27

15 5 0
                                    

Zaid dikejutkan dengan kedatangan Alarikh di kelasnya. Cowok itu entah kesambet apa tiba-tiba jadi sok akrab dengan Zaid. Kelasnya memang cukup ramai walaupun jam istirahat karena banyak anak kelas lain yang memilih untuk bermain di kelas ini. Tapi ini, Keenan Alarikh. Tidak biasanya cowok itu ke sini.

"Apa kabar bro?" Alarikh bahkan tanpa segan duduk di samping Zaid, membuat teman-teman cowok itu memilih untuk menyingkir.

"Lo Alarikh, kan? Gue enggak salah orang, kan?"

"Bukan, gue cowok ganteng nan baik hati tidak sombong lagi rajin menabung."

"Ga minat sumpah kenalan sama lo." Astaga. Untung cowok. Kalau cewek, sudah Alarikh blacklist dari daftar cewek cantik. Ya walaupun yang paling cantiknya tetap Zea.

Tanpa aba-aba, satu tangan Alarikh bertengger manis di bahu Zaid, membuat cowok itu segera menepisnya setelah mengeluh keberatan. "Lo enggak berniat deketin gue karena ditolak Zea, kan? Lo enggak belok, kan?"

"Fitnah lebih kejam daripada nilep duit emak ya Zaid sayang."

"Terus lo mau apa ke sini?"

"Enggak seneng banget kayaknya gue samperin," gerutu Alarikh sembari mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas Zaid. Beberapa cewek tertangkap basah sedang memerhatikannya. Andai saja Zea seperti cewek-cewek itu, yang dengan senang hati menatap kagum pada Alarikh, pasti--YA PASTI ALARIKH ENGGAK AKAN SEBUCIN INI, LAH!

Dia menyukai Zea sebagai Zea. Zea yang tidak dengan mudah merendahkan harga dirinya hanya demi seorang cowok. Zea yang baginya sulit untuk didapatkan. Apalagi Zea itu termasuk golongan cewek pintar, membuat cowok yang merasa kurang pintar pasti memilih mundur duluan. Minder, jelas! Alarikh juga pernah berada di posisi itu. Makanya kalau diingat lagi, ajang pendekatannya memakan waktu terbilang lama.

"Emang enggak!" Zaid membalas dengan satu lirikan jengah. Alarikh ini terlalu banyak basa-basinya. Zaid juga sibuk tau, mikirin Wanda!

"Kok bisa ya, Zea mau temenan sama lo? Kepaksa sih ini pasti, ngaku aja lo."

"Mending lo pergi deh," usir Zaid membuat Alarikh langsung nyengir kuda. "Santai bos, gue cuma mau tanya soal Zea," katanya.

Zaid nampak berpikir, menimbang haruskah mengikuti kemauan Alarikh, ataukah tidak. Sejujurnya dia malas ikut campur urusan hubungan orang lain, hubungannya saja masih gelap gulita. Tapi, ini Zea. Yang selalu membantunya untuk dekat dengan Wanda. Yang selalu memberinya contekan.

Melihat Alarikh yang sudah membuka mulut bersiap untuk bicara, Zaid langsung mengangkat tangannya, membuat Alarikh kembali menutup rapat mulutnya. "Urusan cewek, imbalannya urusan cewek juga," ucap Zaid berusaha membuat kesepakatan.

"Mau minta apa lo?"

"Bantuin gue deket sama Wanda."

"Miris banget sih lo, enggak deket-deket. Padahal udah dibantuin teman terdekatnya, memang masalahnya di lo nya sih ini."

"Mau enggak?"

"Tapi kan gue cuma mau nanya soal Zea." Alarikh menatap Zaid dengan tatapan keberatan, tapi apalah daya jika yang ditatapnya tidak peduli sama sekali. "Oke! Nanti gue ajarin cara deketinnya."

"Deal!" seru cowok yang 'katanya' merupakan teman cowok terdekatnya Zea itu tanpa ragu-ragu. Namun kemudian, ia kembali lebih dulu buka suara ketika Alarikh mulai membuka mulutnya. "Tapi kalau mau tanya besok aja ya, gue lagi banyak pr belum selesai sekarang." Memang sejak tadi juga banyak buku-buku berserakan di atas meja Zaid.

"Kasian banget gebetan gue kok temenan sama orang sejenis lo," cela Alarikh pelan sembari beringsut pergi. Ya, setidaknya Zaid sudah menyetujui untuk memberitahu Alarikh apa pun yang akan cowok itu tanyakan nantinya.

Never Started (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang