9

22 5 0
                                    

Tiga hari.

Selama itu, Alarikh tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Jeno dan Juki pun sudah berkali-kali menanyakan alasan cowok itu tidak masuk sekolah, tapi jawabannya selalu, "Kepo. Males sekolah gue."

Aneh. Zea yakin tidak hanya karena itu. Mana mungkin dia tidak masuk sekolah dengan alasan malas. Aneh. Dan yang lebih aneh, Zea berhasil dibuat uring-uringan selama tiga hari itu. Wow, selamat!

"Alhamdulillah akhirnya sekolah juga lo tong!" seru Jeno heboh sembari menatap ke pintu kelas. Zea yang baru tiba, sontak menoleh ke belakang dan menemukan Alarikh berdiri di sana. Sambil tersenyum pula. Astaga, tolong ingatkan Zea caranya bernapas.

Alarikh yang sudah sejak tadi sadar kalau cewek di depannya Zea, langsung saja menatapnya ketika cewek itu berbalik badan. "Pagi, Zea," sapanya masih dengan senyum manis.

Zea mematung beberapa saat. Otaknya masih susah-payah berdebat dengan jantung agar bisa berdetak normal. "Eee, iya pagi." Hanya itu, setelahnya Zea melenggang ke tempat duduk. Khansa, Vanka, dan Wanda tidak ada di dalam kelas. Syukurlah.

Hanya disapa selamat pagi, tapi berhasil membayar rindu Alarikh selama tiga hari. Dia punya alasan tidak masuk sekolah. Dan alasannya mau kembali masuk sekolah, salah satunya Zea Alifa.

"Widih, masih pagi Rik jangan kesenangan dulu," ucap Juki ketika temannya itu meletakkan tas ke atas meja dan duduk di dekat mereka.

"Gue kan murah senyum." Pemilik nama Alarikh itu malah memperlebar senyumnya. Fix, hari ini akan terasa lebih menyenangkan berkat sapaan Zea.

"Kenapa lo enggak sekolah tanpa keterangan? Mampus nanti pasti disuruh ke BK lo."

Alarikh hanya mengangkat bahunya sebagai balasan ucapan Jeno. Dia tahu temannya peduli, tapi Alarikh tetap tidak mau memberitahu alasan sebenarnya. Lagipula, dipanggil ke BK bukan hal baru dan menakutkan bagi Alarikh. Yang menakutkan itu kalau Zea punya pacar.

***

Zea hari ini membawa bekal, jadi dia dan Vanka tidak ke kantin saat jam istirahat. Lebih enak dimakan di kelas, tidak sesak, tidak berisik, tidak panas, intinya jauh lebih nikmat makan di kelas.

"Ze, gue lagi deket sama cowok." Vanka berucap sembari menyomot tumis kangkung dari kotak bekal Zea.

"Juki?" tanya Zea sembari menoleh, tentunya berhasil membuat Vanka berhenti mengunyah sesaat.

"Lo enggak usah ikut-ikutan ya Ze, nanti gue males nih cerita lagi," ancamnya lalu kembali menyendok nasi.

"Iya iya, becanda. Eh tapi kalau beneran juga enggak apa-apa sih Van, cocok gitu sama-sama ribut."

"Lo ih Ze! Seriusan enggak mau gue kasih tau? Lo yang pertama gue kasih tau padahal."

"Enggak usah ambekan kayak cewek gitu dong Van."

"Lo pikir gue apa?"

"Vanka. Apa lagi?"

"Zea Alifa, gue serius ini!" gemas Vanka yang hampir kehilangan selera bercerita. Zea hanya terkekeh sembari melanjutkan makannya. Melihat Zea yang sudah agak kalem dan tidak ngawur, barulah Vanka mau melanjutkan ceritanya.

"Gue lagi deket sama Rafa."

Zea yang hendak memasukkan sesendok nasi ke mulutnya mengurungkan niat. Siapa? Rafa? Teman sekelas mereka? "Rafa anak kelas ini?"

Never Started (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang