Chapter 10

56 10 2
                                    

Angin berembus kencang.

Ia berlari di antara hujan dengan payung yang terkembang. Setengah berjingkat menghindar terpercik air sendiri oleh kakinya yang menjejak genangan.

Perjalanan ke kantor terhalang kemacetan karena kecelakaan beruntun yang terjadi beberapa ratus meter dari gedung kantornya. Antrean panjang kendaraan dan hujan memaksa ia turun dari taksi yang ditumpanginya.

Lelaki itu rupanya sudah menunggu di lobi. Ia menyambut kedatangan Kalita dengan membantunya melipat payung yang digunakan.

"Ayo, aku sudah pesan sarapan. Mumpung masih hangat."

Mereka berjalan menuju lantai empat gedung ini dan bersembunyi sejenak di pantry untuk menghangatkan badan. Teh yang mengepulkan uap dan semangkuk besar mie instan dari kantin kantor tersedia di meja.

"Mau kuambilkan yang lain?" tanya Theo.

"Sudah cukup," jawabnya. Disesapnya teh hangat tersebut perlahan-lahan. Dilihatnya lelaki itu tak juga beranjak dari duduknya.

"Kamu enggak sarapan?" tanyanya.

"Sudah."

"Kamu sengaja nunggu aku di bawah?"

Lelaki itu mengangguk.

"Too romantic."

"Why? Kamu skeptis sama cinta?"

"Enggak."

"Terus?"

"That kind of thing just happened in fiction."

"Kamu tuh kebanyakan nulis non-fiksi. Nulis artikel, berita, dan menganalisis opini dan isu yang beredar di masyarakat. Kepala kamu terbiasa sama hal-hal yang logis. Kadang-kadang, fairy tale juga bisa terjadi di dunia nyata."

"Oh ya?"

Theo mengangguk yakin.

"Prove me."

"I did."

Ia berhenti makan sejenak. Meminta penjelasan lebih dari lelaki itu. Sementara tak kunjung ada jawaban yang ia dapatkan. Makanan di hadapannya digeserkan ke tepi.

Mereka terperangkap dalam tatapan selama beberapa jenak. Sebelum lelaki itu akhirnya menyatakan sesuatu.

Sesuatu yang dikenal sebagai ungkapan perasaan.

* * *

"Kau terus belajar dari mereka rupanya," komentar Abner saat aku berjalan mengikuti Kalita dan kekasih barunya.

"Tak ada yang salah dari pekerjaanku."

"Kau tak bisa bersembunyi begitu." Abner menyanggah tanpa emosi. "Aku tahu apa yang dilakukan malaikat-malaikat lain. Aku bisa melihat dalam jangkauan yang luas."

Ya, aku memang mengamati Kal dan lelaki itu berjalan sambil berpegangan tangan. Aku mengamati cara mereka mengobrol ketika hanya berdua. Aku mengamati cara lelaki itu menyampaikan apa yang ia pikirkan tentang Kalita, dan sebaliknya bagaimana Kalita mengekspresikan perasaannya. Aku tentu melihat itu semua.

"Ada sesuatu yang berbeda dari semua malaikat, dan itu ada padamu." Abner melanjutkan.

"Apa yang berbeda?"

Ia menunjuk tepat ke arah dadaku.

"Ada suara yang menggema-gema di dalam sana. Aku tak pernah mendengar itu dari malaikat lainnya. Aku mencari dari mana sumber suara tersebut. Ternyata itu kau."

"Apa maksudnya?"

Abner bersiap mengepakkan sayapnya. "Kita tak punya perasaan, Gasparo. Kita tak memiliki apa yang manusia bilang sebagai hati."

Remember Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang