DADW-9| Percakapan malam

2.3K 197 165
                                    

‘‘Aku paham, bahwa dengan menerimaku, itu sudah merupakan sakit hatinya dia’’

—Ilyana Prameswari

🍁


 

     "Pulang jam berapa?"

     "Belom pasti, Dek. Aku abis ini ada pp-meeting. Buyer-nya baru jadi agak lamaan dikit dari biasanya."

     "Jam sembilan?"

     Ali menengok arloji dan coba memperkirakan waktu selesai. Ia kemudian menjawab, "Sekitar jam sepuluh."

     Ilyana terdengar membuang napas berat. "Lama bangetttt...." Ia merengek.

     "Biasanya gitu juga, 'kan?" Ali terkekeh. Diurungkannya niat untuk keluar dari area musala pabrik agar mampu leluasa berbicara dengan sang istri untuk beberapa menit. "Pingin apa emang? Ngidam, ya, anakku?"

     "Pingin kamuuu...." Ilyana menjawab dengan nada kenes.

     "Kata-katanya, kok, ambigu banget, sih?!" balas Ali sambil tertawa kecil. "Kudu diperjelas dulu nih biar aku nggak salah tangkep."

     Kontan, Ilyana tergelak. "Pikirannya pasti ngamar," tebaknya, agak berbisik.

     Giliran Ali yang tertawa. "Anakku udah ngidam apa aja hari ini?" tanyanya kemudian.

     "Ngidam dipeluk ayahnya doang, kok. Tapi, belom kesampaian dari pagi."

     Ali menelan ludah, lalu diulasnya senyuman tipis. Jawaban tersebut memunculkan kegetiran serta rasa bersalah yang begitu besar. Kendatipun Ilyana tidak mengucapkan dengan nada merana, dirinya telah sangat memahami bahwa wanita itu sejatinya begitu membutuhkan kehadirannya hampir di setiap waktu. Namun, kondisi menuntut Ali untuk tidak condong. Pada situasi seperti sekarang, dirinya lah yang harus lebih pandai menempatkan diri serta membagi waktu  tanpa mengorbankan perasaan salah satu pihak. "Nanti aku peluk kamu sampe tidur, dehhh."

     "Siap menunggu anda, Bapakkk." Ilyana menjawab dengan nada manis senang.

     Senyum Ali terkembang walau tipis. Bukan hanya ia, Ilyana pun juga tengah berusaha saling menegarkan dan menghibur diri di tengah keadaan yang menggundahkan. "Udahan dulu, ya. Aku mau masuk. Bentar lagi meeting-nya mulai."

     Ilyana mengiyakan. Ali lantas mengakhirkan panggilan dan beralih men-dial nomor milik Sarah. Tetapi, sambungan tidak mampu terjalin. Ia lantas beralih menuju ruang chat dan menuliskan pesan,

    

Aku hri ini pulng mlm, Dek.
Ada ppm. Buyernya bru.

    

      Dua centang abu tercetak. Sembari menunggu balasan, Ali keluar dari tempat ibadah dan kembali memasuki gedung produksi yang telah menyepi. Hanya tersisa bagian cutting dan former shift dua yang masih beroperasi.

     Terlebih dulu, ditinjaunya para pekerja untuk memantau ada atau tidaknya masalah sebelum melanjutkan langkah menuju ruang pertemuan di lantai dua. Namun, belum sempat ia menjejak pada anak tangga pertama, sebuah seruan dibarengi langkah setengah berlari dari arah ruangan manajer QC terdengar dan secara otomatis memberhentikan dua kakinya.

     "Mas Ali!"

     Ali menengok. Dapat dilihatnya sesosok wanita cantik tengah berjalan cepat kepadanya sembari membawa beberapa berkas dan sample produksi. Ia menunggu dan baru bertanya ketika wanita berperawakan tinggi langsing itu sampai di hadapannya. "Ada apa, Bu?"

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang