DADW 18| Tuba di genggaman

2.8K 157 172
                                    

A/n: Ini bakalan panjang. Hampir 10K kata. Bacanya sambil nyantai aja, ya.

🍁🍁

🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁


     "Astaghfirullah!"

     Ali mengerem mendadak! Ia hilang fokus dalam mengemudi hingga hampir menabrak kendaraan yang berhenti di hadapannya karena lampu merah. Ia lantas merubuhkan punggung diiringi napas tertarik panjang, berupaya menenangkan diri dari bisingnya isi kepala yang tidak henti memikirkan pertengkarannya bersama Sarah. Semuanya seperti benang-benang kusut yang menghambat kerja otak. Beruntung, Tuhan masih memberikan perlindungan.

     Dua puluh menit kemudian —tepat di pukul 20.30 WIB— dirinya tiba di rumah Ilyana. Ia menjumpai wanita itu tengah berbaring sembari menyusui Debyta yang baru terlelap. Didekatinya Ilyana untuk memberi satu kecup di dahi tanpa ada sapa apalagi senyuman.

     "Mas." Ilyana mencekal lengan Ali saat lelaki itu akan beranjak dengan wajah cemas. Firasatnya berkata buruk.

     "Tidurin Deby dulu. Nanti aku cerita."

     Sebagai jalan menghibur kekalutan diri, Ali membawa sebatang cigaret dan membakarnya di depan jendela kamar yang ia kuak lebar-lebar. Udara lembap sontak menusuk penciuman. Suasana halaman samping rumah yang membasah akibat hujan deras tadi sore menjadi tontonan penuh kejemuan.

     Hampir satu jam ia hanya berdiri bergeming memainkan gumpalan asap dari mulut yang lantas terlenyap oleh deru angin. Wajahnya terdengak menatap langit hitam yang memunculkan kilat-kilat pertanda hujan hendak kembali berjatuhan. Senyumnya terasa pahit, begitu pula hatinya. Tidak disangka, masalah sekecil demikian mampu melahirkan pertengkaran yang cukup besar. Parahnya, semua itu terjadi tepat di hadapan Larisa. Akibatnya, persoalan yang harus dia selesaikan tidak hanya kepada Sarah, tetapi putrinya juga.

     "Nggak mau bebersih dulu?" Ilyana hadir merengkuh pinggang Ali dari belakang dan menyandarkan diri secara penuh ke punggungnya. "Aku bikinin minum, ya?"

     "Aku lagi ngerokok. Jangan deket-deket dulu," ujar Ali, mengingatkan.

     "Nggak pa-pa."

     "Bahaya, Dek...."

     "Makannya matiiiiin...." Ilyana merengek manja.

     "Sedikit lagi. Sayang dibuang."

     "Ya, udah kalo gitu!" Ilyana tidak peduli dan terus bertahan pada posisi. Ali pun, menyerah. Ia mematikan bara dan membuang sisa rokoknya dengan sia-sia.

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang