BAB 21 - Kim: Perasaan

260 39 8
                                    

Manhattan keren banget, melebihi ekspektasiku. Tiga hari menghabiskan waktu di salah satu kota tersibuk di dunia ini membuatku sangat puas. Aku nggak hanya dimanjakan oleh pemandangan lautan sewaktu duduk di taman Liberty Statue, tapi juga berbagai kuliner yang bisa aku temukan di setiap sudut kota.

Baiklah, sekarang lupakan sejenak euforia Manhattan, karena saat ini kami sedang dalam perjalanan ke bagian negara ini yang disebut sebagai tempat paling cerah di dunia.

Yup, Arizona.

Setelah pesawat kami mendarat di Phoenix satu jam lalu, kami berempat melanjutkan perjalanan menggunakan mobil sewaan ke Page, salah satu kota besar di wilayah ini.

Ran mengajak kami mengunjungi salah satu keajaiban alam yang paling indah dan menjadi destinasi favorit turis asing, terutama fotografer dan vlogger seperti dirinya. Aku sih, oke-oke aja. Aku yakin Ran sudah sangat expert dalam urusan travelling dan semacamnya.

Selama perjalanan darat ini aku nggak bisa berhenti tersenyum, mengagumi pemandangannya yang terbentang di sepanjang perjalanan. Persis seperti gurun, yang ada di film-film Amerika yang pernah kutonton. Semuanya sama. Tapi ini jauh lebih indah karena yang ada di hadapanku ini nyata.

"Bang, AC-nya nggak nyala, ya?" Tanya Acha.

"Nyala, kok." Sahut Ran.

"Masa? Panas banget sumpah."

Aku melirik Acha yang sibuk mengibaskan blusnya. Peluh yang mengalir di sekitar pelipisnya cukup menunjukan kalau dia memang lagi kepanasan.

Kudengar Ran berdecak, "Ngeluh aja, sih. Kalo di Arizona emang kayak gini cuacanya."

"Nggak usah ngajak ribut, deh, Bang. Acha lagi kepanasan nih. Mudah emosian."

Ran lagi-lagi berdecak. "Nggak panas aja suka emosian."

"Ih, abang!"

"Sabar ya, Cha. Tadi aku cek emang cuaca hari ini agak esktrim. Kamu mau aku kipasin?" Tawar Ardi.

"Nggak usah. Gimana mau ngipasin, kamu kan duduk di depan." Acha tiba-tiba menoleh padaku dan tampak kaget, "Mbak Kim udah mandi keringet gini, kok nggak bilang-bilang?"

Aku tersenyum, "Nggak apa-apa, Cha. Masih bisa ditahan."

"Bukannyo lo yang keringetan dikit aja ngeluh." Ran menyahut, membuat Acha mendelik kesal.

"Abang, ini namanya jujur. Mendingan mana gue ngomong kepanasan, daripada gue diem-diem tapi mendadak pingsan?"

"Mending pingsan aja biar lo nggak bawel."

Acha mendengkus, "Jahat banget lo jadi abang." Sementara Ran cuma terkekeh pelan sambil fokus dengan kemudinya.

"Bentar lagi nyampe Antelope Canyon. Sabar ya, sayang." Ujar Ardi kemudian, menenangkan Acha.

"Iya, deh."

Kudengar Ran kembali berdecak, "Giliran dipanggil 'sayang' aja mingkem."

"Biarin. Daripada abang, betah jomlo cuma gara-gara ditinggal selingkuh."

Eh?

Ran ditinggal selingkuh? Masa, sih?

Aku memang nggak bisa lihat ekspresi Ran saat ini karena dia duduk di kursi pengemudi yang ada di depannku. Tapi aku yakin, keterdiaman Ran begitu Acha mengatakan hal barusan sudah membuatnya terusik.

Travelove StreamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang