Ran rupanya membohongiku saat dia bilang Overseas Highway bisa dilalui dengan jalan kaki sambil bersantai atau naik sepeda. Kenyataannya? Overseas Highway bukan hanya sekadar 'jembatan' yang menjadi penghubung beberapa pulau populer, tapi juga jalan raya sepanjang 110 mil!
Astaga, bisa-bisa aku mati muda kalau menyeberangi jembatan sepanjang 110 mil ini dengan jalan kaki.
"Gue pikir lo langsung googling pas gue kasih tahu tempat-tempat yang bakal kita datengi." Ujar Ran begitu dia menghentikan tawanya.
Aku mendengus sebal. "Gue percaya aja sama lo, Ran. Lagian gue emang sengaja nggak googling, biar surprise."
Ran lagi-lagi tertawa. "Indeed, I just surprised you, right?"
Sejujurnya aku memang kesal, tapi entah kenapa melihat tawa ran yang seperti ini malah membuatku nggak merasa kesal-kesal amat. Berbeda rasanya ketika melihat tawa Kailand yang memang sering ditujukan untuk meledek, tawa Ran justru kelihatan lepas dan sama sekali nggak bermaksud meledekku. Maksudku, Ran tertawa karena memang ini sesuatu yang lucu, bukan sesuatu yang bisa digunakan untuk mengolok-olokku.
Ah, entahlah. Sepertinya aku sudah meracau nggak jelas.
"Sorry, Kim. Gue iseng doang, kok."
"Apa lagi yang lo isengin ke gue?"
"Nggak ada, Kim. Beneran cuma itu doang."
Aku memicing, "Yakin? Kayaknya gue emang harus googling, deh."
"This time you can trust me. Tapi kalo lo emang ragu, ya lo boleh googling."
"It's okay."
Kuhela napas perlahan, lalu berpaling ke jendela mobil demi melihat indahnya laut biru yang membentang luas di bawah Overseas Highway ini.
Sekitar jam 7 pagi tadi kami bersiap menjalankan jadwal kegiatan hari pertama. Awalnya aku memang sudah cukup heran karena menemukan mobil sewaan di resort tadi, alih-alih sepeda. Tapi aku berpikir kalau mobil ini bisa saja hanya mengantarkan kami ke tempat penyewaan sepeda.
Namun rupanya aku salah, mobil yang dikendarai Ardi ini justru terus melaju hingga berpuluh-puluh menit kemudian. Itu sebabnya ketika kami mulai melintasi jalan yang di sisi kanan dan kirinya ada lautan luas, aku bertanya pada Ran yang duduk di sampingku.
Dan begitulah aku mendapatkan jawabanku.
"Kim, lo nggak marah sama gue, kan?"
Aku memalingkan wajahku pada Ran, dan melihat tatapan khawatir di mata cokelatnya. Ya ampun, aku baru sadar kalau dilihat dari jarak yang lebih dekat dan di tempat seterang ini, iris matanya menjadi cokelat terang.
"Kim?"
"Nggak, Ran. Gue cuma agak kesal, but it's alright."
"Beneran?"
Aku menggangguk. "Iya."
"Lo lebay amat sih, Ran. Kim udah bilang nggak apa-apa gitu." Celetuk Ardi.
"Iya, nih, lebaynya kumat." Acha kemudian mengalihkan tatapannya padaku, "Maafin Abang ya, Mbak, dia emang suka iseng gitu, sih. Acha aja sering diisengin Abang sama Bang Rei."
"Yee, curcol dia." Balas Ran.
"Biarin. Biar Mbak Kim tuh tahu kalo Bang Ran nggak se-adorable kayak di depan kamera."
Kalau disuruh menyebutkan hal apa saja yang membuatku menikmati perjalanan bersama Ran, Acha dan Ardi, jelas perselisihan dua bersaudara ini menjadi salah satunya. Bukan apa-apa, tapi perselisihan mereka lebih banyak lucunya daripada bersitegang begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelove Streaming
RomanceAku pernah sangat mencintai karirku. Pergi pagi pulang malam, lembur, sering membawa pekerjaan ke rumah hingga diopname selama seminggu pun nggak pernah membuatku jera. Kalau hal-hal menyangkut diriku saja nggak pernah kuambil pusing, kenapa aku har...