Selamat Membaca.
▪▪▪▪▪
"Aaa"
Dengan cepat Kinan menerima suapan dariku. Senang rasanya melihat anak kecil lahap makan. Biasanya banyak sekali anak kecil yang susah makan tapi syukurnya adik Raga ini sama sekali tidak susah makan. Anaknya juga tidak rewel.
Untuk masalah Raga, entahlah dari waktu istirahat tadi sampai saat ini aku tidak lagi bertemu dengan dia. Males juga harus ketemu sama manusia modelan kayak dia.
Tidak seperti kemarin, hari ini setelah aku datang ke rumah Raga, bibi langsung memberiku makan. Sudahlah lupakan,itu sudah kejadian kemarin.
Aku mengelap sisa makanan yang belepotan di bibir Kinan menggunakan tisu. Sejauh ini yang ku lihat Kinan anak yang penurut. Bahkan dirinya jarang rewel, mungkin sudah terbiasa di tinggal kedua orang tuanya.
Pintu kamar Kinan tiba-tiba terbuka. Di sana terpampang Raga masih dengan menggunakan seragam sekolah. Kinan langsung merangkak ke arah Raga. Omong-omong Kinan memang belum bisa berjalan.
Raga langsung menangkap Kinan dan membawa dalam gendongannya. Entah kenapa matanya dari tadi menatapku dengan sinis. Memang aku salah apa? atau dia masih dendam tentang di sekolahan tadi?
Raga tidak berbicara sepatah kata pun kepadaku dan langsung pergi membawa Kinan. Aku sih bodo amat lah ya, sekarang waktu ku untuk istirahat. Aku berjalan ke arah sofa di pojokan kamar lalu merebahkan diriku di situ.
Ah, nyaman sekali. Kapan ya kira-kira terakhir kali aku dapat duduk nyaman seperti ini. Entah saking nyamannya atau aku saking ngantuknya, yang jelas mataku pelan-pelan mulai terpejam. Aku tidak menyadari kalau ternyata aku ketiduran mungkin cukup lama.
Dengan kasarnya seseorang menepuk lenganku. Aku spontan langsung terbangun dari tidur nyenyakku. Beneran deh kalau tidak ingat tempat gitu mungkin sudah ku marahi orang yang berani mengganggu tidurku tapi ya jelas ini beda kondisi. Aku mengucek mataku dan melihat siapa orang tersebut. Ku lihat Raga berdiri di depanku dengan tangan bersedekap. Aku melirik ke arah jam yang tertempel di dinding. Astaga bahkan hampir magrib.
"Enak ya, di suruh ngurus Kinan malah enak-enakan tidur."
Raga berujar dengan nada sinis. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Kalau dipikir-pikir emang salahku juga sih. Aku bangkit dan membenarkan posisi dudukku.
Tiba-tiba Raga melemparkan buku ke arahku. Apa-apan ini maksudnya? Aku mendongak, menatap Raga.
"Kerjain PR gue!"
Aku melototkan mataku, heh! apa katanya tadi,mengerjakan tugasnya? enak aja asal merintah. Sebelum aku mengeluarkan protesan, Raga sudah terlebih dahulu menyela.
"Hitung-hitung itu pengganti tugas lho yang malah asik tidur daripada jagain Kinan," ucap Raga sambil merebahkan dirinya di karpet dan menyandarkan tubuhnya di sofa.
Mau tidak mau aku harus mengerjakan tugas rumahnya. Ya mau bagaimana lagi kalau tidak ku kerjakan pasti Raga akan mengeluarkan amukannya, dan jelas aku tidak ingin. Dia kalau marah itu omongannya nyelekit banget.
Dengan terpaksa akhirnya aku mengerjakan tugasnya. Aku ikut merebahkan diriku di sampingnya yang sedang melihat acara talkshow.
Untung saja tugas rumah Raga sudah pernah dibahas sebelumnya di kelasku jadi untuk menyelesaikannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Sedang fokus-fokusnya mengerjakan, tiba-tiba perutku berbunyi.
Aish, malunya itu lho. Aku menutup wajahku dengan buku. Beneran deh malu banget. Raga melirik ke arahku, wajahnya masih datar kayak tripleks. Dasar, rasa kemanusiaannya itu di mana sih, sudah tahu aku laper malah masih diem aja. Aku yang hanya bekerja dengan dia kan juga tidak mungkin minta makan.
"Ayo."
Aku mengalihkan fokusku dari deretan angka di buku ke arah Raga. Ayo kemana maksudnya. Aku mengerniytkan dahiku. Bukan mau sok polos sih tapi aku tidak mau geer terlebih dahulu kalau Raga ingin mengajakku makan.
"Ck, makan," ucapnya lalu beranjak dari duduknya dan melangkahkan pergi dari kamar.
Tanpa disuruh, aku langsung berjalan mengikuti Raga di belakangnya. Langkahnya berhenti di meja dapur. Di sana sudah terdapat bibi yang sekiranya sedang memasak. Mataku melirik ke kanan dan kiri mencari keberadaan Kinan.
Ah syukurlah, ternyata Kinan sedang main di ruang tamu. Aku tersenyum sambil melihatnya. Kinan sangat anteng walaupun bermain sendiri.
"Bi, siapin makan buat dia," ucap Raga tanpa melirikku.
Aku menggeram menahan emosi.
Sabar...
Sabar...
Sudah menjadi resiko...
Setelah mengatakan hal tadi, Raga berlalu meninggalkan aku dan bibi. Raga berjalan menghampiri Kinan yang sedang bermain boneka. Tidak membutuhkan waktu yang lama akhirnya bibi mempersilahkan aku untuk makan. Sedikit menghilangkan malu aku pun akhirnya memakan suap demi suap nasi ke dalam mulutku.
Nikmat makan saat benar-benar kelaparan itu luar biasa walau sekalipun itu bukan makanan yang mewah. Entah lah aku merasa hari ini mudah sekali lapar. Saat sedang hikmat-hikmatnya makan, terdengar suara agak bising di ruang tamu. Aku diam-diam melirik ke arah sana. Seorang laki-laki dan perempuan berpakaian khas orang kantoran muncul di balik pintu yang disambut wajah bahagia Kinan.
"Ma---ma-ma."
Aku tersedak makanan kala mendengar suara Kinan memanggil wanita itu Mama. Bibi yang sedang tidak jauh dari ku langsung buru-buru mengambilkan segelas air dan memberikannya kepadaku.
"Aduh Tar, kamu nggak apa-apa?" tanya bibi dengan raut wajah khawatir sambil mengelus punggungku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku menjawab pertanyaan bibi. Bisa gawat tidak ya kalau kedua orang tua Raga tahu jika anak kurang ajarnya itu memperkerjakan ku untuk merawat anaknya. Yah, secara aku masih anak SMA dan pasti mereka berpikir aku tidak tahu apa-apa tentang cara merawat anak kecil. Tapi jujur kok aku ini lumayan bisa merawat anak kecil. Dulu waktu Abdul masih bayi juga aku yang merawatnya ketika bapak dan ibu pergi bekerja.
"Mereka siapa Bi?" tanyaku penasaran.
Ku lihat bibi menghela nafas.
"Mereka itu orang tua Den Raga sama Non Kinan, Tar."
Baru ingin berbicara, tiba-tiba suara seseorang menyelaku.
"Dia siapa Bi?"
Aku mengalihkan pandanganku ke arah mamanya Raga. Yap, orang yang bertanya itu adalah mamanya Raga. Ku lihat raut wajahnya yang terkesan biasa saja, tidak ada ekspresi berlebihan seperti yang ku bayangkan.
Bibi ingin menjawab namun suara Raga terlebih dahulu menjawab. Semoga saja dia tidak berbicara yang aneh-aneh.
"Dia yang rawat Kinan, Mah." ucap Raga dengan santainya. Aku langsung berdiri dari dudukku.
Aku menunduk, itu jelas. Tanganku saling bertaut untuk mengungkapkan kegelisahanku. Mungkin kalian bilang lebay,alay dan teman-temannya itu kepadaku. Tapi bagaimana ya menjelaskannya.
Begini lho, aku gugup. Raga bilang aku yang merawat Kinan kepada Mamanya. Sedangkan aku masih menggunakan seragam sekolah. Pasti orang kaya akan selalu berpikir tentang ke higienisan bukan? Secara mereka berpikir aku banyak kuman ya walaupun aku sudah mencuci muka, tangan dan kaki ku sebelum menyentuh Kinan. Salahku juga kenapa tidak membawa baju ganti. Semenjak kerja di rumah Raga, aku sudah tidak membawa sepeda ke sekolahan. Sepeda ku rusak dan belum diperbaiki.
Zaman sekarang juga banyak orang yang kurang percaya untuk mengurus anak mereka, takut-takutnya tidak terurus atau disakiti. Apalagi aku ini hanya anak SMA pasi Mamanya Raga akan berpikir aku tidak mengurus Kinan dan hanya bermain hp.
"Kenapa masih mengenakan seragam?"
Benarkan.
"Kenapa kamu tidak pernah bilang sama Mama,Ga, kalau kamu itu memperkerjakan orang buat jaga Kinan. Kamu jangan asal milih orang tanpa persetujuan mama ya!"
Walaupun tidak ada nada bentakan tapi suaranya begitu tegas. Tidak ingin ada kesalahpahaman akhirnya aku mencoba menjelaskan kepada beliau.
"Begini tante-"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RAGA
Teen FictionMentari, gadis lugu yang dibodohi oleh rasa cintanya. Ia yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta dengan bodohnya memberikan hal paling berharga kepada seseorang yang ia cinta dengan iming-iming yang sangat meyakinkan. Namun, setelah perbuatan m...