Kami berempat keluar dari asrama dan berbaur dengan semua siswa-siswi yang sudah berdiri penuh ketakutan di depan asrama. Ada yang mulai terisak dan mengumpat kalimat makian.
Namun, suara langkah terpincang-pincang membuat kami semua waspada. Lorong koridor yang tidak terlalu terang menjadi fokus kami semua. Ada yang bersiap dengan kepalan tangan dan ada pula yang memegang sebongkah kayu.
Perlahan dua tubuh dari kegelapan itu muncul mendekati cahaya remang dari lampu di depan asrama yang letaknya cukup jauh di depan. Dan dari situ pula kami bisa melihat dua orang, lebih tepatnya satu orang lagi dituntun oleh orang satunya. Sepatu berhak itu membentur lantai, menciptakan suara langkah yang nyaring.
Kami semua akhirnya dapat melihat dengan jelas siapa dua orang itu. Apalagi keadaan keduanya benar-benar buruk.
Bu Lyna dan Pak Luis.
Lebih buruknya adalah Pak Luis bersimbah darah dan dituntun susah payah oleh Bu Lyna hingga kedua jatuh tepat di depan kami.
Beberapa siswa laki-laki berjalan mendekati kedua guru malang itu dan membantu. Aku ikut menghampiri Bu Lyna yang ternyata sudah menangis. Sementara Pak Luis mengejang-ngejang sekarat di lantai.
Beberapa siswi menjerit dan menangis histeris melihat pemandangan ini. Membuat kerumunan rapat di depan asrama dan was-was jika pembunuh itu datang.
Aku melihat ada banyak bekas tusukan benda tajam di dada dan perutnya sangat dalam, hingga darah yang keluar tak berhenti.
"Pak Luis pergi bersama dengan Pak Hadiswa untuk mengecek ruang utama pengeras suara. Tapi ketika Ibu menyusul, Pak Luis sudah terkapar dengan keadaan seperti ini," jelas Bu Lyna dengan tangisannya yang tak pernah berhenti.
"Bagaimana dengan Pak Hadiswa?" tanya Dino sambil mencoba menutup aliran darah dari tubuh Pak Luis.
Bu Lyna menggelengkan kepalanya, tidak tahu. Mungkin Pak Hadiswa mendapat nasib yang jauh lebih buruk. Apalagi mereka bertiga adalah penanggung jawab les untuk minggu pertama ini. Tidak ada siapa-siapa lagi di sekolah ini.
Tak lama suara sesak napas dari Pak Luis yang tengah sekarat. Kami mencoba mencari cara agar bisa menolongnya, akan tetapi luka yang ada di tubuh Pak Luis jauh bisa ditangani oleh anak-anak labil seperti kami. Pada akhirnya napas terakhir yang keluar dari bibir Pak Luis hilang.
Kami semua saling menatap tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Melihat Pak Luis meregang nyawa di hadapan kami semua. Hingga akhirnya tangisan pun pecah dan pengeras suara kembali hidup.
"Permainan akan dimulai .... Nama permainanya adalah tetaplah bersembunyi atau mati. Jadi kalian harus mencari kunci-kunci yang tepat agar bisa membuka kelas-kelas yang terkunci. Itu adalah tempat kalian untuk bersembunyi dan aman dari kematian tentunya. Tapi ingat, setiap kelas hanya ada dua siswa yang boleh tinggal. Untuk itu, jangan biarkan kesempatan kalian hidup direbut oleh yang lainnya. Aku sarankan untuk saling membunuh! Jika kalian ingin selamat dari permainanku. Ikuti peraturannya maka kalian akan pulang dengan keadaan hidup."
Kami semua sontak saling menatap satu sama lain. Meskipun dengan napas memburu, air mata jatuh dan isak yang ditahan.
"Jangan lakukan itu, kita harus tetap bersama sampai kita bisa keluar dari sini." Perkataan Bu Lyna ada benarnya meskipun Yudha muncul di kerumuann dan berkata dengan kesal, "Jika kalian ingin seperti Pak Luis silahkan saja. Aku hanya ingin tetap hidup!" Setelah berkata Yudha dan empat lainnya berlari menuju lorong untuk mencari kunci tersebut.
Bu Lyna berteriak agar mereka berhenti akan tetapi siswa yang lainnya pun ikut berlarian.
"Hei! Kalian jangan ikuti permainan itu!" jerit Bu Lyna akan tetapi sebagian dari kami telah lenyap di lorong sekolah yang gelap.
Aku memandang siswa-siswi yang tersisa, Karina, Foxface, Dino, Luda, Lona, Lila, Euna dan lima anak dari 12-B termasuk Ken dan Sua, masih bertahan dengan raut khawatir. Namun, aku teringat seseorang. "Kika? Di mana dia?"
"Dia pergi ke kantor setelah mengumpulkan ponsel semua anak dan dia belum kembali sampai sekarang!" ucap Lona dengan nada suara yang takut.
"Ibu tidak melihat Kika datang ke kantor," kata Bu Lyna membuat kami diserang gusar dan ketakutan.
"Jadi, di mana Kika sekarang?" Karina yang sejak tadi mematung diam hanya mendengkus sebal.
"Jangan-jangan ... pembunuh itu telah menangkapnya," kata Euna dengan nada suara yang tenggelam dalam isakannya.
"Hei, kau lebih baik diam! Jangan bilang begitu!" sungut Lona meskipun di antara kami tak ada yang benar tidak ketakutan.
Suara jeritan dari jauh dan ribut suara-suara siswa-siswa yang tadi berlarian pergi mencari kunci.
"Kita harus bergerak mencari jalan keluar dari sini." Aku setuju dengan perkataan Bu Lyna meskipun kami tidak tega meninggalkan mayat Pak Luis di lantai. Tapi keadaan kami tidak menguntungkan. Jadi, kami berlari bersama menuju lorong sekolah.
Siswa-siswa yang mencari kunci hilang entah ke mana. Suasana sekolah berubah hening. Apa mungkin mereka telah mendapat kuncinya dan bersembunyi di dalam kelas? Tapi yang aku pikirkan adalah bersembunyi bukanlah hal yang tepat. Pembunuh itu mungkin akan datang dan dengan mudah membunuh kami semua.
Tiba-tiba suara bel berbunyi dua kali membuat kami semua terkejut hingga berhenti melangkah dengan hati-hati di lorong kelas.
Lapangan sekolah berada di depan kami. Tapi bukan itu yang membuat kami kembali berjalan dengan hati-hati. Ada sesuatu.
Hingga kami sudah berada di pinggir lapangan dan dengan jelas melihat sesuatu yang menarik perhatian kami.
Ada di atas sana, bergantung diam di tali tambang. Tapi bukan hanya satu tubuh yang kami lihat dengan napas tertahan.
Akan tetapi dua tubuh malang yang menggantung berdekatan.
Aku mendengar di belakangku menahan tangis, jeritan dan tidak kuat untuk muntah. Pada akhirnya Karina menjerit ketika cahaya lampu sekolah hidup satu persatu dengan sendirinya. Menerangi dua tubuh malang itu di atas sana.
Kedua bola mataku membulat saat samar-samar mengenali dua tubuh tanpa nyawa itu. Berlumur darah seperti sebelum digantung mereka dikuliti lebih dulu.
Bu Lyna menutup mulutnya dan menangis lagi. Beberapa dari kami menutup wajah ketika lampu yang entah sejak kapan dipasang di tengah-tengah tiang bendera itu menyala. Cahayanya yang kuat membuat tubuh-tubuh menggantung di tambang itu bercahaya merah menyala karena berlumuran darah. Sontak hal itu membuat kami semua tahu, tubuh-tubuh itu adalah milik Windy dan Kika.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SCREAM : Whos Next? ✔
Mystery / Thriller🎖 Ambassador's Pick Valentine oleh AmbassadorsID 🎖 The Best Choice's Recommendation Novel with TWT & Asra Publisher 🎖 Masuk dalam Reading List di @WattpadYoungAdultID untuk kategori Red & Dark Place © KANG ZEE present • (#) GIRL'S IN THE NIGHTM...