisasi dengan orang-orang sekitar. Ajang ini diadakan agar mereka lebih akrab dengan sesama warga kampung dan adanya penghijauan. Pun mereka bisa memetik hasilnya jika panen nanti.

Tak hanya anak-anak, orang dewasa juga ikut membantu meramaikan kegiatan itu. Ada yang sibuk mencangkul, mencabut rumput dan menanam pohon. Benih pohon itu dibawa oleh warga dari rumah mereka masing-masing.

Aqila tengah mendokumentasikan kegiatan itu dengan ponselnya tepat disaat Syafie mendekat.

"Afwan telat. Tadi aku habis dari ..."

Aqila menoleh, menatap lelaki yang tersengal-sengal di sebelahnya lalu memasukkan ponsel ke saku almamaternya. "Habis dari masjid?" Syafie mengangguk juga tersenyum ramah. "Kamu selalu telat kalau salat Subuh?" Tanya Aqila lagi. Pasalnya, hampir setiap pagi Syafie terlambat.

"Bukan, salat Duha,"

Aqila mengernyitkan dahi mencoba mengingat tentang salat yang disebutkan Syafie barusan. Gadis itu menjentikkan jemarinya ketika telah menemukan jawaban dari pemikirannya. "Itu salat sunah yang dikerjakan dua rakaat supaya dimudahkan rezeki kan?"

Syafie tersenyum pelan lalu mengambil beberapa pohon kecil untuk ditanamkan.  Sementara Aqila mengekori langkah lelaki itu. Ia harus dapat ilmu baru lagi dari Syafie. Semenjak mereka tinggal di sana, setiap hari Aqila akan menanyakan berbagai persoalan terkait ilmu agama pada Syafie.

"Salat Duha itu ada dua belas rakaat,"

"Oh ya? Kok aku baru tau?"

"Kalau dua rakaat pertama, itu salat sebagai sedekah atau tanda terima kasih kita kepada kesehatan tubuh kita. Dua rakaat kedua, itu untuk menghapus dosa-dosa kecil. Dua rakaat ketiga, untuk membuka pintu rezeki. Dua rakaat keempat, untuk mengundang rezeki masuk. Dia rakaat kelima, untuk melancarkan rezeki. Dia rakaat ke-enam atau terakhir, untuk membangun istana di surga," jelas Syafie yang sibuk menanam pohon di tanah yang sudah digali sebelumnya oleh bapak-bapak tadi.

Aqila manggut-manggut mendengarkan. Ia baru tahu ternyata salat Duha dua rakaat salat saja tidak cukup untuk meminta dimudahkan rezeki, melainkan itu untuk sedekah terhadap kesehatan tubuh kita.

Aqila kembali melirik Syafie. Lelaki itu begitu paham akan ilmu agama. Sungguh, membuatnya menjadi beruntung sekali bisa menggali ilmu agama dari Syafie. Ia yakin akan mendapatkan banyak pelajaran berharga selama KPM ini.

"Kamu tau, nggak, aku itu pengen banget dapet imam yang sholeh supaya bisa bimbing aku nantinya. Yah, seorang mualaf sepertiku masih miskin ilmu agama. Semoga aku bisa dapat suami kayak kamu," ujar Aqila terkekeh.

"Kalau yang seperti aku mana ada? kan aku nggak punya kembaran ..." balas Syafie tertawa renyah. "Emangnya kamu belum punya calon suami? masa sih?" Tanya Syafie dengan tampang tidak percaya.

"Dia belum menunjukkan sisi keseriusannya," lirih Aqila sembari menerawang jauh.

"Pasti suatu hari kamu akan diseriusin. Tunggu aja," ujar Syafie yang meratakan kembali tanah yang sudah ditanam benih jambu biji.

"Kalau kamu?" Tanya Aqila penasaran. Pasti gadis yang akan menikah dengan Syafie akan merasa begitu beruntung, pikirnya.

"Katanya kamu penulis, bisa baca aura wajah seseorang. Coba tebak ..."

Salah Terima Khitbah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang