"Raga?"
"Hm?"
"Gimana kalau aku hamil?"
"Apa?"
"I--iya Ga," jawabnya dengan menunduk sambil menunggu respon dari pria di hadapannya tersebut. Moga saja Raga mau bertanggungjawab jika memang dirinya saat ini sedang berbadan dua.
Lama terdiam tanpa jawaban pria itu, akhirnya Mentari mendongakkan kepalanya untuk menatap Raga. Sepertinya dia juga sama pusingnya dengan dirinya ini. Bagaimana tidak, jika mual-mual tadi bisa menjadi salah satu gejala kehamilan, jadi sepertinya ia harus mulai berwaspada.
Pandangan mata Mentari bertemu dengan pandangan Raga. Mereka saling bertatap namun sedetik kemudian pria itu mengalihkan pandangannya dan mengacak rambutnya pelan, lantas mengambil helm dari motor.
"Raga-"
"Kita bicarain nanti." Pria itu terdiam sesaat, "Dimana?"
Mentari berpikir sejenak, " Em, dimana ya aku juga nggak tahu."
"Dasar, rumah lo sepi apa nggak?" Dengus Raga mendengar jawaban dari perempuan berambut sebahu tersebut.
"Ada bapak."
"Ya udah kita ke apartemen gu--"
"--nggak mau," cicit Mentari memotong pembicaraan Raga. Entahlah mendengar kata apartemen dirinya langsung menciut. Mungkin bisa dikatakan ia trauma dengan bangunan bernama apartemen. Apalagi apartemen milik pria itu. Sudah dua kali melakukan hal yang berdosa di tempat yang sama membuat Mentari takut. Takut jika ia akan mengulangi lagi hal zina dan takut dirinya tidak bisa menolak perlakuan Raga.
"Ck, terus mau dimana gue tanya? di rumah lo ada bapak lo, di ajak ke apartemen gue nggak mau."
Raga berdecak, bingung dengan kemauan Mentari. Oke, mungkin perempuan ini masih trauma dengan kejadian tempo lalu dan ia juga tidak bisa memarahinya karena ia juga yang memaksa perempuan dihadapannya melakukan perbuatan dosa.
"Em--ya udah deh di apartemennya Raga aja, tapi janji jangan ngelakuin hal itu lagi ya sama aku."
Mendengar ucapan Mentari yang terkesan polos membuat ujung bibir Raga terangkat sebelah. Ah, sepertinya Mentari takut jika ia melakukan hal itu lagi kepada tubuh perempuan tersebut.
"Ngelakuin apa? gue nggak paham."
Mentari menatap mata Raga dalam membuat orang yang ditatap menjadi salah tingkah.
"Ekhm," Raga berdehem menghilangkan kegugupannya yang ditatap secara terang-terangan oleh Mentari.
"Woy Ga!"
Atensi Raga dan Mentari terbuyarkan oleh panggilan Vano yang sedang menaiki sepeda motornya. Tumben sendiri, kemana Bagas, pikir Mentari dalam hatinya.
"Kenapa?"
"Cie-lah yang lagi tatap-tatapan. Gue ganggu ya Tar? Sorry nih cuman mau bilang lo habis ini sibuk nggak Ga? Ngumpul yuk di rumah Gue?"
Kepala Mentari ditundukkan untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah mendengar perkataan Vano. Sedangkan Raga menundukkan kepalanya melihat Mentari dan beralih menatap ke arah sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RAGA
Novela JuvenilMentari, gadis lugu yang dibodohi oleh rasa cintanya. Ia yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta dengan bodohnya memberikan hal paling berharga kepada seseorang yang ia cinta dengan iming-iming yang sangat meyakinkan. Namun, setelah perbuatan m...