▪▪▪▪▪
"Sah?"
"Sahhh."
"Alhamdulillah."
Sekilas bayangan ijab qobul terlintas di otak Mentari. Dirinya masih tidak menyangka diusia yang terbilang masih muda harus menanggung masalah yang serumit ini. Masalah yang bahkan harus melibatkan banyak orang di dalamnya hanya karena tingkah naif dan polos dirinya tentang percintaan. Mentari juga lebih menekankan dalam hati dan pikirannya untuk sedikit bersadar diri. Ia tidak ingin terlalu mencampuri urusan Raga, ya walaupun pria itu tidak bilang secara langsung kepadanya. Namun dilihat dari gelagatnya saja Mentari sudah bisa menebak jika pria itu risih ketika dekat dengan dirinya.
"Sekarang kita udah nikah, puas kan lo? Dan sekarang gue bingung mau kerja apa buat biaya makan kita sehari-hari. Beruntung aja mama sama papa masih baik hati ngasih rumah ini buat kita."
Mentari menatap dalam ke arah pintu kamar yang ditutup dengan kencang oleh pria yang sudah berstatus suaminya sekarang. Matanya menatap ke arah jam yang tertempel pada dinding bercat abu-abu. Memang saat ini mereka tidak tinggal baik dirumahnya atau rumah Raga. Tidak juga di apartemen dahulu. Entahlah jika mengingat tempat tersebut membuat perasaan dosanya semakin bertambah.
Bersyukur kedua orang tua Raga memberikan rumah yang cukup untuk mereka berdua sebagai hadiah pernikahan. Tapi apa yang harus dilakukannya disini jika tiap hari bertemu dengan Raga? Kenapa seakan disini dirinyalah yang harus disalahkan? Jujur ia juga tidak ingin kejadian ini terjadi sekalipun itu menikah dengan pria seperti Raga yang diidam-idamkan banyak perempuan. Kalau saja waktu bisa diputar, ia tidak akan terbujuk rayuan manis pria semacam itu.
Pertanyaannya, kuatkah ia menghadapi pernikahan ini? Apa dirinya sanggup bertahan hingga akhir? Menikah bukanlah suatu hal yang mudah. Butuh kesiapan mental dan fisik untuk menjalaninya. Tapi pilihan yang diberikan hanya dua, menikah dan dirinya serta anaknya mendapat pengakuan hukum maupun masyarakat tapi hidup dibawah tekanan batin, atau tidak menikah dan anak serta ibu-bapaknya dapat gunjingan tak henti-henti dari orang lain.
Memilih untuk menyegarkan tubuh, Mentari beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi. Setelah segar perempuan tersebut keluar dari kamar untuk mencari keberadaan suaminya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi sosok Raga masih belum berada di kamarnya.
Pandangannya menyebar ke seisi rumah. Mulai dari dapur tidak ada, kamar sebelah yang ia kira Raga tidur di sana karena tidak ingin tidur satu kasur dengan dirinya pun juga tidak ada. Sama dengan di ruang tamu, batang hidungnya sama sekali tidak ditemukan.
Kemana kira-kira pria itu?
Sampai pada pagi harinya, ketika Mentari sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Raga, orang yang sedari tadi malam mengganggu pikirannya akhirnya terlihat. Pria itu sudah tampak rapi seperti habis mandi.
"Raga?" Ucap Mentari sambil berjalan mendekati Raga yang duduk di kursi ruang tamu.
"Hm?"
"Kamu dari semalem kemana? Kenapa nggak ada dirumah? Nggak tau kalau aku cemas mikirin kamu Ga?"
Raga melirik sebentar ke arah Mentari yang duduk di sofa depannya. Kepalanya pening mendengar ocehan yang menurutnya tidak penting pagi-pagi seperti ini.
"Gue pergi kemana pun juga lo nggak perlu tau Tar. Gue juga udah gede, bisa jaga diri, jadi lo nggak usah khawatir yang lebay kayak gitu."
"Raga? Kamu bilang lebay? Baru dua hari nikah aja tingkah kamu kayak gini lho?"
"Lo kenapa sih Tar? Pusing gue denger suara lo! Gue ngekost deket kampus. Selama ini, dari sebelum kita nikah, gue juga sibuk cari kerjaan. Karena apa? Karena papa gue udah bilang nggak mau nyari pekerjaan buat gue. Sedangkan lo di sini ngoceh-ngoceh nggak jelas bikin gue pusing tau nggak," ucap panjang lebar Raga lalu pria tersebut beranjak dari tempat duduknya, pergi berjalan ke arah kamarnya.
Mentari memijit pelan dahinya yang terasa pusing. Belum ada seminggu menikah saja rasanya pusing begini, apalagi kedepannya? Tiba-tiba bayangan ibunya muncul di pikirannya. Ah, sepertinya Mentari rindu dengan keluarganya. Ingin menelfon sekedar mengurangi rasa kangen, tapi apa daya ia tidak memiliki handphone. Handphonennya dulu ia ikhlaskan untuk adiknya, Abdul. Mentari rasa adiknya lebih membutuhkan daripada dirinya.
"Raga? Mau kemana lagi? Sarapan dulu?" tanya Mentari ketika melihat Raga keluar dari kamarnya dengan pakaian lebih rapi daripada sebelumnya.
"Keluar, lo di rumah aja nggak usah ikut gibah ibu-ibu di luar. Gue sarapan bareng temen," ucapnya tanpa basa-basi.
Sendiri lagi? Apa semiris ini tiap hari ditinggal sendiri di rumah. Sebenarnya mau kemana pria itu? Ingin bertemu temannya yang mana kira-kira? Laki-laki atau perempuan? Semua pikiran itu hanya mampu ia simpan tanpa berani menanyakan. Ia tidak ingin Raga semakin terusik. Lagipula bisa kena marah ia jika menanyakan hal tersebut kepada Raga.
"Assalamualaikum Mbak Tari."
Beberapa saat setelah kepergian Raga, suara seseorang memanggil namanya. Lantas ia pun membukakan pintu. Matanya terbelalak kaget melihat ibu dan adiknya pagi-pagi begini sudah berada di depan rumahnya.
"Ibu? Abdul? Kalian ke sini? Bapak sama siapa di rumah?"
Ibu dan adiknya tersenyum melihat keterkejutan di wajah Mentari. Niat mereka ingin memberikan kejutan sekaligus rindu kepada perempuan satu ini.
"Iya Tari, emang nggak boleh kalau ibu sama adikmu main ke rumahmu? Ada mbk Risa, ibu minta tolong jaga bapak sebentar."
"E--boleh kok, ayo masuk-masuk. Kebetulan Mentari habis aja selesai masak. Ibu sama Abdul udah makan belum?"
"Udah tadi sebelum kesini. Oh iya, dimana Raga? Belum bangun ya?
Pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya seketika membuat tubuhnya sedikit menegang. Alasan apa yang harus ia gunakan jika jam saja masih menunjukkan pukul setengah sembilan pagi?
"Anu, itu, Raga tadi keluar sama temennya katanya."
Ibunya menganggukkan kepala lalu melihat keseliling ruangan rumah yang anaknya tinggali sekarang.
"Rumah kamu bagus banget Tar, kamu beruntung dapat Raga. Kamu bahagia kan nikah sama Raga?"
Jawaban jujur atau haruskah ia berbohong lagi agar ibunya senang kali ini?
▪▪▪▪
Alhamdulillah update😀
Vote, Comment, dan share ke temen-temen kalian jangan lupa. Maaf baru update, baru selesai ujian hehe.Jangan lupa follow ig kuuu yahh
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RAGA
Dla nastolatkówMentari, gadis lugu yang dibodohi oleh rasa cintanya. Ia yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta dengan bodohnya memberikan hal paling berharga kepada seseorang yang ia cinta dengan iming-iming yang sangat meyakinkan. Namun, setelah perbuatan m...