•BAGIAN KEDUA•

5.6K 270 1
                                    

Vote cerita ini ya.. satu vote dari kalian itu sangat berarti. Jangan lupa baca cerita lain ku 'Ex-Husband'

Di tunggu yaa

▪▪▪▪▪▪

Aku membuka pintu rumah sakit dengan sedikit agak kencang.

"Assalamualaikum Bu, bapak kok bisa begini?" tanyaku menggebu-gebu.

Aku benar-benar tidak tega melihat kondisi bapak saat ini. Wajahnya pucat dan tubuhnya sangat terlihat ringkih. Ibu mengelap air mata yang sempat menetes tadi.

"Bapak udah nggak apa-apa kok Tar, maaf ya ganggu kamu sekolah," ucap ibu lirih.

Aku menganggukkan kepalaku sambil terus menggenggam tangan bapak. Bermenit-menit hanya di isi oleh keheningan. Kata ibu tadi kondisi bapak sudah membaik tinggal menunggu sadar. Abdul sengaja tidak diberi tahu. Kasihan dia saat ini sedang mengikuti ujian praktek di sekolahnya.

"Tadi ada orang suruhan datang nagih utang ke bapakmu. Ma---makanya--bapakmu--hiks--pingsan seperti ini," kata ibu masih dengan air mata yang terus mengalir.

Jujur, hati anak siapa yang tidak ikut terenyuh saat mendengar ibunya sedang menangis. Tanpa aku sadari air mata yang sudah aku tahan sedari tadi ikut menetes membasahi pipiku. Aku dengan cepat menghapusnya. Jika ibu sedih maka aku harus kuat, kalau semua sedih siapa yang akan menjadi penguat di antara kami.

Syukurnya tidak lama bapak akhirnya sadar. Bapak langsung diperiksa keadaanya oleh dokter. Kata dokter bapak sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini. Aku pamit pulang mengganti baju dan mengambil uang untuk biaya rumah sakit bapak. Sebenarnya ibu tidak memperbolehkan tapi aku tetap memaksa dengan berdalih memiliki tabungan. Aku tahu ibu juga tidak mempunyai sepeser pun uang dan berakhir meminjam kepada tetangga yang super galak itu jadi lebih baik aku saja yang meminjam uang kepada boss di tempatku bekerja.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Aku juga sudah menyiapkan makanan untuk Abdul.

"Assalamualaikum," teriak Abdul dari luar.

"Waalaikumsalam."

Matanya celingak-celinguk. Mungkin heran kenapa rumah sangat sepi.

"Mbak, kok tumben rumah sepi banget?"

Ah, benar kan. Memang sudah ketebak pertanyaan Abdul.

Aku menceritakan semua kejadian hari ini. Awalnya Abdul sangat sedih, matanya juga sudah berkaca-kaca tapi aku meyakinkan dia bahwa kondisi bapak sudah membaik dan diperbolehkan pulang hari ini, akhirnya raut wajahnya kembali seperti semula.

"Ya udah, kamu makan dulu ya masakan mbak. Mbak mau pergi dulu. Semoga nanti bapak udah bisa dibawa pulang," kataku lirih sedangkan Abdul menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempolnya.

Aku menunggu kedatangan bus di halte. Uh, matahari hari ini sangat terik. Untungnya halte saat ini sangat sepi hanya ada aku dan satu orang ibu-ibu.

Ting!

Suara notifikasi di handphoneku terdengar.

+62×××
'See? Lo udah liat kan gimana nasib keluarga lo kalau berani macem-macem sama gue! Ini juga baru awal, liat aja nanti'

DEAR RAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang