20. Pulang ke Australia

108 98 48
                                    

Dae Hyun merebahkan tubuhnya di kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dae Hyun merebahkan tubuhnya di kasur. Tangan kiri lelaki itu menutup kedua mata elangnya. Hari ini begitu melelahkan. Wajah Zetha dengan air mata di pipi kembali singgah di pikirannya. Rasa bersalahnya semakin besar saat ini. Dia sudah berusaha menghubungi gadisnya sejak tadi, tapi tak ada jawaban sama sekali.

Lelaki itu bangkit dari tidurnya dan duduk di tepi kasur. Bagaimana dia akan menjelaskan keadaan sekarang kepada Zetha, sementara ia sendiri tak tahu di mana gadis itu menginap. Sibuk memikirkan Zetha membuat rasa sakit mendadak menghampiri kepalanya. Dae Hyun meringis sembari memegangi kepalanya yang semakin berdenyut.

Bayang-bayang yang sudah lama hilang kembali memasuki kepalanya lagi. Suara-suara yang coba ia lupakan kembali menghantui pendengarannya.

"Maafkan aku," ujar lelaki berkemeja rapi.

"Aku akan membawanya bersamaku." Lelaki itu kemudian menarik bocah kecil yang sedari tadi berdiri di samping si wanita. Bocah itu menangis keras, memberontak saat tangan lelaki dewasa itu meraihnya.

"Jangan sakiti dia!" Wanita itu merengkuh anak yang menangis ke dalam pelukannya. Ia ikut tersedu melihat anak itu menangis.

"Aku harus melakukan ini. Kita memang tidak ditakdirkan bersama." Lelaki itu merebut paksa tubuh kecil dalam dekapan Si Wanita. Menggendong anak yang terus memberontak itu dan melangkah menjauh.

Si wanita menangis keras. Tak rela melepaskan anak itu. Ia berteriak, namun suaranya tak begitu jelas terdengar.

Dae Hyun menitikkan air matanya. Entah mengapa ia ikut menangis. Bayangan wanita yang menangis dan meneriakkan sesuatu itu terus berputar di kepalanya. Sampai akhirnya, pandangan Dae Hyun menghitam. Lelaki itu kehilangan kesadarannya dan terjatuh ke lantai.

~~~

"Bagaimana harimu, Sayang?" Ibu yang baru saja pulang ke hotel, mendapati anaknya tengah bergelung dalam selimut sembari menonton televisi.

"Seru, Bu. Aku sudah sampai ke Menara Eiffel tadi siang," tutur Zetha diakhiri senyum manisnya.

"Wah, luar biasa. Nanti malam kita akan makan bersama." Zetha mengangguk antusias atas pernyataan itu.

"Eh, matamu sembab. Kenapa?" Zetha memalingkan wajahnya.

"Hanya kurang tidur, Bu." Vita memandang anak sulungnya khawatir. Wanita itu mengelus puncak kepala Zetha, lalu mengecupnya.

"Istirahatlah dengan cukup agar tidak sakit." Zetha tersenyum, lalu mengangguk paham.

Sepeninggalan ibunya, Zetha menghela napas pelan dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia terus memikirkan kejadian tadi, saat pagi di restoran dan siang di pusat kota. Masih terasa sakit di hatinya, karena itulah ia tak menggubris panggilan masuk berkali-kali dari Dae Hyun. Ia menghabiskan waktunya sampai sore ini dengan menonton tv.

"Argh! Aku bisa gila," keluh Zetha dengan wajah cemberutnya.

"Apa yang kau bilang barusan?" Zetha terkejut mendengar suara sang ibu yang ternyata sudah keluar dari kamar mandi.

"Ah, bukan apa-apa, Bu."

"Ya sudahlah. Bagaimana jika kita pergi sekarang? Sekaligus membeli sesuatu untuk Natha." Zetha menyetujui usulan ibunya. Dia segera beranjak tadi tempat tidur dan bersiap untuk pergi.

Ibu dan anak itu mengunjungi beberapa toko untuk membeli oleh-oleh untuk Natha dan Jung Nam. Selepas belanja, Zetha dan ibunya menaiki taxi untuk kembali ke hotel, meletakkan belanjaan mereka, lalu kembali keluar untuk makan malam.

Mereka mendatangi restoran yang cukup besar. Memesan makanan yang diinginkan, lalu duduk menunggu dengan tenang.

"Bu, aku ingin bertanya," ujar Zetha membuka pembicaraan.

"Ya, kenapa?"

"Ibu bilang Natha bukan anak kandungmu, apa maksudnya?" Zetha melihat bagaimana ibunya bergerak gelisah dan tersenyum paksa. Zetha rasa memang kinilah ia harus bertanya perihal banyak hal yang ia bingungkan.

"Bukan apa-apa. Aku hanya terbawa emosi waktu itu," tutur ibunya yang tersenyum kikuk.

"Benarkah?"

"Zetha, bisakah kita tidak membicarakan hal ini dulu?" Mereka berpandangan. Mata si ibu tak bisa berbohong bahwa ia benar-benar gelisah dengan pertanyaan dari si sulung.

"Jadi ... " Zetha menatap dalam ke mata yang sedikit berair di hadapannya, "memang ada sesuatu, ya, Bu."

Ibunya berdiri tiba-tiba. "Ayo, kembali ke hotel saja."

Suasana di sekeliling ibu dan anak itu tak lagi enak. Begitu sampai di kamar hotel, Zetha memilih duduk di kursi sementara ibunya di tepi kasur. Si ibu terdiam cukup lama sebelum akhirnya menghirup napas panjang dan menatap wajah sulungnya. Ibu mulai bercerita, tentang masa lalunya.

Tentang dia dan suami pertamanya. Vita menceritakan kisah cintanya yang tak diterima oleh keluarga si lelaki. Mereka yang menentang restu orang tua, terpaksa pindah dari Korea Selatan ke Australia. Sayangnya, cinta mereka tak abadi. Lelaki itu meninggalkan sang ibu ketika dirinya hamil anak kedua. Ibu menangis di hadapan Zetha ketika bercerita tentang lukanya di masa lampau.

Terasa menyakitkan jika mengingat lelaki yang dicintainya pergi begitu saja karena alasan harta. Orang tua si lelaki menjanjikan uang berlimpah jika dia pulang dan bercerai dengan si ibu. Pria yang merupakan cinta pertama ibu itu membawa serta anak pertama mereka.

"Aku tak pernah tahu apapun tentang mereka berdua setelah itu. Dia ... ayahmu, Zetha. Aku menikahi Bries setelah itu. Dia membawa Natha kecil yang ditinggal ibunya." Zetha sudah berlinang air mata. Ia mendekat dan memeluk sang ibu dengan erat.

Semua rasa berkecamuk dalam hatinya. Ia marah, kenyataan ini baru ia ketahui sekarang. Ia juga terluka dengan keadaan yang harus ibunya lewati di masa lalu. Ia kecewa dengan sosok ayah yang begitu jahat, meninggalkan ibu dan dirinya. Segala rasa itu tak bisa ia luapkan dengan kata-kata. Segala peliknya pada akhirnya ia tumpahkan dalam tangis dan pelukan dengan sang ibunda.

"Masa lalu itu penuh luka, Zetha."

Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya dengan sang ibunda. Mencoba menyalurkan kehangatan untuk membalut luka yang tertoreh di hati ibunya.

Beberapa saat, dua insan itu hanya berpelukan tanpa bicara. Selepasnya, masing-masing mereka menenangkan diri. Menghirup oksigen banyak-banyak, lalu mencoba tersenyum kembali.

Si ibu lebih dulu bergerak, mengusap puncak kepala anaknya sembari tersenyum. "Aku menyayangimu, Zetha." Si sulung membalas senyum itu lebih lebar.

Ketika keduanya bangkit dari tempat duduk dan beranjak keluar, Zetha menggandeng lengan ibunya. Mereka kembali ke hotel dalam keterdiaman.

"Besok pagi kita akan pulang," beritahu ibu begitu mereka sampai di kamar hotel.

Zetha mengangguk, "Aku tidur lebih dulu, Bu. Rasanya lelah sekali."

~~~




Tbc.

Until the end [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang