11

576 88 50
                                    

Krystal terbangun, meraba tempat tidur berusaha melawan rasa kantuk. Jam menunjukan pukul 7 pagi dan Krystal masih belum tersadar penuh akan apa yang terjadi pada dirinya. Banyak pesan yang masuk, termasuk Karl yang marah-marah karena Krystal tak menghubungi. Krystal menaruh kedua telapak tangan di wajah. Memejamkan mata hingga wajah Amber datang ke di dalam kegelapan. "Shit!"

Krystal mengacak rambutnya, mengingat kejadian semalam bersama Amber. "Aaghh! apa yang sudah aku lakukan!" Krystal menatap telapak tanganya yang disinari cahaya matahari. Merasakan rasa dingin dan kuatnya tangan Amber saat menggenggam tangannya. "Ya Tuhan." Krystal menundukan kepala berusaha untuk tenang. Merasa tidak percaya bahwa selama dirinya menghabiskan waktu bersama seorang Amber. Lebih parahnya, Amber yang mengantar Krystal pulang ke rumah. Bahkan, Karl saja tidak pernah mengantar Krystal ke rumah.

Seorang wanita yang terlihat memakai celemek mendatangai kamar Krystal. "Krystal, apa kamu sudah membaik?" Tanya ibu Krystal yang bernama Marie. Krystal menghela nafas, masih belum melupakan kejadian semalam. Marie duduk di tepi tempat tidur, menatap anak satu-satunya sedikit cemas. "Ibu begitu khawatir, ibu takut akan terjadi sesuatu padamu." Krystal membalas tatapan Marie yang sudah mulai terlihat tua. "Aku tidak apa-apa." Krystal bangun dari tempat tidur, berkaca di cermin merapihkan rambut dan menatap wajahnya di cermin. "Semalam, aku hanya sedikit terkejut. Dan membuatku mengingat akan kejadian pada waktu itu. Mungkin aku sedikit syok." 

Marie mengangguk. Aroma sarapan pagi masuk ke dalam kamar Krystal. "Krystal." Marie memegang kedua bahu Krystal dari belakang. "Kamu tahu, betapa kami begitu mencintaimu. Kami tidak bermaksud untuk melarangmu untuk melakukan ini itu," wajah Krystal terlihat berubah. "Hanya saja, kami takut kehilangan dirimu. Aku harap kamu mengerti." Senyum Marie Frost sembari tersenyum dan memberikan ciuman di pipi Krystal. "Ayo kita sarapan, ibu menyiapkan daging kesukaanmu. Setelah itu kita akan doa bersama."

Krystal masih berdiri di depan cermin. Pagi yang buruk karena mendengar kalimat yang membosankan dari mulut Marie yang terlalu over padanya. Krystal mulai bersiap-siap, sarapan pagi bersama. Dan seperti biasa Krystal harus melaporkan semua kegiatan selama berada di sekolah. Meminta Krystal untuk tidak terlalu lelah dan menjaga kesehatan. Belum lagi, ponsel Krystal yang terus berdering karena Karl dan teman-temanya yang siap meneror. 

Krystal berjalan menuju kereta bawah tanah. Mengenakan Turtleneck hitam pekat, navy overcoat,  celana jeans dan sepatu keds putih kusam, serta syal coklat yang dia kenakan. Kereta mulai berangkat, pantulan dirinya terpancar di kaca yang gelap. Melihat dirinya dan sosok yang dia benci yaitu, Amber Leverett. Seseorang yang menurut Krystal tidak pantas untuk disampingnya, tidak pantas untuk diajak bicara mengingat Amber adalah seorang pecundang dan mantan pecandu yang gila. Sedangkan Krystal ada salah satu murid perempuan yang terkenal di SMA Curtis.  Krystal membuang wajah, berusaha untuk memikirkan Karl dengan membuka ponsel. Karl mungkin akan marah sesampainya Krystal di sekolah dan itu benar terjadi. 

Krystal masuk ke dalam lingkungan sekolah. Tentu tidak hanya Jules Isaias yang menarik perhatian setiap murid, namun Krystal Claire Frost juga mendapatkan seluruh perhatian murid SMA Curtis. Seperti biasa Krystal melangkah penuh percaya diri, badan tegap, dagu sedikit naik, mata menatap lurus tanpa memperdulikan orang-orang yang melihatnya, meninggalkan aroma manis yang membuat orang di sekitarnya akan menoleh dan kagum. Krystal memelankan langkah kaki, menatap Sven, Jarl, Mara dan Nilam yang menghampiri, memasang wajah kesal. Seperti biasa, Krystal mengigit bibir bawah menatap ke empat sahabat yang akan mulai mencecar Krystal sejumlah pertanyaan. 

Ya tentu, mereka semua bertanya mengenai Krystal kemana saja dia pergi karena kedua orang tua Krystal juga tak tahu kemana dia pergi. "Setidaknya, kamu memberitahu kami," ucap Sven yang hari ini terlihat memakai jaket yang terlihat nyentrik. Belum lagi kukunya yang berwarna hijau neon. "Kamu tidak tahu, betapa kami begitu mengkhawatirkanmu?" Mara tentu saja marah sembari mengunyah keripik kentang hingga serpihannya terjatuh di sweater kuning yang dia kenakan. 

The Night We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang