‘‘Setangguh apapun dia dalam menghadapi permasalahan, kenyataannya ia adalah sosok repas dan memiliki titik rentannya sendiri’’
—Di antara dua wanita/ Juni 2022
🍁
Sore di akhir pekan kali ini datang dibersamai mendung tebal dan angin cukup kencang. Hujan menjadi kemungkinan paling akurat yang akan terjadi beberapa saat lagi.Benar. Tidak membutuhkan waktu lama dari perkiraan, gerimis lumayan besar turun dari angkasa dan membasahi sekitar. Para karyawan yang tadinya berjalan dengan langkah biasa, kini tampak mempercepat kedua kaki menuju bus jemputan atau menuju kendaraan masing-masing dengan tangan yang berusaha melindungi dari rintik air.
Cuaca memang tidak terlalu menyenangkan untuk diajak beraktivitas luar. Kepenatan yang membelenggu badan sesungguhnya juga sudah membisiki Ali untuk kembali ke rumah dan mengistirahatkan badan seperti orang kebanyakan. Padatnya jadwal ekspor, ditambah dengan masih banyaknya kekurangan jumlah barang membuat waktu istirahatnya selama tiga minggu terakhir sangat kacau. Pada hari Minggu, ia bahkan masih harus mengikuti over time seperti karyawan yang lain. Namun demikian, asanya demi keluarga lebih besar. Sebuah notifikasi pesan dari wanita paruh baya yang menjadi pelanggan offline sejak empat hari lalu, hadir dan memacu semangat dari dalam dirinya untuk tetap menerobos guyuran air.
Ya, telah hampir dua minggu Ali menggeluti pekerjaan sampingan itu untuk memberi sebuah kelayakan pada keluarga. Jabatan sebagai seorang manajer dengan nilai prestise yang cukup tinggi sama sekali tidak membuatnya malu. Justru, rasa syukur yang besar tidak pernah lupa untuk diucapkan atas pendapatan yang berhasil diperoleh meski tidak selalu dalam jumlah banyak. Sejauh itu pula, tidak ada masalah berarti selain hanya semakin terbatasnya waktu untuk membagi kebersamaan dengan dua rumah yang harus selalu disinggahi.
Empat puluh menit berkendara, Ali tiba di rumah si penumpang setelah melakukan penjemputan pada sebuah masjid yang baru melakukan pengajian akbar. Dirinya keluar dengan membawa payung untuk membantu wanita tersebut agar tidak tertimpa derasnya hujan. Kebaikan kecilnya begitu menyentuh. Wanita tua itu mengucapkan banyak terima kasih serta memberi doa-doa baik untuknya, juga mengucapkan bahwa akan terus menjadi pelanggan tetap yang disambut Ali dengan ucap terima kasih.
Keluar dari kompleks, gawainya berkedip. Sebuah permintaan penjemputan kembali hadir. Senyum Ali terulas senang dan bibirnya menggumam syukur. Rasa lelah di badan seolah lenyap atas dua rezeki yang hadir secara berurutan di hari yang masih sore itu. Maka, di bawah timpaan lebatnya hujan, laju mobil dia percepat. Sebuah hotel bintang lima berhasil ditempuh dalam waktu seperempat jam. Dirinya lekas memberitahukan posisi kepada si pelanggan. Tetapi, pesan instannya tidak memperoleh tanggapan cepat. Hampir lima menit menunggu dan tidak ada jawaban, Ali pun berinisiatif melakukan panggilan suara. Lima detik kemudian telepon darinya baru bersambut. Suara wanita di seberang sana menyapa dan tanpa sungkan mengucap maaf, lalu mengatakan bahwa akan segera menghampiri.
Tidak lama, sesosok wanita cantik dalam balutan sheath dress warna maroon datang mengetuk kaca mobilnya. Ali membuka partisi tersebut seraya memberi senyum ramah.
"Mas Ali Syahreza. Bener, 'kan?" Wanita itu bertanya lebih dulu untuk memastikan.
"Benar." Ali mengangguk. "Mbak Riana tujuan Summarecon Bogor. Benar?"
Riana membenarkan dan lekas menempatkan diri di samping lelaki itu. Kendaraan mulai berjalan.
"Boleh saya putar musik?" Ali meminta izin. Tidak semua orang menyukai kebisingan. Tetapi, ia membutuhkan penghiburan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara dua wanita
عاطفية"Sampai pada sebuah alur yang begitu pahit, saya menyadari bahwa buah dari ketidak adilan adalah ancaman perpisahan." -Ali Syahreza _______ Original story by In_stories Credit pic : Pinterest