01. Holiday

609 304 344
                                    

Lyu Zetha baru saja merapikan buku-buku di atas meja belajarnya ketika sang ibu memanggil untuk turun dan sarapan bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lyu Zetha baru saja merapikan buku-buku di atas meja belajarnya ketika sang ibu memanggil untuk turun dan sarapan bersama. Langkah si manis membawa serta tubuh rampingnya yang terbalut kaos putih berlapis jaket drab green kesukaannya. Cuaca pagi yang cukup menusuk kulit sangat pas dengan hidangan hangat yang dibuat ibundanya. Zetha menarik kursi di sebelah adiknya dan menempatkan diri dengan nyaman.

Masing-masing mangkuk di atas meja sudah diisi dengan sup kerang. Asap yang mengepul di atas mangkuk menandakan sup tersebut baru saja diangkat dari panci. Zetha meraih gelasnya dan menegak air membasahi tenggorokan. Ia menyendok sup, meniupinya, dan menyeruput kuahnya yang amat lezat.

"Seperti biasa, masakan ibu selalu enak," pujinya membuat sang ibu tertawa di seberang meja. 

"Kau sangat pandai memuji," balas wanita yang tak bisa menyembunyikan rona di wajahnya. Keluarga itu tertawa hangat untuk pembuka obrolan di pagi hari yang cukup menyenangkan.

Sang ayah menyimpang dari obrolan dengan berkata, "Hari ini ayah dan ibu akan pergi untuk urusan bisnis. Mungkin kami tak bisa menemani kalian berlibur."

Zetha melirik adiknya. Gadis yang lebih muda dua tahun darinya itu melengkungkan bibirnya ke bawah. Bahunya merosot, dengan binar yang hilang dari matanya. Sangat jelas gadis itu sedih dengan kabar yang baru saja diberitahu sang ayah. Padahal, dia memimpikan liburan tahun ini dengan menghabiskan waktu ke luar negeri bersama keluarga. Zetha selalu mendengar celotehan Natha tentang negeri ginseng yang ingin sekali dia kunjungi. Tentu saja mimpi itu kini pupus dengan kenyataan yang berbeda.

"Kabarnya cukup mendadak ya, Yah." Pasalnya, dari satu minggu lalu orang tuanya tak pernah mengungkit urusan bisnis yang mengharuskan mereka berdua ke luar negeri. Tidak seperti biasanya yang selalu ada kabar, bahkan satu bulan sebelum keberangkatan. Harusnya semua terjadwal bukan? 

Kali ini si ibu ikut bicara dengan mengatakan ada masalah pada salah satu perusahaan keluarga mereka yang berada di Kanada. Orang kepercayaan sang ayah tak bisa mengurus hal itu. Jadilah ayah dan ibu harus terbang ke sana dan menyelesaikannya sendiri.

"Berapa hari ayah dan ibu di sana?"

"Sampai masalahnya selesai. Mungkin sampai akhir pekan," jawab ayah setelah menyesap kopi hitamnya.

"Tapi, Yah, aku ingin liburan bersama ayah dan ibu." Zetha kembali menoleh pada adiknya. Mata gadis itu kini sudah berkaca-kaca. 

"Sayang," lirih sang ibu. Wanita itu beranjak dari tempatnya dan menghampiri Natha. Berjongkok di sebelah kursi anak bungsunya agar wajah mereka sejajar. Natha ditarik ibu kedekapannya, diusapnya penuh sayang puncak kepala Natha. "Kami pergi sebentar saja. Kau bisa pergi dengan Zetha, oke? Ayah akan pesankan tiket untuk berlibur, bagaimana?"

Nampaknya bujukan sang ibu sedikit mengundang rasa senang kembali pada Natha. Gadis berwajah bulat itu memikirkan sejenak penawaran dari ibu sebelum akhirnya setuju dengan hal yang ditawarkan.

Melihat Natha yang kembali tersenyum tipis juga membuat Zetha merasa senang. Setidaknya, adiknya tidak merasa amat sedih ditinggalkan. Meski itu berarti dirinya yang harus berkorban untuk ikut liburan dan menghadapi keramaian.

Masih ada topik ringan yang dibahas di meja makan setelah kejadian dramatis antara Natha dan liburan keluarga yang diimpikannya. Setelah sepenuhnya berakhir, ayah lebih dulu kembali ke kamar untuk bersiap pergi ke perusahaan. Disusul Natha yang berpamitan ingin pergi mengunjungi salah satu rumah temannya. Zetha tetap di dapur, membantu ibu membereskan sisa makanan mereka.

"Bu," panggil si gadis yang baru saja selesai menata piring yang sudah dicucinya sampai bersinar. "Apa aku benar-benar harus ikut berlibur?" 

Zetha tak bisa bohong dengan kekhawatiran yang ia hadapi. Gadis itu tak terbiasa dengan keramaian. Tak pernah ia bayangkan ia akan menjaga Natha di tempat yang banyak manusianya di luar sana. Berdiam diri di rumah adalah pilihan terbaik untuk menghabiskan hari libur.

Sang ibu menghampirinya sambil tertawa renyah. Tangan yang lebih tua menyentuh pundak Zetha, merematnya pelan dan menepuk pundak itu agar selalu kuat. 

"Tak apa, Sayang, kau pasti bisa menghadapi kekhawatiranmu. Ibu percaya padamu." Kecupan di dahi diberikan sebagai bentuk kasih dari ibu untuk gadis sulungnya.

~~~

Ketika Zetha dan Natha mengantar orang tua mereka ke bandara, yang paling muda masih terlihat enggan melepas kepergian ayah ibunya.

"Kau harus menjaga adikmu baik-baik, mengerti?" titah ibu pada Zetha. Si sulung mengangguk paham. Ia memeluk ibu dan ayahnya bergantian. Selepasnya, Zetha memperhatikan bagaimana adiknya memeluk erat kedua orang tua mereka. Entah sejak kapan gadis mungil itu sudah berderai air mata. Zetha tersenyum kecil melihat adik cengengnya yang belum sepenuhnya beranjak dewasa.

Ayah dan ibu bergegas pergi ketika panggilan keberangkatan menyapa indera pendengaran. Zetha menarik adiknya mendekat. Mengusap pelan kepalanya agar gadis itu tenang. Agar Natha kembali ceria, Zetha mengajaknya untuk segera mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa berlibur. Mengingatkan lagi pada Natha, bahwa impiannya liburan keluarga tetap terwujud bersama sang kakak.

Benar saja, secercah senyum menghiasi wajah bulat itu. Natha menggandeng tangan kakaknya lebih dulu. Mereka kembali ke rumah dan bersiap untuk menghabiskan liburan mereka di negeri ginseng.

"Kak, sebaiknya aku membawa hoodie atau tidak? Kaos kaki apa yang cocok untuk kupakai? Apa aku perlu topi? Kak Zetha! Coba jawab pertanyaanku," teriak Natha pada Zetha yang berbaring di kasur adiknya.

"Bawa saja apa yang benar-benar kau perlukan, Natha. Kita tidak pindah ke sana, kita hanya berlibur, kau paham 'kan?" Zetha tak menyangka Natha butuh waktu lebih dari satu jam hanya untuk memilih barang-barangnya.

"Setidaknya aku harus tampil anggun di depan oppa yang ada di sana," ucap Natha seraya tersenyum penuh arti.

"Terserah kau saja, manusia di Korea juga tak akan tertarik padamu." Natha cemberut mendengar ucapan Zetha, sementara Zetha tertawa renyah. Senang sekali melihat Natha yang sangat berenergi. Berbeda dengan dirinya beberapa waktu lalu yang banjir air mata. 

Zetha kembali ke kamarnya untuk berkemas juga. Setelah mengepak satu koper sedang, masih ada beberapa barang lagi yang belum dibeli. Dengan begitu, Zetha memutuskan untuk keluar dan membeli kebutuhannya.

"Natha! aku akan pergi ke supermarket, apa ada yang ingin kau beli?"

"Aku ikut!" Natha berlari keluar menghampiri Zetha. Lantas, keduanya berjalan menuju supermarket terdekat.

"Sudah berapa negara yang kau kunjungi?" tanya Natha disela perjalanan.

"Baru dua," kata Zetha. Akhirnya mereka berdua tiba di supermarket dan masuk untuk mencari perlengkapan yang diperlukan.

"Setelah Korea kau ingin kemana?"

"Aku masih belum memikirkan itu."

"Sejak dulu aku ingin sekali ke Korea, akhirnya sekarang bisa tercapai." Natha berakting haru saat mengucapkan hal itu.

"Karena drama Korea dan sederetan boyband kerennya kan? Kau selalu tergila-gila dengan mereka sejak dulu." Natha terkekeh geli mendengar pernyataan kakaknya yang tepat sekali.

Setelah mereka mendapatkan semua perlengkapan yang dibutuhkan, keduanya kembali ke rumah dan istirahat. Mereka sama-sama tak sabar menanti hari esok yang diharapkan berjalan sempurna.

~~~

Until the end [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang