DADW-3| Sebuah peduli

3.9K 329 119
                                    

Di antara dua wanita
By In_stories

  
🍁


     
     Dalam diam, Ali menatapi pantulan dirinya pada cermin rias. Tampilannya sudah sangat rapi dengan kemeja batik lengan pendek dan rambut yang dia sisir ke belakang. Aroma maskulin nan tegas dari parfum yang dia gunakan mengikuti kelengkapan sempurnanya penampilan dia pagi ini.

     Di luar sana, orang-orang menilainya sebagai sosok pria sempurna yang sangat bertanggung jawab dan menjadi panutan. Namun, ketika berhadapan dengan cermin seperti sekarang, Ali selalu merasa bahwa dia tak ubahnya sosok pria tak berguna yang hanya bisa menyakiti hati istri dan anak-anaknya —serta sangat pantas untuk selalu disalahkan.

     Dulu, ketika memutuskan untuk menikahi Ilyana, Ali tahu bahwa keadaan akan berubah. Namun, Ali dulu juga meyakini bahwa poligami yang dilakukannya akan baik-baik saja dan mudah jika dia mampu berbuat adil kepada kedua istrinya. Tapi, kenyataannya tidak semudah anggapannya karena tidak hanya menyangkut soal tanggung jawab dan tuntutan keadilan, melainkan ada hal yang lebih krusial yang sulit untuk ditangani; perasaan istri-istri dan anak-anaknya.

     Seiring berjalannya waktu serta tumbuhnya kesadaran, Ali terus belajar mendalami mengenai tanggung jawabnya sebagai lelaki beristri dua. Penebusan-penebusan kesalahan juga dia lakukan dengan bukti nyata meski masih belum mampu menutup luka-luka lama.

     Menyudahi aksi merenungnya, Ali lantas berjalan ke arah ranjang dengan ponsel yang tengah berusaha menyambungkan dengan kontak milik Sarah. Merasa tak nyaman, Ali lalu melangkah menuju jendela kamar, menatapi gerimis kecil yang kembali turun membasahi bumi sejak subuh tadi.

     Telepon tersambung. Suara milik sang istri menyapa dengan lembut.

     "Lagi ngapain, Dek?" Ali bertanya setelah keduanya menyelesaikan pertukaran sapa.

    "Lagi beres-beres meja makan, Mas."

     "Masak apa kamu hari ini?"

     Sarah menyebutkan menu masakan buatannya. "Aku juga ada bikin kolak, lho. Kemarin dikasih ketela sama Bu RT yang baru balik dari kampung."

     "Enak, tu. Sisain, boleh?"

     "Nanti sore aku bikinan yang baru aja."

     "Anak-anak udah berangkat belom?" tanya Ali kemudian. Lelaki itu berbalik badan menjadi memungunggi jendela ketika suara daun pintu kamar mandi terbuka. Senyum manisnya terbit mendapati istri keduanya datang dengan tubuh yang menggigil kedinginan berbalut handuk warna merah muda.

     "Belom. Katanya mau agak nyantai dulu. Tu, mereka aja lagi nonton tv."

     "Aku jemput aja." Ali melirik jam dinding yang baru menunjuk pukul enam kurang seperempat. Dia melambai pada Ilyana untuk mendekat dan memeluk tubuh mungil itu agar tak kedinginan. "Cuacanya gerimis. Kayaknya juga mau ujan gede. Takutnya mereka nanti keujanan kalo berangkatnya maksa pakek motor. Mobil lebih aman."

     "Aku tanyain dulu ke anak-anak. Tau sendiri, 'kan, mereka lebih suka naik motor ketimbang naik mobil."

     Ali mengangguk. Wanita dalam dekapannya diam mendengarkan seraya menikmati lingkupan tubuhnya yang menghangatkan. "Nanti kabarin, ya? Mas mau sarapan dulu."

     "Iya. Oiya, Yasmin gimana? Udah sehat belom?"

     Ali dan Ilyana kontan saling berpandangan, tersenyum haru atas pertanyaan sederhana dari Sarah.

     "Alhamdulillah, udah mendingan. Cuma badannya masih lemes. Jadi, belom aku izinin buat ke sekolah," Ali menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari mata Ilyana yang berkaca.

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang