Gue nggak tahu apa yang ada di otak gue sampe berani-beraninya bilang suka sama Kim. Semuanya terjadi begitu aja.
Tapi kalau dipikir lagi, gue nggak nyesel sama sekali. Mungkin emang hal ini terjadi karena spontanitas aja, tapi gue yakin kalo gue serius sama ucapan gue. Gue nggak pernah main-main, apalagi narik omongan gue.
Alright, here we go, Ran. Right timing won't be exist if you wouldn't make it.
"Lo.. apa?"
Seharusnya gue tahu kalau Kim nggak akan mencerna omongan gue dengan mudah. Makanya gue perlu ngomong sejelas-jelasnya biar dia paham dan nggak kebingungan kayak sekarang.
"Gue suka sama lo," gue berhenti sejenak, biar bisa merhatiin ekspresi wajahnya, "Sebenernya gue nggak ngerencanain hal ini dalam waktu deket, apalagi di tempat yang kayak gini, dalam keadaan kotor dan keringetan pula. Tapi gue udah nggak bisa diem-diem terus sementara lo ada di sekitar gue. Gue nggak suka lihat lo sedih gini, Kim, hidup lo masih panjang dan berharga. Gue cuma pengin lo tahu kalau lo selalu punya orang-orang yang pengin lihat lo bahagia. Salah satunya, gue."
Kim mengerjap. Kali ini gue bisa lihat kalau dia lagi kebingungan, sekaligus terharu. Kelihatan dari matanya yang mulai berkaca-kaca. Walau begitu gue masih bisa ngelihat binar matanya yang selalu kelihatan hidup pas dia lagi antusias.
Ijinkan gue ge-er sebentar. Kim beneran lagi antusias kan? Which is mean, dia juga suka sama gue. Iya nggak, sih?
"Omongan lo barusan, sama persis dengan omongan Agha di mimpi terakhir gue waktu itu."
Agha? Oh, itu nama mantan suaminya.
Wait, apa dia emang bisa disebut mantan suami? Mereka nggak pernah cerai, kan?
Tapi kalau disebut 'suami', rasanya aneh aja. Gue jadi berasa naksir bini orang. Ya walaupun sebenarnya Kim sekarang udah single.
"Omongan yang mana?"
"Supaya gue hidup bahagia. Semua orang bilang begitu, termasuk Agha. Sekarang lo."
"Ya bagus dong, Kim. Itu artinya orang-orang peduli sama lo."
"Memangnya gue semenyedihkan itu?"
Gue tersenyum kecil, "Di mata orang lain, mungkin iya. Tapi di mata gue, nggak. Lo emang kelihatan sedih, tapi itu nggak bikin lo jadi menyedihkan."
Kim diam sejenak, kelihatan lagi mempertimbangkan sesuatu, "Ran, gue ini janda."
Gue otomatis mengangkat alis, "Ya, terus?"
"Kok bisa sih lo suka sama gue?"
"Karena lo cantik."
Dia berdecak, "Ran, please. Itu bukan jawaban karena lo jelas bisa nemuin cewek yang lebih cantik dari gue."
Gue terkekeh, "Tapi lo cantiknya emang natural, Kim. Beda aja gitu. Gue awalnya tertarik sama lo emang karena itu kok."
Kim nggak merespon, dia justru membuang pandangannya demi menghindari tatapan gue. Gue yakin banget dia lagi salah tingkah. Hehehe.
"Awalnya begitu. Terus tingkah lo juga gemesin, bikin gue jadi betah lama-lama ada di deket lo."
Dia masih nggak berani natap mata gue, jadi perlahan gue sentuh pipi kanannya dan membawanya kembali natap gue. Anak-anak rambut yang berseliweran oleh angin gue sampirkan di telinganya. "Look. Gue udah tahu lo pernah married bahkan sebelum gue nganterin lo ke makam suami lo waktu itu. Tapi itu nggak bikin gue mundur, Kim, karena gue selalu tahu apa yang gue mau. Gue suka lo, gue maunya sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelove Streaming
RomanceAku pernah sangat mencintai karirku. Pergi pagi pulang malam, lembur, sering membawa pekerjaan ke rumah hingga diopname selama seminggu pun nggak pernah membuatku jera. Kalau hal-hal menyangkut diriku saja nggak pernah kuambil pusing, kenapa aku har...