Selamat hari senin dan selamat membaca❤
(((-)))
Hujan.
Enak sih, jadinya jam kosong, tapi suara cewek-cewek kecentilan di depan sana menghilangkan nikmatnya jam kosong. Iya, kecentilan. Goda-godain cowok siram-siram air hujan giliran disiram balik malah marah dengan suara cempreng. Suaranya dibuat-buat lagi, bagaimana Zea tidak membencinya.
Ketiga teman Zea ini juga. Ke toilet berjamaah, tidak mengajak dirinya pula. Alhasil Zea hanya diam di dalam kelas menatap hujan. Ia tidak duduk di atas kursi, melainkan meja. Zea suka duduk di atas meja, tapi kata gurunya tidak sopan. Ya tapi tetap Zea lakukan, dasar bebal.
Air hujan sesekali menampar jendela kaca saat terbawa angin. Pohon meliuk mengikuti irama, menjatuhkan daunnya yang tidak kuat sekadar bergelayut di ranting.
Perlahan, berisik di luar teredam oleh lamunan. Zea dengan pikirannya menatap hujan di luar sana.
***
Alarikh tadinya hanya ingin main air bersama Jeno dan Juki, tapi rombongan Maya, teman sekelasnya malah ikut nimbrung. Sebenarnya tidak masalah, tapi terkadang Alarikh tidak tahan juga dengan suara melengking mereka.
Ah, sudahlah. Kasian kalau tidak diladeni. Cowok dengan baju seragam dibuka menampilkan kaus hitam di dalamnya itu berseluncur di lantai yang licin akibat tergenang hujan. Membuat cewek-cewek yang hampir tertabrak teriak. Salah sendiri menghalangi jalannya.
"Rik mau ikutan enggak?" panggil Juki membuat kakinya melangkah menghampiri.
"Ngapain?" tanya Alarikh sesampainya di sana. Lewat ekor mata, Alarikh tidak sengaja melihat keberadaan Zea di dalam kelas. Cewek itu sendirian, tidak ada teman-temannya. Apa suara Maya dan yang lain mengganggu?
"WOY JENO BALIKIN IKAT RAMBUT GUE!" Tuh, kan. Baru juga dibilangin, Maya sudah berteriak saja. Alarikh melirik Zea, dan ya. Cewek itu nampak risih mendengar teriakan Maya barusan.
"Ga usah teriak-teriak juga kali May," ucap Alarikh kemudian.
"Dih, kenapa emangnya? Ini hujan, mau gue teriak sekencang apa pun enggak akan didenger guru." Maya menarik ikat rambutnya dari Jeno ketika cowok itu lengah. "Lagian wajar kali Rik cewek teriak-teriak."
"Lo berisik," timpal Alarikh masih tidak mau kalah.
"Ya biarin, siapa yang keberatan sini?!"
"Gue!"
"Ya udah sana pergi jauh-jauh sampai suara gue enggak kedengeran lagi."
"Kok malah ribut sih? Jadi enggak nih mainnya?" sela Juki yang merasa adu mulut ini akan panjang jika tidak dicegah.
"Main apaan sih?"
"Udah ikut aja Rik, kan ada gue!" Jeno merangkul lengan Alarikh membuat Maya dan teman-temannya berseru jijik.
"Nanti game-nya dijelasin Maya, terus yang kalah dimandiin air hujan, setuju?" terang Juki.
"Mandi air hujan? Gila lo ya?" Alarikh menyahut keberatan.
"Cowok bukan? Masa sama air hujan aja takut! Ini tuh jam terakhir, enggak akan ada guru yang masuk lagi." Maya memanas-manasi. Dia masih tidak terima karena tadi Alarikh bilang dia berisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Started (Complete)
Teen Fiction-Mereka lupa, kalau syarat suatu hubungan itu saling menerima kekurangan- ---------------------------------------------------- Kisah klise tentang cinta monyet anak SMA. Tentang bagaimana semua rasa suka Keenan Alarikh dipertunjukkan. Tentang bagaim...