Gema memasuki rumah. Ah ... Bahkan Gema tidak yakin, apakah ini pantas disebut rumah atau hanya tempat singgah. Bangunan ini sunyi semenjak ibunya pergi. Tidak ada hangat yang menyapa ketika pintu dibuka. Tidak ada suara lembut yang menyambut. Gema tidak betah. Harusnya yang namanya rumah itu nyaman dan ramai, 'kan?
"Kayaknya gue harus sewa biduan buat dangdutan, supaya tempat ini nggak kayak kuburan."
Gema menaiki tangga. Rumah besar, tapi hanya ditinggali dua orang. Mengesankan.
Gema melemparkan handphone ke atas kasur, kemudian tubuhnya. Lelah ... Padahal tidak melakukan apa-apa. Ditatapnya langit-langit kamar. Lengang. Hanya suara mesin AC yang terdengar. Otaknya terus berputar, kilasan adegan-adegan yang dia lalui berputar kembali. Sampai pada Nada pikirannya berhenti.
"Lah, kok, si cebol?"
Setelah kejadian kemarin malam, beban hidup Gema bertambah seribu ton. Gema merasa sekarang Nada adalah tanggung jawabnya. Gema yakin, si pelaku pembunuhan sudah tahu bahwa dia dan Nada menyaksikan. Dan sekarang mereka diincar. Diantara mereka Nada lah yang paling rentan. Alasannya sederhana, Nada adalah cewek yang pasti dianggap gampang.
Seperti tadi, Gema diam-diam mengikuti Nada. Gema di sana, bersembunyi. Memperhatikan dari kejauhan Nada yang menunggu bis datang. Matanya awas melihat ke sekeliling. Dia bahkan menyaksikan Nada yang berteriak sampai pura-pura menangis. Memalukan. Gema memang kurang kerjaan, kerjaannya hanya makan dan rebahan. Sebab itulah dia mau-mau saja menjadi bodyguard Nada Sekarang.
Hingga 30 menit kemudian Nada masih duduk di halte sendirian. Gema yang sudah tidak tahan, pura-pura melintas untuk memberi tumpangan. Kurang baik apa lagi, coba?
Jangan sampai Nada tahu kalau ternyata Gema ada di dekatnya untuk menjaga. Bisa hancur harga diri seorang Gema Sanjaya.
Harusnya Gema tidak peduli, mau Nada disakiti ataupun mati. Namun, kenyataannya dia tidak mau itu terjadi. Apa mungkin itu insting manusiawi karena Gema juga masih punya hati?
"Sejak kapan gue punya hati? Kayak manusia aja." Gema terkekeh sendiri.
Faktanya, sekarang Gema merasa harus melindungi Nada. Jika Nada mati duluan Gema akan merasa bersalah. Setidaknya Nada harus menjalani kehidupan seperti orang normal sebelum meninggal.
"Dia belum waras, masih gila. Kasian kalau mati muda hahaha ..."
Benarkan? Terlibat dengan Nada bisa gila, contohnya Gema.
Gema bangkit, mengganti pakaian. Dia akan pergi ke rumah Aris untuk ikut bermalam. Sudah dikatakan, ini hanya tempat singgah, 'kan?
***
Nada guling-guling di kasur. Resah dan gelisah menjadi temannya sebelum tidur. Pesan tadi mampu membuat Nada sedikit khawatir, meskipun dalam hidupnya tidak ada yang penting, tetap saja dia tidak ingin berakhir. Setidaknya jangan sekarang.
Nada bangkit. Dia merasa kegerahan dan butuh minuman. Mengambil segelas air dari kulkas, lalu meminumnya hingga tandas.
"Hah ... Si Gema dapet pesan juga nggak, yah? Kalau nggak, gue rela tukeran tubuh sama dia. Yakali, cuman gue yang di teror, sedangkan dia adem ayem."
Ting
Pesan masuk. Nada diam sebentar, lalu membaca.
Mari bermain
Pesan dari nomer yang sama.
Jadi ... Dia benar-benar sedang di teror?
Nada bergidik ngeri. Dia berharap itu hanyalah pesan nyasar yang tidak ditujukan untuknya. Nada menatap ke sekeliling kamar, lantas cepat-cepat berlari mengunci pintu. Nasib sial memang selalu mengikuti, Nada menghela nafas saat menyadari bahwa dia hanya sendiri tinggal di kamar kost ini. Kalau dia dibunuh di sini, apa akan ada yang menemukan jasadnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Gema Nada
Mystery / ThrillerJika Gema di sana menakutkan Nada akan menggenggam Gema Sanjaya Dan jika Nada di sana memilukan Gema akan berdiri di samping Nada Rasieka Detak konstan mereka menjadi tak beraturan kala tahu sisi kelam sekolahnya yang menciptakan jarit kesakitan. *...