1

96 11 0
                                    

Zea sungguh ingin merobek mulut cowok-cowok di ujung kelas yang terus bersorak entah untuk apa. Apalagi ditambah seorang cowok yang sejak tadi bolak-balik pojok-depan kelas layaknya manusia idiot. Mungkin dia kehilangan uang atau nahan boker, Zea tidak peduli, walaupun sedikit terusik. Zea memutar tubuhnya ke belakang, mendapati dua temannya yang sedang sibuk dengan dunia mereka.

"Wan, mantan lo caper banget sih," ucap Zea kepada salah satu dari mereka, Wanda. Cewek itu sudah berada di kelas yang sama dengan Zea selama satu tahun. Di samping Wanda ada Vanka yang baru saja berkenalan dengan Zea beberapa menit lalu. Dan di samping Zea ada teman, oh koreksi. Zea sudah menganggapnya sahabat karena mereka sudah bersama selama dua tahun, dan mungkin bisa sampai lulus dan menikah. Aamiin. Oh iya lupa, nama cewek itu Khansa Izora.

Wanda menatap Zea, lalu beralih menatap cowok yang sedang berjalan menuju pojok kelas. "Mantan pala lo kayang!" Sebenarnya, Wanda tidak pernah punya hubungan apa pun dengan cowok itu. Hanya karena dia pernah salah bicara dan mengatakan kalau cowok itu ganteng, dia jadi digoda-goda oleh teman-temannya.

"Jangan-jangan dia lagi caper sama lo lagi Ze," cetus Vanka yang entah kenapa sudah terasa akrab dengan Zea. Padahal Zea bukan tipe yang akan dengan mudah dekat dengan orang baru. Mungkin karena Vanka dekat dengan Wanda dan Vanka orangnya friendly.

"Dia bisa jinakin squidward ga? Kalau bisa gas sini."

Langsung saja jidat mulus nan kinclong Zea disentil oleh tangan penuh butiran dosa Khansa. "Lo random banget sih, makanya nasi basi jangan dimakan lagi."

"Iya nih gue kehabisan beras, nanti malem gas ga nih?" Zea merangkul bahu Khansa seraya menaikkan kedua alisnya dengan maksud tertentu.

"Mau ngapain lo berdua?" tanya Vanka penasaran.

"Biasa, mangkal di lampu merah," sahut Wanda yang segera ditendang oleh Zea melalui bawah meja.

"Heh sembarangan!" Mata Zea melotot seperti hendak meninggalkan kelopaknya. "Itu kalau malam minggu, nanti kan malam selasa, ngapain Sa?" Ia nyengir lebar menatap Khansa lagi.

"Lo keliling, gue jaga lilin."

"Biasanya malam jumat," gumam Vanka yang sudah ketularan Zea dan Khansa.

"Awas ikutan gila lo Van!" peringat Wanda.

"Heh, mulutnya dijaga, mau muntah paku?" Khansa memperingatkan Wanda dengan wajahnya yang serius dibuat-buat.

"Kalau malam jumat takut mengganggu orang beribadah," ucap Zea -menjawab pertanyaan Vanka- tepat sebelum empat insan itu meledakkan tawanya.

Tak lama, seorang guru yang akan mengawali tahun terakhir mereka pun memasuki kelas. Semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing. Termasuk seorang cowok yang kembali memerhatikan cewek di ujung sana. Tanpa sadar, sudut bibirnya melengkung sempurna. Dia terlalu bahagia hari ini. Bahkan jika tadi teman-temannya meminta bolak-balik sebanyak sepuluh kali pun, Alarikh tetap akan melakukannya.

"Hai ..." Matanya masih terpaku, seolah hanya Zea objek yang bisa terlihat. "Zea," bisik Alarikh tanpa siapa pun bisa mendengarnya. Bahkan teman sebangkunya pun tidak mendengar apa yang baru saja Alarikh ucapkan.

***

Beginilah akhirnya jika Zea berada di kumpulan orang yang kurang akrab dengannya. Dia akan menjadi pendiam, lebih banyak menyimak daripada mengusul, dan sangat ingin waktu berlalu lebih cepat. Jam pertama, sudah mengharuskan mereka membuat kelompok diskusi dengan orang-orang yang sudah dipilihkan.

"Ze, lo dapat apa?" tanya salah seorang teman kelompoknya. Zea mengutarakan hasil yang ia dapat setelah membaca materi beberapa waktu lalu dan diterima dengan baik. Kemudian, mulutnya kembali terkunci. Menyetujui saja keputusan diskusi karena sejujurnya Zea malas berpikir.

Never Started (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang