Gadis yang baru pertama kali merasa jatuh cinta itu terduduk di sofa. Ia tutupi mukanya dengan bantal yang ada di sampingnya. Air matanya tak bisa ia hentikan, meski ia ingin.
Benda pipih di atas meja berdering. Gadis itu meraihnya dan membuka pesan masuk yang terkirim, berharap pengirim pesan tersebut mengatakan hal baik yang membuatnya tenang.
Maaf aku tidak menjawab panggilanmu. Aku sedang ada sedikit urusan, nanti aku hubungi lagi.
Tapi bukan pesan itu yang disorot mata Zetha, melainkan pesan yang memperkuat keyakinan si gadis atas dugaannya pagi ini.
Aku berada di Paris saat ini. Kau mau aku belikan sesuatu?
Ponsel itu ia lempar kembali ke atas meja. Lagi, ia menangis dan membenamkan wajahnya di bantal. Hatinya sakit seakan ditekan sesuatu yang amat menyesakkan. Ia tak pernah menyadari bahwa ia akan mencintai lelaki itu sampai begini. Ia tak sadar bahwa hatinya telah jatuh terlalu jauh dalam kehangatan yang diberikan oleh pujaan hatinya.
Gadis itu menumpahkan segala rasa yang bercampur aduk dalam hatinya, mengabaikan ponsel yang terus berdering menandakan panggilan masuk. Gadis itu tak ingin berbicara apapun dengan siapapun sekarang. Terlampau lelah menangis menyebabkannya tertidur tanpa sadar.
Zetha terbangun saat waktu makan siang. Matanya sembab, rambutnya kusut, wajahnya menampakkan seakan ia depresi sejak setahun lalu. Gadis itu memutuskan masuk ke kamar mandi dan mendapatkan kesegarannya kembali.
Entah dorongan dari mana, Zetha datang lagi ke restoran tadi pagi setelah ia siap dengan pakaian rapinya. Hatinya berharap, pemandangan yang ia lihat tadi akan tetap ada siang ini, agar ia dapat memastikan siapa lelaki di depannya saat itu. Ia pun duduk di kursi yang sama seperti tadi.
Zetha terlalu berharap, tak ada siapapun yang menempati meja di depannya. Gadis itu akhirnya memesan makanan dan melahapnya dengan cepat. Ia butuh udara segar.
Usai mengisi perutnya, Zetha meneliti brosur yang ia pegang. Brosur yang Jen berikan padanya sebagai panduan untuk pergi ke jantung kota. Jaraknya tak terlalu jauh dari hotel, karena memang hotel yang ia tempati berada di pusat kota.
Zetha memilih berjalan kaki untuk mencapai tempat yang akan ia kunjungi. Menurutnya, dengan berjalan santai seperti ini, dia dapat benar-benar menikmati suasana kota.
Gadis itu menghentikan langkahnya di tepi jalan. Dari tempat ia berdiri kini matanya dapat leluasa memandang menara tinggi yang menjadi daya tarik negri ini. Bibirnya terangkat membentuk seutas senyum.
Zetha mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk. Langkahnya berayun menuju salah satu bangku yang kosong. Ia mendaratkan tubuhnya pada tempat tersebut dan kembali memandang menara itu.
Mendadak ia teringat untuk menggambar pemandangan di depannya saat ini. Ia menepuk dahinya sendiri kala ia dengan bodohnya melupakan buku gambarnya.
"Bagaimana aku akan menggambar pemandangan indah ini," keluhnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until the end [TAMAT]
Teen Fiction"𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧." -𝙲𝚞𝚛𝚛𝚞𝚖𝚋𝚒𝚗, 𝟸𝟶𝟸𝟷 [Part Tidak Lengkap]