•BAGIAN KELIMA•

5.2K 235 7
                                    

Selamat membaca!

▪▪▪▪▪

"Lo itu bodoh atau gimana sih?"

Suara seseorang menganggetkanku. Aku membalikkan badan ke arah datangnya suara. Aku membulatkan mataku.

"Ra---raga?"

Di belakang sana tidak jauh dari tempatku berdiri terdapat Raga yang masih menaiki motornya.

Astaga, kenapa Raga bisa sampai di sini. Ataukah dia memang sengaja mengikutiku. Apa pun alasannya yang jelas Raga saat ini sudah sampai di depanku. Raga turun dari motor dan meletakkan helmnya lalu  berjalan ke arahku.

"Kenapa?" Kepalaku mendongak melihat ekspresinya.

"Kamu sengaja ngikutin aku ya?" tanyaku sekali lagi. Aku tahu aku sangat geer dengan hal ini, tapi kan bisa jadi benar tebakanku.

Raga mengangkat sebelah alisnya.

"Gue cuman mastiin lo baik-baik aja---" ucapnya menggantungkan kalimat. Raga tampak berpikir.

"--Lo tahu? Lo kerja di tempat gue, jadi keselamatan lo tanggung jawab gue."

Tanggung jawab? Bahkan ini sudah diluar jam kerja bukan. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan Raga yang menarik kuat tanganku.

Eits-- kenapa bukan ke arah motornya?
Aku terus mengikuti langkah cepat Raga dengan tanganku yang masih digenggamnya atau malah ditarik.

Setelah sampai di depan warung sate akhirnya Raga menghempaskan cekalan tangannya.

"Pesen," ucapnya melirik ke arah penjual sate yang sedang sibuk membakar beberapa sate.

Tanpa ba bi bu aku segera memesan untuk bapak, ibu dan Abdul di rumah. Tidak lupa aku sendiri jugan pesan. Kapan lagi coba ditraktir seperti ini. Tapi kok Raga bisa tahu kalau aku sedang pengin sate ya. Setelah Raga membayar sate yang ku pesan tadi, dia memaksa untuk mengantarku pulang.

Sebenarnya aku sempat takut  jika Raga mengantarkanku pulang ke rumah. Aku bukan malu dengan bentuk rumahku yang sangat sederhana dan lingkungan daerah rumah yang masih jalan setapak tapi aku takut jika ada siswa di sekolah yang melihat kami saat ini. Raga tentu tidak akan kena imbasnya tetapi jelas aku yang akan jadi bahan olokan nanti.

Setelah dengan sedikit paksaan akhirnya motor yang dikendarai Raga sudah sampai di depan rumahku. Mendengar suara motor, Abdul keluar rumah untuk memeriksa apakah ada tamu yang datang. Aku segera menghampiri Abdul dan memberikan kantong plastik yang berisi sate tadi.

Untungnya Abdul menurut, ia segera masuk   ke dalam rumah. Aku memutar badanku ke arah Raga. Matanya menelisik rumahku.

Akh, aku jadi merasa malu.
Aku berjalan ke arah Raga.

"Makasih ya untuk satenya dan udah nganter aku pulang," ucapku sambil tersenyum.

Yah aku harus berterimakasih bagaimanapun dia telah mengantarku pulang dan membelikan sate.

Aku mengernyitkan dahi saat melihat responnya. Raga justru tertawa, memang ada yang salah dengan ucapanku?

"Siapa yang bilang kalau gue ngasih secara gratis. Itu gue anggap sebagai hutang--tapi untuk nganter lo ini gue anggep gratis. Kasian kan nggak mampu," ucapnya merendahkanku. Mendengar perkataannya aku langsung membelalakkan mataku.

Setelah mengatakan kalimat rendahannya, Raga segera memakai kembali helmnya dan melajukan motornya menjauhi rumahku.

Tanganku mengepal dengan erat. Kuku-kuku jariku memutih. Aku ingin marah kepada Raga karena telah merendahkanku tapi aku tidak mampu. Aku tidak punya kedudukan atau pembelaan karena pada dasarnya aku memang benar apa yang dikatainya.

DEAR RAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang