👉[٠٣٢]👈

97 18 5
                                    

Happy reading>3
Komen jika kamu menemukan perusak alias typo!

Acara demi acara berjalan dengan mulus dan kini telah usai. Semua pengurus di beri waktu untuk beristirahat sebelum nanti akan ada sesi foto untuk para pengurus kelas akhir.

Gadis cantik dengan jilbab berwarna abu-abu sedari tadi hanya diam berdiri di sisi panggung, bola mata coklatnya terus menyorot sendu pada suatu perkumpulan para gadis yang terlihat asik berkumpul sembari makan bersama.

Gadis itu menunduk lesu, merasakan kesendirian di situasi yang ramai. Semua terasa begitu berbeda dan menyakitkan. Di mana persahabatan yang terjalin selama enam tahun lamanya sama sekali tidak menumbuhkan kepercayaan satu sama lain.

Sudah berkali-kali pula ia berusaha menjelaskan kebenaran namun nihil semua menganggapnya dusta, munafik, pengkhianat. Ujian macam apa ini.

Tangan seseorang hinggap di pundak mungilnya serta tepukan kecil berhasil membuatnya mengangkat kepala yang sedari tadi ia tundukkan.

"Kenapa di sini? Ayo, makan!" Ketika Vivi sedang bergabung dengan teman-temannya ia menangkap sosok yang sangat ia kenali tampak tak bergeming dari posisinya, sorot matanya memancarkan kekecewaan yang mendalam.

"Enggak, aku udah makan tadi," dalihnya yang tentu saja tidak di percayai oleh Vivi. Gadis itu tak memiliki bakat berbohong sampai Vivi hapal sekali gelagatnya.

"Sa, kamu jangan khawatir. Aku ada di pihak kamu!" Ucapan tersebut membuat Sasa menatapnya tak percaya. Ia pikir sudah tidak ada lagi orang yang berpihak kepadanya di saat semua orang menyalahkan dirinya dan memberikan predikat bahwa dia bersalah.

Vivi menangkap kedua pundak sahabatnya menggeser agar mereka bisa saling menubruk pandangan. Sasa dengan sorot kesedihannya sedangkan Vivi memberikan ketenangan melalui pancaran retinanya. Keduanya saling tatap satu sama lain.

"Aku yakin seribu persen kamu sama sekali gak bersalah. Ini cuma salah satu rencana Tuhan yang di berikan untuk menguji seberapa besar pengorbanan kamu, kesabaranmu, dan kerendahan diri kamu."

"Kalau gak ada masalah yang menerjang, maka hidup kamu akan monoton, tidak akan ada inspirasi. Ada pemicu, ada masalah, lalu permasalahan pasti ada solusi. Jangan merasa sendiri, ada Allah yang sangat berharap kamu melibatkannya untuk menyelesaikan permasalah ini."

Buliran kristal tak dapat lagi terbendung dari pelupuk matanya, saling berjatuhan menyusuri pipi chubby dan meluruh entah ke mana. Sasa merasa sesak di dadanya bahkan untuk bernapas saja susah akibat perkataan Vivi barusan.

Melihat sahabatnya menangis Vivi segera memeluknya mengelus punggung Sasa lembut dengan harapan gadis itu bisa segera tenang.

Semenjak awal masuk pesantren sampai pada titik ini Sasa tidak pernah bersedih ataupun menangis. Dia gadis yang sangat ceria, polos, tidak pernah kenal dengan laki-laki manapun. Tetapi siapa sangka masalah datang bertubi-tubi seolah menyerangnya dalam keadaan ia belum memiliki persiapan apapun.

"Ada aku yang siap membelamu, jangan takut!" Sasa menguraikan dekapan tersebut hingga kembali saling tatap. Ia berusaha menarik bibirnya agar mengeluarkan senyuman yang biasa menghiasi bibir merah alami itu.

"Awalnya aku bilang sama Allah bahwa aku gak sanggup di beri ujian seperti ini," ujarnya dengan suara serak basah karena menangis.

"Jika kebenaran dan kebatilan bertemu, maka kebatilan itu tidak akan bertahan lama. Tak ubahnya seperti buih. You must be able to, the spirit of my friend you are a brave innocent girl!" Sebisa mungkin Vivi memberi keyakinan kepada Sasa bahwa sejatinya masalah tidak akan pernah menjadi juara, alias sirna dengan kebenaran yang selalu menjadi ending meski begitu sulit perjuangan pembelaannya.

*・゜゚(^O^)

Sosok laki-laki tengah menegak air dalam kemasan botol itu dengan tidak sabaran sampai air tersebut membasahi bajunya. Setelah merasa cukup menghilangkan kehausannya ia mengelap area bibirnya yang basah.

Hari yang sangat membuatnya lelah bahkan untuk duduk saja rasanya tidak ada waktu. Ia menggunakan pakaian yang sama dengan para pengurus lainnya walaupun dirinya bukan pengurus pusat pondok pesantren Al-Mu'minin. Beberapa hari ke belakang mendadak ia di tunjuk untuk menjadi pengurus acara haflah kubro, mau mengelak pun tidak akan bisa karena itu adalah perintah dari ustadzah Ami yang notabene ialah tantenya.

"Farhan!" Merasa ada yang menyebut namanya ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Ada Rifki yang sudah berdiri tepat di sampingnya.

"Kenapa?" tanya Farhan langsung kepada Rifki salah satu pengurus pusat.

"Ayo, giliran kita sesi foto bersama," jawabnya seraya menarik Farhan menggiringnya menuju lokasi pemotretan.

Farhan menatap datar banyak sekali orang yang berseragam sama dengannya. Ada juga pengurus perempuan yang tengah berbaris rapi di atur oleh sang photographer agar menghasilkan foto yang bagus.

Saat Farhan tengah menatap satu persatu jajaran perempuan tersebut tiba-tiba pandangannya jatuh pada satu di antara gadis hingga retinanya tidak bisa berpaling dari gadis cantik tersebut.

Gadis itu tersenyum sangat manis ketika mendapat instruksi dari fotografer yang memotretnya. Hal itu tentu saja membuat Farhan salah fokus sekaligus memuji keelokan parasnya yang mempesona.

Siapa sangka saat Farhan masih terus menatapnya penuh kagum entah kebetulan atau memang sudah takdir gadis itu menoleh sampai mata lentiknya bertubrukan dengan retina hitam milik Farhan.

Namun hanya Farhan yang memberi senyuman tidak dengan gadis itu yang berubah datar tak ada senyum yang terhias di bibir merah mudanya, cuma ekspresi datar yang terlihat.

Kini waktunya giliran sesi foto pengurus putra, seusai para gadis bubar semua pria di persilahkan membuat barisan.

ಠᴥಠ


Setelah semua terselesaikan tinggal rasa capek yang menyelimuti seluruh tubuh mereka. Sekarang waktunya beristirahat melepaskan seluruh rasa penat, tidur dengan nyaman dan tenang berharap jika esok bisa kembali semangat melakukan aktivitas.

Farhan melihat teman satu kamarnya sudah tertidur semua kemudian beralih menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Sepanjang itu Farhan sama sekali tidak merasa ngantuk, pikirannya di penuhi sosok yang sedari tadi terbayang-bayang dalam otak kecilnya.

Lelaki itu bangun dari posisi rebahannya, ia menyingkap selimut yang sebelumnya menutupi separuh tubuhnya. Kakinya mengayun ke arah lemari kayu membukanya perlahan agar tak mengeluarkan suara yang dapat menggangu tidur temannya.

Tangannya mengambil sesuatu dan menyelipkannya di saku. Bahkan Farhan belum mengganti pakaiannya, dengan terburu-buru ia mengambil satu baju dan menggantinya dengan gampang.

Farhan keluar dari kamarnya menyapu pandangannya pada sekeliling komplek yang begitu sepi. Tentu saja semua penghuni sedang tidur. Ia berjalan santai tanpa beban menuju suatu tempat.

Farhan menatap gerbang besi yang menjulang tinggi. Ia melirik ke pos satpam, rupanya tidak ada yang berjaga. Senyuman puas terlihat dari bibirnya. Tahulah apa yang akan di lakukan selanjutnya oleh pria nakal' itu. Farhan melompat hingga kedua telapak tangannya menggantung di atas pagar, dengan gerakan lincah bak Spiderman ia berhasil melewati pembatas besi tersebut.

Kini posisinya sudah berada di luar pesantren. Lagi-lagi ia tersenyum puas dengan apa yang dia perbuat barusan. Sekarang hanya memikirkan di mana tempat yang bagus untuk menenangkan pikirannya.





Thanks for reading!

Jangan lupa vote and spam comen!

Babay, sampai jumpa di next chapter 🤗

THE SANTRI {On-Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang