DADW 13| Meretak

1.9K 140 59
                                    

A/n: Maklumin kalo nelatnya lama. Abis maraton nonton ulang Naruto dari episode satu dan baru rampung kemarin.

🍁🍁

‘‘Tidak peduli sekuat apapun, manusia tidak akan pernah menang melawan kesepian ’’

Kazekage Gaara/Naruto Shipudden

🍁

     Ali meletakkan plastik berisi dua porsi makanan padang serta menarik sebuah kursi untuk diduduki. Sebungkus rokok dikeluarkannya dari saku celana dan menariknya sebatang untuk diselipkan pada sudut bibir. Aroma nikotin menyebar sesaat bara membakar ujung sigaret yang baru dihisapnya dengan cukup kuat itu. Kepulan demi kepulan lalu mengudara dan binasa untuk membaur bersama udara yang juga dihirup olehnya, menemaninya dalam keterdiam kata memikirkan kembali bermacam rencana yang telah tersusun dalam kepala.

     Lima menit berjalan. Lelaki itu menjauhkan sisa rokok dari bibir untuk disimpan pada sela jemari. Dipandanginya telepon di hadapan untuk beberapa saat. Hela napasnya yang panjang terdengar, kedua matanya juga terpejam, lalu terbuka setelah merasa cukup yakin untuk mengeksekusi skenario yang menurutnya paling apik.

     Tidak ada rasa takut ataupun gelisah pada saat jemarinya menekan angka demi angka nomor telepon milik Sarah dan mendekatkan ganggang telepon ke depan telinga. Nada memanggil pun, terdengar. Ditunggunya jawaban sembari menikmati rokok yang perlahan-lahan akan menemui titik penghabisan.

     "Halo? Ini siapa, ya?"

     "Assalamualaikum?" Ali menyapa dengan nada manis.

     "Mas Ali!" Sarah berseru bahagia dari seberang. Ia langsung dapat mengenali suara sang suami. "Kamu ke mana aja, Mas? Kok, nggak bisa dihubungin, sih? Aku kuatir! Kamu nggak kenapa-napa, 'kan?" tanyanya, bertubi-tubi.

     Ali terkekeh. "Alhamdulillah aku nggak pa-pa, Dek," jawabnya sangat tenang. "Lagi pada ngapain? Dimas ke mana? Pingin denger suaranya."

     "Dimas lagi tidur. Badannya tiba-tiba panas kemarin. Baru bisa tidur jam tiga pagi dia. Manggil-manggil kamu terus, tapi kamu ditelepon nggak aktif-aktif." Sarah mulai terisak kecil. "Pusing kepalaku. Mikirin Dimas iya, mikirin kamu yang nggak ada kabar juga iya."

     Ali tertegun. Diusapnya wajah dengan perasaan campur aduk. "Udah turun belom demamnya?" tanyanya, benar khawatir.

     "Alhamdulillah udah mendingan."

     Bibir Ali menggumam syukur. "Hp-ku kecopetan waktu abis nganter kamu dari terminal, Dek. Nyadar-nyadar pas udah sampe pabrik," ujarnya, mulai menjalankan muslihat dusta. "Aku pulang malem. Mau ngabarin kamu wartel udah pada nutup semua."

     "Ya, Allah...." Sarah prihatin mengetahuinya. "Untung kamu hapal nomorku, Mas. Coba kalo nggak? Yang ada aku beneran bakal pulang nanti sore tau!"

     Ali tertawa. "Kuatir banget, yaaaaa?" godanya.

     "Kuatir kamu digondol sama perempuan lain!"

     Sepersekian detik, Ali terdiam. Betapa segalanya telah sangat terlambat. "Jangan mikir yang enggak-enggak. Aku cuma punya kamu dari dulu. Setiaku cuma buat kamu, Sarah Jinan Ulya. Nggak ada yang lain."

     Sarah tersenyum-senyum dengan pipi merona yang tidak dapat Ali lihat. Ia berhasil dikelabui. "Mas?" panggilnya, lirih.

     "Ya?" Ali menjawab. "Kenapa, eum?"

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang