Siang ini Ran lebih dulu tiba di Olivers', restoran dengan interior yang kelihatan cozy dan classy. Dindingnya bermotif garis vertikal dengan warna abu muda, senada dengan bangku-bangku yang didominasi warna abu polos tanpa motif serta material kayu-kayuan yang membuat kesan elegan sekaligus alami. Restoran ini juga menjadi lebih classy dengan lampu kristal besar yang menggantung di bagian tengah ruangan, serta lampu-lampu klasik yang menempel di beberapa sudut. Plus, ada beberapa lemari yang dipenuhi buku-buku.
Baiklah, sampai sini aku mengerti kenapa restoran ini cukup ramai dan didominasi oleh anak muda hingga karyawan kantoran.
"Sorry, tadi jalanan padet banget."
Aku duduk di hadapan Ran, yang kelihatan fresh dengan kaus polo navy dan baseball cap yang dipakai terbalik.
Dia tersenyum lebar. Beberapa kali bertemu dengannya, bisa kuketahui kalau senyuman lebarnya itu memang sudah menjadi ciri khasnya yang ramah dan supel. "It's okay. Gue juga belum lama nyampe, kok."
Aku mengangguk. "Ini dokumen-dokumen yang lo minta. Coba lo cek dulu." Aku menyerahkan map plastik yang kubawa pada Ran.
Ran pun mengambilnya dengan kekehan kecil. "Lo emang kayak gini, ya, Kim?"
Aku mengangkat alis, "Maksudnya?"
"Ya.. nggak bisa basa-basi gitu. To the point banget, padahal lo baru aja nyampe. Ambil napas dulu kek, pesen minum dulu kek, atau kalo capek lo tidur dulu sekalian." Selorohnya.
Aku nggak bisa untuk nggak tersenyum. Cara penyampaian protesnya itu santai tapi aku tahu dia serius. "Sorry, gue takut kelupaan ntar."
Ran mengangkat kedua lengan kekarnya ke atas meja, lalu menyilangkannya di depan dada. "Kim, we still have much time. Nggak mungkin juga kelupaan karena gue pasti ngingetin. 'cause it's the point of our meeting today."
Aku mengangguk, nggak tahu apa lagi yang harus kukatakan, "Sorry."
Ran menyeringai, "Stop saying sorry, lo udah tiga kali bilang maaf dalam sepuluh menit terakhir."
Oh, ya? Aku nggak sadar. Tapi aku cukup takjub karena Ran memperhatikan apa yang kuucapkan. "Sorry."
Dia tertawa, "Empat kali, Kim. Lo nggak niat bilang maaf sepanjang hari ini, kan?"
Refleks aku membungkam mulutku. Ya ampun, sejak kapan aku jadi suka bilang maaf berkali-kali seperti ini? Apa karena aku gugup?
"Nggak, Ran." Aku menunjukkan cengiran malu, lalu buru-buru mengambil buku menu yang ada di samping meja ini. "Pesan dulu, Ran. Gue laper."
Ran nggak menyahut, tapi bisa kulihat dari sudut mataku kalau dia menyeringai geli, lalu berinisiatif memanggil pelayan restoran.
"Saya pesan nasi bakar buntut balado sama fruit punch, ya, Mbak." Katanya langsung pada si pelayan.
Aku mengerjap, jelas sekali Ran sudah sering makan di sini.
"Lo pesen apa, Kim?"
"Hmm.. itu.." aku kembali pada buku menu dan membolak-baliknya, "Saya chicken cordon bleu, Mbak. Minumnya... Marquisa squash."
"Baik, Mbak. Ada tambahan lagi?"
"Cukup, Mbak." Jawabku. Ran juga menjawab hal yang sama.
Pelayan itu lantas mengambil kembali buku menu sebelum akhirnya meninggalkan kami.
"Jadi... ini hard copy itinerary trip kali ini."
Ran menaruh beberapa lembar kertas yang sudah di-staples di hadapanku. "Soft copy-nya udah gue kirim via whatsapp. Coba lo cek, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelove Streaming
RomansaAku pernah sangat mencintai karirku. Pergi pagi pulang malam, lembur, sering membawa pekerjaan ke rumah hingga diopname selama seminggu pun nggak pernah membuatku jera. Kalau hal-hal menyangkut diriku saja nggak pernah kuambil pusing, kenapa aku har...