"Jadi, kau pulang besok?" Zetha mengangguk untuk pertanyaan yang Dae Hyun ajukan.
"Jam berapa?" Zetha meneguk air putihnya sebelum menjawab pertanyaan kedua dari si lelaki.
"Pagi. Ayah meminta kami untuk segera pulang." Dae Hyun mengangguk paham.
Mereka kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Dae Hyun mengangkat kepalanya, melirik Zetha yang mengaduk-aduk makanan di piringnya. Mata lelaki itu terarah pada wajah Zetha yang menurutnya terpahat sempurna. Rasanya ia mengagumi gadis di depannya ini melebihi apa yang ia bayangkan. Melihat Zetha seperti ini saja membuatnya merasa berdebar. Apalagi ketika gadis itu mengukir senyum di wajahnya. Bisa-bisa Dae Hyun gila karena jantungnya berdegup amat kencang.
Dae Hyun buru-buru melempar pandangannya ke samping ketika Zetha berbalik menatapnya. Zetha mengulum senyum di hadapan lelaki itu. Tentu saja ia sadar si lelaki itu memperhatikannya dari tadi, dan gadis itu jadi salah tingkah jika terus berlanjut.
Jadilah ia mengajukan pertanyaan untuk memecah kecanggungan. "Kemana kamu tiga hari lalu?"
"Aku ada pekerjaan sedikit." Jawaban Dae Hyun masih sama seperti sebelumnya.
"Kamu benar-benar sudah sembuh?" Pertanyaan Zetha kali ini mampu membuat Dae Hyun terdiam beberapa saat.
Dirinya sendiri tak tahu apa sakit yang menderanya saat itu. Ia tak pernah pergi ke dokter untuk menanyakan perihal sakit kepalanya. Tiga hari lalu Dae Hyun sama sekali tak ada pekerjaan, ia berbohong. Setiap malam selama tiga hari belakang, bayangan-bayangan asing memaksa masuk ke dalam pikirannya, membuatnya mau tak mau harus mengurung diri di kamar dan mengerang sendirian.
Dae Hyun tak mengerti mengapa berbagai macam bayangan seperti itu sangat menyiksanya. Selama hidupnya ia tak pernah merasa seperti itu, sebelum.... Ya, sebelum ia bertemu gadis ini. Gadis di hadapannya yang kini menatapnya khawatir.
"Aku tidak sakit." Kata itulah yang akhirnya terlontar dari bibir Dae Hyun.
"Bohong. Dua kali aku melihatmu sangat tersiksa, lalu kamu bilang kamu tidak sakit?"
Perkataan itu tepat menghantam Dae Hyun. Dia mendadak seperti anak yang dimarahi ibunya karena ketahuan berbohong. Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, mencoba menghilangkan kegugupannya."Maaf, aku sendiri juga tak tahu mengapa aku bisa tiba-tiba sakit." Akhirnya lelaki itu memilih jujur, ia tahu dirinya sama sekali tak bisa berbohong di hadapan bidadari satu ini.
"Tiba-tiba? Maksudmu, kau tak pernah seperti itu sebelumnya?" Dae Hyun mengangguk. Sakit itu benar-benar tak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Kau tak memeriksanya ke dokter?" Gelengan dari Dae Hyun membuat Zetha menepuk pelan dahinya.
"Aku tak tahu apa dokter bisa menganalisa sakit ini. Sepanjang pelajaran yang aku dapat, aku tak pernah tahu tentang sebuah bayangan kenangan yang dapat membuat seseorang begitu tersiksa." Penjelasan Dae Hyun membuat Zetha terdiam.
"Mungkin saja dokter ahli bisa menangani hal itu?" Apa yang ia sarankan sebenarnya juga tak ia yakini.
"Sudahlah, lagipula sakit itu tak selalu datang," ujar Dae Hyun dengan senyum manisnya.
"Kau mau jalan-jalan?" Zetha menatap Dae Hyun yang sudah berdiri, mengulurkan tangannya pada Zetha. Gadis itu mengangguk. Lalu dengan langkah lebih santai, dua insan itu melenggang keluar dari restoran.
~~~
Dae Hyun memberhentikan mobilnya di tepi sungai Han. Ia turun terlebih dahulu, sebelum menyambut Zetha dengan uluran tangannya. Mereka berdua berjalan di sepanjang sungai itu dengan lambat, menikmati setiap angin ringan yang menerpa wajah. Dae Hyun menatap gadis di sebelahnya, mengapa ia begitu ingin memiliki gadis ini?
Dae Hyun meraih tangan Zetha yang bebas berada di samping tubuhnya. Mendapat perlakuan seperti itu tentu Zetha terkejut dan menoleh pada Dae Hyun.
"Aku hanya menggenggamnya. Salah kah?" Dae Hyun mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum agak memaksa.
"Em-ya-tak apa." Zetha memalingkan wajah merahnya ke samping, terlalu malu untuk menampakkan wajahnya pada Dae Hyun.
Sikap gadis itu membuat si lelaki tersenyum. Sangat menggemaskan pikirnya. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya. Beberapa langkah setelahnya, Dae Hyun menarik Zetha untuk duduk di salah satu bangku. Ia meninggalkan gadis itu beberapa saat dalam keadaan bingung. Lalu kembali dengan dua cup ice cream di tangannya, satu vanilla dan satunya cokelat.
"Kau mau yang mana?" tanya Dae Hyun sambil memamerkan ice cream pada Zetha.
"Vanilla." Zetha tak terlalu suka cokelat. Ia meraih ice cream yang diberikan manusia di sampingnya, dan menikmati hidangan itu perlahan.
"Terima kasih, ya," ujar Zetha memecah keheningan.
"Tak apa, bukan hal besar hanya membelikanmu ice cream."
"Bukan, terima kasih sudah menemaniku selama di sini. Intinya terima kasih untuk semuanya." Zetha menatap Dae Hyun dan tersenyum hangat.
"Terima kasih sudah menemaniku. Terima kasih untuk semua yang sudah kau berikan. Terima kasih."
Tidak. Dae Hyun tak ingin merasakan sakit saat ini. Setidaknya jangan sekarang, jangan mengganggu waktu indahnya bersama Zetha.
Dae Hyun memegangi kepalanya, dan untuk kesekian kalinya Zetha menatap lelaki itu dengan khawatir. Tangan Zetha terulur menyentuh tangan si lelaki, mencoba menyalurkan energinya untuk lelaki yang tengah kesakitan itu. Si gadis tak bicara sedikitpun. Hanya gerakannya yang menandakan bahwa ia sangat khawatir dan peduli. Ia memijit kepala Dae Hyun dengan lembut, sementara Dae Hyun masih saja mengerang dan memejamkan matanya.
"Sangat sakit kah?" Kali ini Zetha membuka suara. Dae Hyun menepis tangan Zetha dari kepalanya, membuat gadis itu tersentak kaget.
"Kita pulang." Zetha jelas melihat lelaki itu masih menahan sakitnya, tapi gadis itu tetap mengikuti ketika Dae Hyun menarik lengannya dan melangkah cepat ke arah mobil mewahnya yang terparkir di tepi jalan.
Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut kedua insan dalam mobil itu. Zetha masih enggan menatap ke sebelahnya, begitupun Dae Hyun. Pikiran Dae Hyun kini benar-benar berantakan, ia tak bisa mengendalikan sakit di kepalanya itu. Sewaktu-waktu, ia menggertakkan gigi guna menahan sakit yang terus menyiksanya.
Tak kuasa menahan sakit, Dae Hyun akhirnya menepikan mobilnya. Tangannya kembali terangkat memegangi kepalanya, sakitnya benar-benar tak bisa ditoleransi.
Zetha terdiam di tempatnya, terlalu kaku untuk sekedar memandang lelaki yang tengah mengerang tertahan itu. Tak ada yang bisa ia lakukan, meraih kepala Dae Hyun pun rasanya sangat canggung, mengingat bagaimana tangannya ditepis oleh lelaki itu tadi.
"Kau ..." Dae Hyun berbicara tersendat, ia sama sekali tak menoleh pada Zetha. "Pulanglah naik taxi, aku sama sekali tak bisa mengantarmu." Entah mengapa rasanya Zetha tak mau beranjak dari tempat duduknya. Ia tak ingin jika harus meninggalkan lelaki itu sendirian dengan rasa sakitnya. Ia terlalu khawatir.
"Pergilah!" suruh Dae Hyun lagi. Ada perasaan tak enak di hati Zetha kala ia mendapatkan bentakan dari Dae Hyun. Dengan berat hati gadis Aussie keluar dari mobil dan berjalan beberapa langkah ke depan. Kemudian, mencari taxi yang lewat dan memberhentikannya. Taxi itu kemudian membawa dirinya untuk pulang.
Dae Hyun menatap kepergian gadis turis itu dengan nanar.
'maaf untuk kesekian kalinya, Zetha.'~~~
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Until the end [TAMAT]
Teen Fiction"𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧." -𝙲𝚞𝚛𝚛𝚞𝚖𝚋𝚒𝚗, 𝟸𝟶𝟸𝟷 [Part Tidak Lengkap]