Jeno dan Juki yang melihat Alarikh sedang berada dekat dengan Zea mulai beraksi. Terlebih saat melihat Alarikh yang salah tingkah.
"Ekhem ekhem, aduh Jen beliin gue es pisang cepet!" celetuk Juki sembari menatap Alarikh penuh makna.
"Eh asli gerah banget sampai gemeteran gue."
"Lo gemeteran? Astaga, awas jatoh malu Jen, sini sini gue tangkep."
Setelahnya Jeno berpura-pura jatuh pingsan dan Juki dengan sigap menangkapnya. Astaga, menggelikan.
"Anjir belok!"
"Astaghfirullah gue ga liat!"
"Gue udah curiga sih."
"Geli anjir mending lo berdua shalat ya, tobat!"
"Dunia semakin tua sahabat."
Ya kurang lebih begitulah celetuk teman-temannya melihat tingkah dua cowok itu. Yang menjadi objek malah tertawa terbahak-bahak sembari menatap Alarikh yang sok tidak peduli dan sok serius. Hilih, sok jaim depan gebetan!
"Woy mau tau ga Alarikh suka sama siapa?!" ujar Juki random entah apa fungsinya.
Sh*t.
Alarikh hampir melempar benda di tangannya jika ia tidak ingat benda itu palu. Sekarang, semua tatapan tertuju padanya. Dasar Juki sialan!
"Ampun Arik sayang, becandaan kok jangan kayak mau makan orang gitu dong."
"Sini lo berdua!" Dengan santai, kedua cowok itu memenuhi perintah Alarikh untuk mendekat. Sekitar lima langkah lagi, dengan serempak mereka memutar arah dan berlari sekencang mungkin. Bahaya kalau benar mendekat. Bisa-bisa palu itu melayang dan mencecap jidat mulus bin aduhai milik Juki dan Jeno.
***
Hari sabtu.
Tidak ada jadwal sekolah, tapi sekolah masih ramai berkat ekstrakurikuler dan organisasi. Termasuk Zea di sana. Sebenarnya bukan kewajiban kelas akhir lagi untuk mengikuti ekstrakurikuler. Namun, Zea dan beberapa teman satu ekstranya hanya ingin melihat adik baru mereka. Sekadar berkenalan dan memantau jalannya ekskul.
Cewek itu duduk di pinggir lapangan futsal sembari menunggu Chika. Bukan karena Zea mau modus menonton cowok-cowok yang sedang latihan futsal itu, tapi Chika lah yang memintanya menunggu di sini. Lagipula dapat dikatakan di sini tempat paling ramai dari lingkungan lain.
Di sisi lain lapangan, Alarikh bersama Juki dan Jeno sedang asyik mengunyah snack. Sebenarnya mereka hanya bosan di rumah dan kebetulan futsal sedang ada jadwal latihan. Lumayan, tempat nongkrong gratis.
"Udah ya Rik, hari ini terakhir gue sama Juki traktir lo," ucap Jeno kesal karena merasa diporoti Alarikh. Iya, akibat mulut random Juki, Jeno juga harus menerima getahnya. Mereka harus traktir semua makanan dan minuman yang Alarikh mau sampai akhir minggu.
Sebenarnya kalau jajan Alarikh masih normal, Jeno dan Juki tidak akan masalah. Permasalahannya, Alarikh hampir tiap jam minta makanan. Setiap mereka protes, Alarikh pasti menjawab, 'Gue bukan morotin, tapi memanfaatkan peluang dengan baik dan benar'. Oke terserah Alarikh.
"Sedekah kok ada masa tenggatnya," ucap Alarikh menimpali.
"Sedekah pala lo!" Juki dengan suka rela menjitak kepala cowok itu, sampai bodoh bila perlu.
"Lo maksa Zea ke sini juga?" tanya Jeno yang melihat keberadaan Zea. Dengan cepat, cowok bernama Alarikh mengedarkan penglihatan seluas samudra sampai menemukan sosok pujaan hati. Oke lebay.
"Enggak. Apa dia ngikutin gue ke sini ya?" ujarnya antusias. Bukan hanya Jeno dan Juki, semut di atas pohon pun pasti akan meneriakkan hal sama.
"Halu!"
Sedetik kemudian bibir cowok itu maju beberapa senti. Iya juga, dia halu. Mana mungkin Zea ke sini hanya karena dirinya. Ah, persetan. Mau Zea ke sini karena dia atau bukan, Alarikh tetap harus caper.
Cowok itu berlari ke tengah lapangan, mengatakan kalau cara adik kelasnya bermain itu salah dan mengambil alih permainan. Hebat. Capernya mode on.
Zea yang tadi tiba-tiba mendengar suara Alarikh tentu terkejut. Dia mendongak, dan mendapati Alarikh yang sedang bermain di tengah lapangan. Tanpa sengaja, indranya menyapa kehadiran Jeno dan Juki jua.
Ponsel yang tadi selalu ditatap Zea terabaikan hanya dengan keberadaan satu cowok di tengah lapangan sana. Alarikh nampak serius bermain, dan permainannya tidak asal main. Terbukti dengan beberapa gol yang berhasil tercetak berkatnya. Jujur, melihat Alarikh berlari-larian di tengah lapangan itu ... membuat daya tariknya meningkat drastis. Sebagai cewek normal tentu Zea mengakuinya.
Tiba-tiba ia teringat kepingan-kepingan kejadian yang terjadi antara mereka belakangan ini. Entah Zea terlalu percaya diri, atau terlalu peka, atau memang benar adanya. Tapi Zea semakin yakin kalau Alarikh itu menyukainya.
Oke, mungkin terdengar menjijikkan dan terlalu percaya diri. Namun, tingkah Alarikh itu berbeda, aneh, dan kadang seperti salah tingkah setiap di dekat Zea. Ditambah sikap Jeno dan Juki yang seolah memperjelas semuanya.
Tapi, kenapa Zea? Bukannya tidak suka disukai oleh cowok tampan dan cukup terkenal seperti Alarikh. Justru itu titik masalahnya. Zea merasa tidak pantas, memangnya apa yang Alarikh lihat darinya? Cewek-cewek yang berada di dekat Alarikh itu, hampir semuanya cantik. Zea tidak mengatakan kalau dia jelek, beberapa orang pernah memuji Zea cantik, tapi kalau disandingkan dengan cewek di sekitar Alarikh, dia merasa bagai remahan rengginang.
Bukan hanya itu permasalahannya. Zea belum pernah dekat dengan siapa pun. Tepatnya, tiap ada yang berusaha mendekati, Zea seolah menghindar. Padahal bukan karena Zea tidak suka, Zea tidak pandai merespon, belum lagi kalau dia juga suka orang itu, groginya bukan main. Alhasil, kebanyakan cowok ya menyerah. Hahaha, kebanyakan? Zea sepertinya harus menemui dokter, banyak dari mananya. Dia tidak seterkenal itu, kok.
"Oy Ze, udah lama?" Akhirnya Chika tiba juga. Jadi, Zea tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu. Belum lagi terus-terusan melihat Alarikh, bisa-bisa dia jadi menyukai cowok itu.
"Lumayan lah."
"Hehe, sorry tapi kayaknya lo betah di sini. Liatin siapa?"
"Liatin siapa apaan sih, gue nungguin lo yang bener!"
Bukannya mendengarkan Zea, tatapan Chika malah berpendar meneliti setiap cowok yang berada di lapangan. Ah, masa iya Zea fokus nonton adik kelas? Rasanya tidak mungkin mengingat orang itu adalah Zea Alifa.
Ah, ketemu.
"Alarikh, kan? Ngaku lo!"
Tenang Zea, jangan sampai terciduk. Dia menggeleng santai dan menampilkan wajah seolah meminta Chika berhenti bertingkah konyol.
Namun, bukan Chika namanya jika tidak berisik dan usil. Cewek itu dengan semangat berteriak sembari melambaikan tangannya.
"Woy Alarikh semangat!"
Sial. Zea yang malu. Ketika Alarikh menoleh, Zea hanya membalas senyum cowok itu kikuk sembari menyeret lengan Chika sebelum ia bertindak lebih konyol.
Zea tidak tahu. Tidak tahu kalau ada cowok yang jadi senyum-senyum tidak jelas bak orang gila hanya karena senyuman kikuknya. Untuk beranjak dari tengah lapangan saja ia tidak mampu. Senyuman itu sungguh berarti baginya.
Yes. Capernya kali ini berhasil!
(((-)))
Haloo, aduhh aku lupa up kemaren, cape bgt soalnya abis pmbj😔
Oke dehh sampai jumpa lagi hari senin
One n only Byun Baekhyun's girl

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Started (Complete)
Teen Fiction-Mereka lupa, kalau syarat suatu hubungan itu saling menerima kekurangan- ---------------------------------------------------- Kisah klise tentang cinta monyet anak SMA. Tentang bagaimana semua rasa suka Keenan Alarikh dipertunjukkan. Tentang bagaim...