Setelah menempuh belasan jam perjalanan, Zetha dan Natha akhirnya sampai juga di seoul. Dari bandara mereka memesan taxi dan membiarkan kendaraan itu melaju membawa mereka menuju hotel. Natha segera menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk di Nine tree hotel begitu mereka sampai. Sementara Zetha mulai merapikan barang barang mereka.
Ketika mentari pamit untuk berganti dengan sang rembulan, Zetha yang merasa lapar mencoba membangunkan adiknya yang tampak nyenyak sekali dalam tidurnya. Mengguncang bahu si adik perlahan, tapi sayangnya adik kecilnya itu sulit sekali dibangunkan. Zetha menepuk-nepuk pipi halus yang berisi dan bersuara, "Natha, ayo bangun!"
Beberapa kali Zetha mencoba membangunkan gadis berambut cokelat itu selalu saja gagal. Akhirnya Zetha mengambil air dari kamar mandi dan mencipratkannya ke muka Natha, dan itu tidak sia sia, Natha bergumam tak jelas dan membuka matanya perlahan.
"Segeralah bangun, putri tidur," bisik Zetha dengan nada lembut yang dibuat-buat. "kau tak ingin makan?" Zetha menarik lengan Natha untuk segera bangkit.
"Hem ... " Natha menguap. Meliukkan badannya dan masih mencoba mengumpulkan segala kesadaran yang mengudara. Zetha menghembuskan napas ketika Natha malah kembali memejamkan matanya dalam posisi duduk.
Sekali lagi menegur adiknya, menyuruhnya untuk segera mandi dan bersiap. Pada akhirnya Natha bangkit dengan lunglai dan bersiap untuk keluar. Dia memilih melapisi piyama tidurnya dengan jaket biru gelap, senada dengan langit malam di luar sana. Menyorongkan rok krem guna menutupi celana tidur, dan dengan begitu Natha tampil cantik meski baru bangun tidur.
Dua gadis menawan itu melangkah keluar. Berjalan menyusuri jalanan dan memilih masuk ke sebuah restoran yang tak jauh dari hotel. Zetha memesan bibimbap sedangkan Natha memesan ramyeon dan bulgogi.
"Kau yakin bisa menghabiskan semua itu?" Natha mengangguk semangat menanggapi pertanyaan kakaknya.
"Aku akan menghabiskannya sampai tak tersisa," sambungnya lagi. Zetha hanya geleng-geleng kepala melihat Natha yang selalu memesan banyak makanan untuk lambungnya. Zetha tak bisa membayangkan jika semua makanan Natha masuk melalui tenggorokan dan berakhir di lambungnya. Zetha pastikan lambungnya tak akan muat menampung makanan sebanyak itu. Natha adalah manusia dengan lambung karet, pikir Zetha.
Pernah sekali, ketika mereka sekeluarga makan malam di restoran, banyak sekali makanan yang dipesan. Dihidangkan di atas meja bundar yang mewah. Zetha masih memilih-milih makanan untuk ia lahap, sementara piring Natha sudah terisi penuh. Ayah dan ibu mereka tertawa saja melihat betapa lahapnya gadis bungsu mereka menghabiskan hidangan.
Bahkan, ketika makanan penutup dihidangkan, Natha mengambil bagian puding ibunya. Katanya, makanan itu sangat lezat dan dia tak bisa menahan untuk tidak menghabiskan dua porsi. Zetha terheran. Si pipi chubby itu seperti monster makanan.
Mereka menunggu beberapa menit sebelum akhirnya seorang pelayan wanita mengantarkan makanan mereka, Natha sangat bersemangat melahap makanannya. Zetha mengingatkan untuk tidak terburu-buru menghabiskan sajian lezat itu.
Zetha baru menghabiskan setengah dari bibimbapnya sedangkan Natha sudah menghabiskan ramyeon miliknya. Kata kata Natha beberapa saat lalu memang terbukti, ia menghabiskan makanannya sampai tak tersisa, bahkan ia menghabiskannya lebih cepat dari pada Zetha.
"Kau lihat? aku bisa menghabiskannya," ucap Natha bangga. Zetha terkekeh dan mengangguk pelan.
Setelah mengisi perut, mereka beranjak pergi untuk kembali ke hotel dan istirahat. Namun, di perjalanan Natha menghentikan langkah Zetha dan mengajak kakaknya untuk membeli hotteok-jajanan korea, yang ada di seberang jalan. Zetha menolak hal itu,
"Kau baru saja menghabiskan banyak makanan. Besok saja," ucap Zetha.
"Tapi aku mau itu sebagai camilan," rengek Natha. Gadis itu masih ingin memberikan gigi-giginya tugas untuk mengunyah. Lagipun, perutnya belum sepenuhnya penuh dengan makanan yang mereka makan tadi.
Akhirnya, Zetha memberikan uang pada Natha, ia tak ikut membeli camilan itu dan memilih untuk langsung kembali ke hotel. Zetha menyuruh Natha untuk langsung kembali setelah membeli camilannya. Natha mengangguk setuju.
Si kakak lantas berlalu pergi. Begitu sampai di kamar hotel, Zetha mengganti pakaiannya dengan piyama dan merebahkan dirinya di kasur. Perjalanan hari ini membuatnya lelah, dengan cepat matanya terpejam dan Zetha tertidur.
Zetha tersentak dari tidur singkatnya. Ia menoleh ke sebelahnya dan mendapati ia tidur sendiri tanpa Natha disebelahnya. Ia langsung terduduk dan melihat jam di ponselnya, sudah satu jam berlalu dari saat Natha membeli makanan di seberang jalan. Dengan rasa panik yang begitu besar, Zetha mengikat rambutnya asal, memakai jaket drab green miliknya untuk menutupi piyama dan memakai sandal hotel. Ia segera turun untuk mencari Natha yang belum kembali.
Langkah Zetha membawanya menuju toko camilan yang tadi dikunjungi Natha. Itu adalah tempat di mana seharusnya Natha berada. Di sana ia menanyai pemilik toko tentang keberadaan adiknya.
"Apa kau tau dia kemana?"
"Maaf, tapi aku tak mengingat dengan jelas siapa saja pelangganku hari ini. " Pernyataan itu semakin membuat Zetha panik dan tak tahu harus berbuat apa.
Setelah mengucapkan terima kasih pada pemilik toko, Zetha berlari di sepanjang jalan. Ia mencoba menghubungi ponsel adiknya, namun tak ada jawaban. Semua rasa berkecamuk dalam hatinya, Zetha benar-benar panik saat ini, di negeri asing ini ia kehilangan Natha, sungguh ini bukan keinginannya.
Gadis berpiyama cokelat berlapis jaket itu terduduk di sebuah bangku jalan, di bawah sinar rembulan Zetha mengusap wajahnya dengan gusar, kemana ia harus mencari Natha? Di tengah keramaian di negeri yang tidak dikenalnya ini, ia tak bisa mencari Natha seorang diri. Ini salahnya. Harusnya ia menjadi kakak yang baik dan menemani Natha membeli makanan yang ia inginkan. Harusnya ia tak meninggalkan Natha untuk pergi sendirian. Harusnya ... ah, Zetha tak mampu berpikir jernih sekarang.
Apa yang harus ia katakan pada orang tua mereka? Mengaku meninggalkan Natha sendiri? Menyalahkan Natha karena tak turut padanya? Argh! Apapun alasannya, inti masalahnya adalah ia kehilangan Natha. Sebaiknya apa yang harus ia lakukan?
Lama sekali Zetha bermenung di bangku itu, sampai akhirnya ia beranjak kembali berjalan. Kali ini langkahnya membawa Zetha kembali ke hotel. Di depan pintu kaca hotel itu Zetha kembali terpaku, ia sungguh tak tahu kemana perginya Natha. Dengan keputus asaan di wajahnya, gadis itu terduduk di anak tangga. Bersimpuh dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Napasnya tersendat, dan Zetha mulai terisak.
"Kak!" Bahkan suara Natha sekarang menambah sesak dadanya. Semakin besar rasa bersalah itu tumbuh di hatinya.
"Kak, apa yang kau lakukan di sini?"
'Aku mencarimu, Natha! Aku kehilanganmu!'
Ah, andai pemilik suara itu benar-benar di sampingnya saat ini.
"Kak," Zetha tersentak ketika ia merasakan seseorang menyentuh pundaknya. Ia mengangkat wajah dan semakin terisak melihat si adik kini berada di hadapannya. "kenapa kau menangis?"
Tak peduli dengan Natha yang khawatir melihatnya menangis, Zetha menarik adik kecilnya itu ke pelukan. Menghirup aroma lembut yang menguar dari Natha untuk menenangkan pikiran kalutnya.
Dapat Zetha rasakan tangan Natha mengelus pelan punggungnya hingga Zetha akhirnya mendapatkan ketenangan. Ketika pelukan itu usai, Zetha mengelap air mata yang membasahi pipinya. Barulah gadis itu menyadari, bahwa Natha tak datang sendiri. Ada lelaki yang menemaninya dan pasti melihat adegan ia menangis tadi. Zetha jadi malu sendiri. Zetha tak berani menatap lelaki itu ketika si lelaki melemparkan senyum manis padanya.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Until the end [TAMAT]
Teen Fiction"𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧." -𝙲𝚞𝚛𝚛𝚞𝚖𝚋𝚒𝚗, 𝟸𝟶𝟸𝟷 [Part Tidak Lengkap]