•PROLOG•

17.1K 482 12
                                    

Sekedar catatan aja ya bestieeee

:

[Semua hanya fiksi, tidak berniat menyinggung siapapun dan tidak menjiplak karya siapa pun, apabila ada kesamaan itu tidak disengaja🙏cerita tidak  vulgar! tapi alangkah baiknya dibaca sesuai umur, karena pembahasannya yang lebih cocok. Ambil kisah positif dari cerita. Jujur cerita ini dibuat karena banyaknya kejadian MBA di luaran saat ini. So, lebih berhati-hati lagi dalam bergaul! Ada beberapa bagian yang diubah dalam cerita.]

▪▪▪▪▪▪


Sudah menjadi hal yang lumrah jika seseorang yang berasal dari keluarga kurang mampu berada di lingkungan kasta tinggi akan tidak dihargai atau dipandang remeh. Memang tidak semua seperti itu, namun hal tersebut yang saat ini Mentari sedang rasakan.

Mentari, gadis biasa berusia delapan belas tahun yang sangat menyukai senja. Mentari sudah menginjak kelas dua belas bahkan tidak lama lagi ia akan menjalani ujian kelulusan. Mentari termasuk gadis yang sabar, walaupun dirinya sering menjadi bahan bullyan sejak pertama kali masuk SMA namun ia sama sekali tidak menyimpan rasa dendam kepada orang-orang yang sering membullynya termasuk Sandra, salah satu siswi yang cukup terkenal di sekolahnya. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang ramping menjadi daya tarik utama semua orang. Bahkan tidak sedikit siswa yang mengagumi kecantikan parasnya. Akan tetapi, sifat pada diri Sandralah yang tidak sejalan dengan wajah cantik yang dimilikinya.  Oke, cantik memang segalanya tapi jika sikap tidak sebagus rupa, untuk apa disegani? Hanya karena satu alasan banyak siswi takut dengan gadis tersebut. Orang tua Sandra berperan penting dalam sekolah mereka saat ini. Satu contoh sikap buruk dari Sandra, Sandra sering merendahkan siswi yang ia rasa lemah tidak terkecuali Mentari. Mentari bukannya lemah tetapi ia mencoba bersifat bodo amat. Tidak mau terlalu memikirkan ucapan orang lain dan fokus meraih cita-citanya. Ia memegang prinsip bahwa semua perilaku baik maupun buruk akan diberi ganjarannya tersendiri, jadi ia tidak  perlu pusing memikirkan dendam yang pasti tidak akan ada habisnya.

Singkatnya, Mentari berasal dari keluarga yang kurang mampu,  dahulu ayahnya hanya bekerja di sawah sedangkan ibunya menjual pecel setiap sore ataupun di pasar. Rumahnya juga sangat sederhana. Banyak teman satu kelasnya yang menyebut Rumah Mentari dengan sebutan 'gubug'.

Mentari tidak pernah marah setiap kali mereka mengatakan hal tersebut, toh memang rumahnya juga sangat sederhana, jadi untuk apa ia melebih-lebihkan sesuatu yang tidak ia miliki. Tidak ada barang mewah yang sangat berharga, akan tetapi rumah yang orang-orang sebut sebagai gubug tersebut adalah tempat berlindung Mentari selama ini. Tv saja sudah rusak dan tidak bisa dinyalakan. Semiris itu kehidupan Mentari.

Mentari juga memiliki seorang adik yang sangat dia banggakan, namanya Abdul. Abdul sudah menginjak kelas enam SD, jadi benar-benar butuh biaya yang cukup besar untuk tahun ini, ya sebab Mentari dan Abdul yang sama-sama berada di tingkatan akhir.

Mentari, si gadis penyuka senja, kebiasaannya memandang hamparan sawah tak  jauh dari rumahnya sambil menanti waktu senja datang. Membayangkan berbagai rencana hidup yang sangat dia impikan. Membanggakan kedua orang tuanya agar tidak perlu lelah bekerja seperti saat ini. Bapaknya yang juga sering sakit-sakitan, kadang membuat setitik perasaan sedih menghinggap.

Namun semua angan-angannya hancur sampai suatu kejadian tidak terduga terjadi. Suatu peristiwa yang bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiran Mentari. Menghancurkan semua cita-cita dan rancangan hidup yang sudah lama ia tata selama ini. Seseorang yang ia kagumi justru menjadi penyebab utama dari semua kejadian yang menimpa hingga hari ini. Mentari tidak ingin munafik jika dirinya juga ikut andil dalam kejadian tersebut, tetapi kenapa harus begini akhirnya?

Raga, nama yang indah namun tak seindah sifat bejatnya.

"Lo urus masalah ini dan jangan sampai orang lain tahu," Ucap seorang pemuda lalu perlahan pergi dari hadapannya.

"Kenapa? Kamu bakal jadi manusia paling jahat Raga."

"ya gue emang jahat," ucap laki-laki tersebut lalu meninggalkan Mentari yang hanya mampu menatap pasrah ke arah perginya lelaki tadi.

Apa harus begini kenyataannya?

DEAR RAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang