DADW-5| Sarah & Ilyana; Peredaman perseteruan

4.2K 288 227
                                    

Di antara dua wanita
By in_stories


🍁


  

     Di masa lalu —tepatnya selepas pernikahan sirinya dengan Ilyana terbongkar— Ali tentu masih mengingat dengan jelas bagaimana penghindaran serta penolakan yang Sarah lakukan ketika ia ingin menyentuhnya. Wanita itu bahkan melayani Ali sebatas kewajiban yang harus ditunaikan karena sudah terlanjur sakit hati dan merasa jijik pada raga yang telah Ali bagi tanpa seiinginnya.

     Dalam liput kenangan silamnya, Ali bahkan tak mampu melupakan bagaimana sikap Sarah yang tergesa melepas diri dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh selepas berhubungan badan dengannya. Ego dan perasaan Ali sebagai seorang suami tentu tercubit keras. Perasaannya sakit bukan main. Akan tetapi, Ali tak mampu menyalahkan atas apa yang Sarah lakukan karena pengkhianatan yang telah dilakukannya memanglah pantas untuk mendapat ganjaran demikian. Dan sekarang, saat Sarah sudah kembali seperti sebelum segalanya terjadi —mau menyerahkan tubuhnya secara suka rela sebagaimana seorang istri— Ali tentu berpikir dua kali untuk menolaknya. Bukan karena akan mendapat kepuasaan hasrat. Namun, lebih kepada perasaan cinta dan tidak ingin lagi menyakiti serta mengecewakannya. Hanya saja, tindakan nekatnya kali ini juga berhasil menorehkan sembilu pada hati istri keduanya.

     Ya, pilihan-pilihan sukar acap kali menghampiri Ali. Menjatuhkannya pada keadaan pelik yang memvonis dirinya
sebagai terdakwa atas kesakitan hati dari dua wanita. Ali tak mengelak, pun tak berupaya untuk mencari pembenaran untuk pembelaan diri. Dirinya patut untuk dipersalahkan. Bahkan, ketika esok pagi Ilyana mencacinya atas apa yang terjadi di atas ranjang mereka bertiga, Ali menerima.

     Dan kini, meski kaki terasa berat untuk digiring menghampiri Ilyana, Ali tetap harus melakukannya. Sudah cukup dia membuat wanita itu membenam sakit dan air mata di luar kamar sendirian. Keadaan pintu yang luput untuk Ali kunci, serta intensitas waktu bercintanya yang cukup lama, mampu menegaskan tentang asumsi buruk tersebut —bahwa Ilyana telah melihat semuanya.

     Benar saja, dugaannya tidak melenceng. Saat pintu kamar terbuka dan membawanya melihat ruang tamu yang remang, didapatinya sosok Ilyana tertidur di sofa panjang sembari memeluk tubuh sendiri akibat timpaan hawa dingin puncak. Rasa bersalah otomatis menjalar cepat dan mencekiknya dengan kuat. Ia mengerti bahwa Ilyana tidak akan seberani itu untuk menganggu aktivitasnya dengan Sarah tadi.

     "Ali."

     Ali menengok. Linda keluar kamar dengan wajah kecewa ke arahnya. Selembar selimut tebal tergenggam di kedua tangannya yang menua.

     "Ibu belom tidur?" Ali bertanya.

     "Ibu kebangun." Linda mendekat tanpa melepas tatapan kepada si sulung. Beberapa menit yang lalu, tidurnya terjaga karena ingin mengambil wudu untuk melaksanakan salat malam. Namun, keluar dari kamar, dia terkejut mendapati Ilyana tertidur di sofa dengan keadaan yang begitu menyedihkan. Linda tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa dijelaskan pun, dia sudah memahami apa yang membuat Ilyana urung masuk ke dalam kamar.

     "Maaf, Bu." Ali mengakui.

     "Sarah udah tidur?"

     Ali mengangguk.

     "Nak...." Linda mendebas berat. Kemudian, pandangannya jatuh pada wajah sang menantu yang terhiasi jejak air mata. "Ibu paham, ada kala lelaki emang susah buat nahan nafsunya. Ibu nggak ada maksud ngelarang. Tapi, kamu juga harus paham situasi dan kondisi. Terlebih dengan hubungan istri-istri kamu. Ibu yakin, kamu udah lebih tau gimana mereka selama ini," katanya. "Hargai perasaan istri-istri kamu. Dalam poligami ini, kalian bertiga punya jatah ujiannya masing-masing. Nggak bisa disamakan dan susah buat  diperbandingkan mana yang lebih sakit. Tapi, satu yang harus selalu kamu inget, baik Sarah ataupun Ilya sama-sama punya hati. Kamu nggak bisa sewenang-wenang berbuat tanpa mikirin gimana perasaan istri-istri kamu."

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang