"Gila tinggi banget, kalau di situ mana gue sampai!" keluh Zea melihat kotak pensilnya yang terletak di atas lemari kayu yang di atasnya ada tumpukan buku, lalu ada globe, dan kotak pensil Zea diselipkan antara globe dengan dinding. Masalahnya, lemarinya saja sudah tinggi, dan kalau dilihat-lihat kotak pensil Zea hampir menyentuh langit-langit.
"Duh Ze, mana enggak ada anak cowok lagi yang bisa diminta tolong, nanti aja ya habis istirahat?" ucap Khansa sembari memerhatikan sekitarnya yang sudah sepi. Ada yang ke musholla, kantin, atau tempat-tempat lain karena sekarang sudah jam isoma.
"Iya Ze ntar aja habis istirahat sekalian gue pengen tau siapa yang taruh di situ, jahat banget sih." Vanka ikut berkomentar.
"Ya udah deh nanti aja," pasrah Zea yang memang benar-benar tidak tahu harus bagaimana mengambilnya.
"Musholla terus kantin kuy! Isi tenaga buat demoin siapa yang usil sama kotak pensil Zea," seru Wanda penuh semangat.
***
"Buruan Juki pakai sepatu aja lelet!" omel Jeno yang sudah selesai sejak tadi.
"Sabar ngapa, lagian setan banget sih lo ga betah lama-lama di musholla," celetuk Juki sembari mengikat tali sepatunya. Iya, mereka baru selesai shalat zuhur, aduh tumbenan.
"Gue laper ya bukan ga betah di musholla, lagian kalau dihitung sehari masih rajinan gue shalat dari lo."
"Eh eh eh bebeb lo tuh Rik!" Juki mengabaikan kicauan Jeno kala melihat Zea beserta ketiga temannya yang baru keluar dari musholla juga. Pintu keluar masuk putra dan putri berbeda, jadi Alarikh sedikit kecewa karena hanya bisa melihat dari kejauhan.
Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepalanya. Satu sepatu Juki yang belum terpasang sempurna dilepas paksa dan dilempar sampai melewati Zea dan teman-temannya. Tentu saja sang pemilik berteriak tidak terima.
"Arik lo apa-apaan sih, ambil nggak?! Ambil!" pekiknya kesal karena harus mengulang lagi simpul tali sepatunya. Jeno meringis, makin lama saja dia ke kantin kalau begini.
Yes, berhasil.
"Ogah ambil aja sendiri." Alarikh sok menolak, padahal memang rencananya agar Juki memaksa untuk mengambil sepatu itu dan dia setidaknya bisa berpapasan dengan Zea.
"Oke oke seperempat aja balikin duitnya."
"Heh lo kok gitu sih, Juk?!" protes Jeno yang merasa dirugikan.
"Deal!" Padahal tadinya Alarikh tidak kepikiran akan hal itu, tapi untunglah. Sambil menyelam, sambil minum air. Cowok itu melenggang santai menuju sepatu Juki yang mental cukup jauh. Di belakang mengekor Jeno yang tentunya sedang mengajukan protes.
"Woy Arik enak aja seperempat, setengah!"
"Arik!"
"Astaga intinya bagian gue jangan dipotong itu bagian Juki aja yang lo potong."
"Ar--"
"Ngapain lo ke pintu cewek?" tanya Vanka begitu dua cowok itu tertangkap indranya.
Ohh, Jeno baru mengerti. "Hai Jopan, bagi bekal dong duit gue habis buat traktir Arik minggu kemarin," ucapnya sembari mendekati Alarikh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Started (Complete)
Teen Fiction-Mereka lupa, kalau syarat suatu hubungan itu saling menerima kekurangan- ---------------------------------------------------- Kisah klise tentang cinta monyet anak SMA. Tentang bagaimana semua rasa suka Keenan Alarikh dipertunjukkan. Tentang bagaim...