DADW-11| Satu kelalaian

2.2K 168 100
                                    

‘‘Memang tidak sepantasnya begini. Namun, saya juga manusia biasa. Dan lupa merupakan kewajaran yang sangat tidak disengaja’’

—Ali Syahreza

🍁

    
  
     "Ibu kamu emang nggak pernah curiga, Mas?"

     "Curiga kenapa?" Ali menatap pada Ilyana yang tengah berbaring di sisinya dengan heran.

     "Ya, semenjak sama aku, 'kan, kamu sering keluar malem. Kadang pulangnya pagi," tuturnya, agak risau.

     Ali justru tertawa. Tangannya masih bergerak membelai helai rambut gadis yang satu bulan terakhir menjadi salah satu pusat perhatiannya. "Sebelum ini saya emang sering keluar malem buat nongkrong sama temen-temen. Nggak usah kuatir. Selagi saya pulang nggak dalam kondisi mabok, insyaallah baik-baik aja, kok."

     "Ibu kamu orangnya gimana?"

     "Yang pasti baik orang anaknya aja baik gini."

     Ilyana tergelak. Dia merapatkan badan hingga lengan lelaki itu mampu merengkuhnya secara sempurna. "Kalo adek kamu?" tanyanya lagi.

     Ali kemudian memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan Ilyana mengenai keluarganya, tentu saja disertai beberapa hiasan-hiasan dusta. Langkahnya telah sangat jauh. Dan jujur adalah sesuatu yang tidak ingin dia lakukan — setidaknya untuk saat ini.

     "Nanti saya pasti bakal kenalin kamu ke Ibu."

     "Belom siap. Maluuu."

     "Nggak siapnya jangan lama-lama. Nanti kalo saya mau ngelamar kamu gimana? Masa ketunda cuma gara-gara kamu malu?"

     Kedua pipi Ilyana menghangat. Ada semu merah yang terlihat jelas oleh Ali. "E-emang Mas Ali udah yakin sa-sama aku?" tanyanya kemudian. Dia tidak berani menatap Ali secara langsung, hanya melirik sekilas, lalu membuang pandang ke arah dada pria dewasa itu.

     "Kalo saya nggak yakin sama kamu, saya nggak mungkin tiap hari ke sini." Ali berkata  sembari mengusap-usap satu pipi Ilyana. "Kalo saya nggak serius sama kamu, mana mungkin saya mau ke sini ujan-ujanan cuma buat nganterin obat nyeri haid pesenan kamu?"

     Dada Ilyana seketika ditaburi haru. Sikap demi sikap baik yang Ali berikan selayaknya bentuk pembuktian yang sangat konkret dan membuat rasa percayanya kepada pria itu tumbuh makin besar. Dia lantas mendengak dan tatapan keduanya bertemu dalam jarak sangat dekat. Ali memdermakan sebuah kecupan di kening , membuatnya terpejam nyaman, tapi tidak selaras dengan dentuman di dada yang bergemuruh riuh.

     "Kamu percaya sama saya, 'kan?" tanya Ali lagi. Suaranya memberat serak.

     Kepala Ilyana terangguk, mataya masih terpejam erat.

     "Kenapa merem? Liat saya coba!"

     "Deg-degan," jawabnya, terlampau lugu.

     Ali tertawa kecil. Pelan, dia menggerakkan seluruh badan hingga posisi tubuhnya berada di atas Ilyana yang semakin tidak mampu berkutik. "Malu?"

     Ilyana masih hanya mengangguk.

     "Kalo gini masih malu nggak?" Ali kemudian mengecup pipi Ilyana satu kali.

Di antara dua wanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang