•BAGIAN KESEMBILAN•

4.5K 224 13
                                    

Hiii~~~

Vote dan Comment dinanti ya gengsss..

Berharap kalian suka cerita ini walau peminatnya baru sedikit.

Selamat Membaca.

▪▪▪▪▪

Dua manusia berbeda jenis kelamin itu sedang memeluk erat satu sama lain di bawah selimut berwarna hitam. Mentari mulai menggeliat, matanya mencoba mendeteksi di mana ia sekarang berada. Betapa kagetnya saat ini mengetahui bahwa dirinya sedang berada di kamar Raga dan astaga, memang sih tubuh mereka berdua sudah memakai baju tapi jika mengingat kejadian semalam tetap membuatnya takut. Mentari bukan gadis polos yang tidak mengerti arti keadaan ini. Melihat Raga dan dirinya berada dalam satu kamar dan dengan tubuh saling berpelukan serta badannya yang terasa remuk, itu semua sudah menjawab segala pikiran kotor dikepalanya.

Mentari mencoba melepaskan tangan Raga yang membelit dengan erat perutnya. Wajah Raga juga ditelusupkan di leher perempuan tersebut. Mengingat kejadian semalam membuat pipi Mentari memerah. Antara malu dan juga kecewa. Malu bertemu dengan Raga setelah kejadian ini dan kecewa karena dirinya tidak mampu menjaga kehormatannya. Sekarang ia bukan gadis lagi melainkan seorang wanita. Ia sudah tidak perawan, Mentari bahkan ragu jika suatu saat masih ada yang mau bersamanya setelah mengetahui jika dirinya sudah tidak perawan lagi.

Kalian tahu, dijaman sekarang sangat susah mencari lelaki yang benar-benar tulus sayang dan cinta kepada pasangannya tanpa melihat kekurangannya. Banyak sekali lelaki yang menginginkan pasangannya seorang perawan. Tidak sedikit kasus perempuan ditinggalkan oleh kekasihnya setelah mengetahui ia bukan seorang gadis lagi dan itu jelas membuat Mentari khawatir.

Mentari mencoba melepaskan pelukan Raga namun pria itu justru semakin memeluk dengan erat tubuh kecilnya. Mata Mentari melirik ke arah jam yang tertempel di dinding. Ternyata baru menunjukkan pukul tiga pagi. Mentari bingung, alasan apa yang harus ia berikan kepada bapak dan ibu nya nanti setelah sampai di rumah. Mentari juga yakin pasti bapak dan ibunya sangat khawatir dengan keadaannya saat ini yang tidak kunjung pulang.

"Ehmm--"

Mendengar lenguhan pelan dari Raga, Mentari mencoba tenang. Lelaki itu justru semakin mengeratkan pelukannya dan semakin menyusupkan kepalanya di leher Mentari. Seketika wajah Mentari kembali memerah. Mentari dihadapkan oleh dada Raga jadi bagaimana bisa tubuhnya biasa-biasa saja. Hal ini sungguh belum pernah Mentari hadapi. Selain itu Mentari juga sadar bahwa dirinya dan Raga telah melakukan sebuah dosa yang sangat besar.

Mentari sangat takut, Mentari juga takut jika hal yang mereka lakukan akan membuahkan hasil, walaupun ia pernah mendengar-dengar hubungan intim yang dipengaruhi oleh alkohol itu jarang membuahkan hasil namun tidak menampik kemungkinan juga kan jika hal ini nanti menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Jujur ia tidak begitu tahu hal-hal seperti itu benar atau tidak tapi Mentari berharap moga saja itu memang benar adanya.

Mengenyahkan segala pikiran, Mentari mulai terbuai dekapan erat Raga. Matanya sedikit demi sedikit terpejam dan kembali memasuki alam bawah sadar dengan membalas pelukan Raga dan membenamkan kepalanya di dada pria itu. Tidak berpikir kalau mungkin saja pria itu akan marah saat sudah bangun nanti.

▪▪▪▪▪▪


Secercah cahaya yang menyelip di antara kain gorden membangunkan salah satu manusia yang sedang terlelap. Raga melepaskan pelukannya pada Mentari dan beringsut duduk. Ia meregangkan badannya dan mengucek matanya. Sepertinya dia belum sadar tentang kejadian semalam. Matanya melirik ke arah sekeliling kamarnya.  Tubuhnya seketika menegang ketika ingat kejadian semalam bersama gadis di sampingnya ini.

Raga mengacak rambutnya dengan kasar. Astaga, apa yang ia lakukan tadi malam. Gara-gara minuman laknat itu dirinya harus berakhir dengan perempuan yang bahkan sejak pertama kali ia lihat sudah muak. Raga memilih berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum perempuan itu bangun.

Bagaimana ini, ia sudah kelas 12 bahkan sebentar lagi akan mengikuti ujian kelulusan namun dirinya malah dihadapi hal seperti ini.

Setelah selesai mandi akhirnya Raga keluar dari kamar mandi lengkap dengan setelan kaos berwarna hitam polos dan celana jeans yang juga berwarna hitam. Matanya melirik ke arah di mana Mentari tertidur. Mentari menggeliat pelan, lalu beringsut untuk duduk.

Matanya terbelalak kaget saat melihat Raga duduk di sofa sambil memainkan hpnya.  Astaga Mentari kira pria itu akan meninggalkannya setelah kejadian semalam tapi ternyata Raga masih di dalam kamar ini.

Pandangan Mentari bertemu dengan pandangan Raga namun dengan cepat Mentari alihkan. Ia sungguh malu dengan keadaannya sekarang yang acak-acakan dan kucel. Terdengar Raga mengehela nafas, pasti pria itu juga sama stresnya dengan Mentari.

"Mandi, terus gue tunggu di bawah."

Setelah mengatakan hal tersebut, Raga beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kamar tersebut. Mata Mentari melihat ke arah meja. Di sana terdapat sebuah paperbag, sepertinya paperbag itu berisi pakaian untuk dirinya.

Mentari tidak pernah membayangkan akan seperih ini rasanya. Dengan hati-hati ia melangkah ke meja untuk mengambil paperbag tersebut dan seperti dugaannya di dalamnya terdapat baju untuknya. Setelah itu Mentari berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang kotor.

Malang sudah nasibnya. Setelah kehilangan kehormatannya tadi malam justru dengan seenaknya Raga menyuruh untuk melupakannya. Mentari sering membaca kisah novel-novel romansa tentang kisah seperti ini namun kenapa kisahnya juga harus sama dengan si tokoh perempuan. Sudah dipakai lalu suruh melupakan. Benar kata guru dan kedua orang tuanya. Lelaki jika sudah mendapatkan sesuatu yang berharga dari perempuan itu pasti akan ditinggalkan.

Mentari sedari tadi diam. Kepalanya terus menunduk dan memainkan jarinya.

"Gue harap kita lupain ini Tar. Lo tahu kan kita sebentar lagi ujian dan lebih baik kita memfokuskan diri untuk belajar," ucap Raga sambil menatap dalam Mentari.

Mentari masih membisu. Ia benar-benar bingung harus menjawab ucapan Raga. Antara setuju dan tidak.

"Ta-tapi kalau aku hamil gimana Ga?" ucap Mentari dengan lirih dan masih belum berani menatap mata Raga. Entahlah ia tidak ada tenaga hanya sekedar menegakkan kepalanya.

"Tatap mata gue Tar."

Mentari mendongak, melihat ragu ke mata Raga.

"Kita masih sama-sama muda. Gue masih banyak cita-cita dan harapan yang harus gue capai sama halnya dengan lo. Jadi gue harap kita bisa sama-sama lupain hal ini. Gue yakin dengan seratus persen lo nggak bakal hamil."

"Ta--tapi?"

"Nggak ada tapi-tapi an. Ayo sekarang gue antar lo pulang, dan mungkin mulai besok lo nggak usah lagi bersihin apartemen gue dan satu lagi. Gue harap kita bisa jaga jarak."

Perkataan Raga begitu menusuk dalam hati Mentari. Matanya memanas ingin menangis. Ia jadi mengingat ucapan Raga semalam. Raga selalu menyebut kata-kata benci kepadanya. Apakah sebegitu bencinya pria itu kepadanya sampai-sampai menyuruhnya menjaga jarak.

"Belum hamil aja udah di suruh menjauh, apalagi kalau suatu saat aku beneran hamil?."






Up ya!

Vote serta comments ditunguu.

Next?

DEAR RAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang