👉[٠٠٤]👈

539 220 77
                                    

Happy reading<3
Typo bertebaran

"Imaah, cepetan mandinya ngantri nih!" teriak Zia dengan terus menggedor pintu kamar mandi.

"Sabar! Airnya mati nih," jawab Imah juga berteriak kencang dari dalam kamar mandi.

Tika yang sedari tadi mondar-mandir mencari setrika untuk menggosok seragamnya. "Gosokan mana? Aku belum gosok seragam nih," tanya Tika yang menenteng bajunya.

"Kemaren di pinjem sama kamar sebelah, ambil aja sana," jawab Dina memberi tahu.

Mereka semua kalang kabut sebab waktu sudah menunjukkan pukul 06.20am yang berarti bel masuk sekolah akan berbunyi sepuluh menit lagi. Mereka hampir telat masuk sekolah karna tadi sehabis shalat subuh berjamaah ada sosialisasi dadakan.

Kini mereka berlari menuju lapangan dengan tergesa-gesa, karna hari ini jadwalnya muhadasah bahasa Arab yang rutin di lakukan setiap hari Selasa pagi sebelum memasuki kelas masing-masing. Mereka berharap belum ada guru yang memimpin muhadasah.

"Ayok cepetan jalannya! Keburu ada guru nanti," suruh Zia kepada mereka semua yang berjalan di belakangnya.

"Isshh, sabar dong capek tau lari-lari," jawab Ayu yang kesusahan karena membawa banyak buku pelajaran hari ini.

Saat sampai di lapangan para santri putri sudah berbaris dengan rapi di sana juga sudah ada ustadzah Vika yang memimpin. Mereka semua pun menghampiri ustadzah yang sudah mulai berumur itu.

"Kenapa kalian terlambat? Sekamaran pula," tanya ustadzah Vika memberikan tatapan garangnya menatap delapan gadis itu satu persatu. Mereka hanya menundukkan kepala takut.

"Jawab! kenapa?" desisnya dengan tangan yang bersedekap di depan dada, Dina menyenggol lengan Vivi yang berdiri tepat di sebelah nya, Vivi pun melirik kesampingnya.

Vivi menghela napasnya sebentar. "Kita abis ada sosialisasi, ustadzah," jawab Vivi memberanikan diri namun, masih ketara akan ketakutan di wajah nya.

"Hanya kalian?" tanya ustadzah Vika lagi masih mempertahankan tatapan tajamnya.

"Na'am ustadzah! Tadi, seluruh pengurus di kumpulkan di aula." Kini yang menjawab bukan Vivi melainkan Dina yang menjelaskan kepada ustadzah Vika.

Ustadzah Vika yang mendengar penjelasan mereka dan menatap satu-persatu pun tidak melihat adanya kebohongan. "Baiklah! Tapi, sebelum masuk barisan kalian saya hukum dulu," ujarnya dengan tegas.

Helaan napas pasrah keluar dari bibir mereka, namun tak urung untuk mengangkat tangannya. Ustadzah Vika mulai menyabet telapak tangan mereka dengan rotan secara bergantian.

Setelah selesai di hukum, mereka pun segera memasuki barisan masing-masing dan mengikuti ucapan ustadzah Vika yang melontarkan kalimat-kalimat muhadasah bahasa Arab.


(๑˙❥˙๑)

Di kelas enam muallimat sudah ada ustadzah Lulu yang mengajar Mukhtaro hadits, Dina dan kawan-kawannya pun menyimak penjelasan  sang Ustadzah yang menjelaskan tentang rasa malu.

"Sayyidah Fatimah berkata: perhiasan seorang wanita adalah rasa malunya," ujar ustadzah Puput para santri masih anteng mendengarkan setiap kata yang di terlontar.

الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر
"Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lain pun akan terangkat (HR.Alhakim)"

"Sudah jelas Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam memberikan teladan pada kita bahwasanya rasa malu adalah identitas Akhlaq Islam. Bahkan, rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya, Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat ia terhormat dan dimuliakan,"

THE SANTRI {On-Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang