Chapter 25

30 6 0
                                    

"Mengubah pilihan takdir?"

Aku mengangguk.

"Dengan cara apa?" Abner bertanya lagi.

"Meminta Tuhan menjadikanku seperti mereka."

"Seperti mereka?"

Ya Abner. Kenapa kau mengulangi setiap ucapanku? Apakah kau takut salah mendengar? Atau tindakan ini terlalu ekstrim bagimu?

"Kau tak juga menjawab pertanyaanku. Pernahkah kau menemukan seorang malaikat sepertiku? Pernahkah kau mengalaminya?"

"Yang memiliki keinginan sepertimu?"

"Ya."

Abner mengibaskan tangannya ke udara. Gerakan tangannya menyapukan angin hingga menimbulkan kabus tipis yang lama-kelamaan semakin tebal dan melebar seperti gumpalan awan.

Dari sana, kilatan-kilatan cahaya bermunculan. Seperti kepingan-kepingan kaca yang pecah dan kemudian berkumpul menjadi utuh kembali. Sebuah kilasan kejadian bagai rekaman film yang diputar ulang. Sebuah rekaman seorang lelaki berambut cokelat dengan kulit putih bersih dan wajah yang rupawan. Lelaki muda itu menaiki sepeda motor bersama seorang lelaki lainnya yang usianya tampak tak jauh berbeda.

"Namanya Alexei." Abner menjelaskan tentang lelaki itu. "Ia menjaga seorang anak laki-laki yang kemudian tumbuh menjadi sosok yang sangat dikaguminya. Anak itu cerdas dan kuat. Alexei selalu membicarakan tentang anak itu dan ingin menjadi teman setianya. Ia minta kepada Tuhan untuk dijadikan manusia saat anak laki-laki itu berusia dua puluh enam tahun."

Abner mengibaskan tangannya lagi. Gambar pun berganti. Seorang lelaki bersama bocah perempuan kecil. Ia duduk memangku anak tersebut dan bersenda gurau.

"Dia Riqua. Penjaga anak perempuan itu. Ketika si anak berusia satu tahun, ayahnya meninggal dunia. Ibunya tak pernah menikah lagi, dan membesarkan anak itu sendirian. Riqua tak hanya mengasihi anak itu. Ia tahu peran sang ayah tak bisa digantikan oleh ibunya. Ia menebuskan dirinya menjadi manusia. Menikahi wanitu itu, menjadi ayah bagi si anak perempuan yang dijaganya."

Aku mengamati kebahagiaan keluarga kecil Riqua. Aku melihat bagaimana rupa bahagia malaikat itu di tengah-tengah manusia-manusia yang dicintainya. Kilasan gambar kini berganti lagi.

"Edies. Baru sebulan lalu ia menjadi manusia." Aku melihat sebuah keluarga dan seorang bayi mungil yang berada di antara orang-orang dewasa. Edies pasti salah satu di antara mereka. "Ia mencintai keluarga yang dijaganya. Kau sudah bisa menebak, apa yang dia minta kepada Tuhan."

Kilasan gambar yang kulihat perlahan mengabur. Gumpalan awan pun menyusut dan berubah tipis. Lalu menghilang seperti tersapu angin. Abner menatap lekat kepadaku. Menjawab pertanyaanku yang sejak kutanyakan tak pernah juga dijawabnya.

"Kau tidak sendirian. Kau juga bukan satu-satunya. Tetapi..."

"Tetapi apa, Abner? Bukankah itu artinya, aku juga bisa meminta hal yang sama kepada Tuhan? Seperti mereka?"

Abner mengulas senyum. "Kau tak tahu seperti apa hidup ini."

"Dan karena itu aku ingin tahu. Aku ingin seperti mereka. Kalau kau takut aku tak bisa hidup sebagai manusia. Aku akan bertemu mereka. Mereka akan membantu dan mengajariku."

Senyum Abner mengendur sejenak.

"Hidup ini misteri. Kehendak Tuhan pun tak kita ketahui pasti. Untuk sesuatu yang kau dapatkan, kau juga harus merelakan sesuatu yang lainnya."

Aku tak mengerti apa yang Abner katakan. Pandangannya tak juga lepas dariku. Apa maksudnya?

"Merelakan? Apa yang harus kurelakan?" tanyaku.

Remember Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang