GN-14

19 4 23
                                    

Hari cepat sekali berlalu. Gema merasa satu hari bukan lagi 24 jam. Tidurnya sudah tidak beraturan, makan pun jika tidak di paksa Aris, dia akan melupakan.

Gema menidurkan kepala di atas meja. Sepi. Susana yang bagus untuk terlelap dalam mimpi. Semalam Gema tidur tepat saat jarum jam menginjak angka tiga dini hari. Saat ini, Gema dikelilingi rak buku yang menjulang tinggi. Ribuan buku tertata rapi menemaninya yang terpejam. Iya, Gema memang sedang di perpustakaan, kelasnya terlalu ramai untuk dia yang ingin sendirian.

Gema tidak sepenuhnya terlelap, sekarang pun dia menyadari ada orang yang menetap di sampingnya.

"Gema, makasih ya."

Nada. Gema sangat hapal suaranya. Orang ini yang menjadi alasan kenapa dia kacau.

"Kalau nggak ada lo, gue nggak yakin bisa bertahan. Di samping Lo, gue merasa aman."

Hening.

"Gem, Lo tidur 'kan? Awas aja kalau denger."

Hening.

"Dengan cara apa lagi gue harus bilang makasih? Gue bingung, Gem. Gue harus bilang apa pas Lo buka mata?"

Hening.

"Kalau butuh seseorang, harusnya lo bilang. Lo bisa bicara apapun yang bisa bikin Lo tenang. Nggak semua manusia bisa tahan dalam kesendirian, makannya Tuhan ngasih pasangan. Kalau ini emang berat Banget buat Lo, Lo bisa berbagi sama gue, Gem. Biar lebih ringan. Gini-gini juga gue bisa diandelin. Jangan ngeremehin."

Nada gemas, sedari tadi matanya tertuju pada rambut Gema yang terlihat halus. Dengan ragu, Nada menyentuh helaian itu. Ternyata memang halus. Perlahan Nada mengelus kepala Gema, terasa menyenangkan untuk dilakukan.

"Cih, lo pasti beneran tidur. Kalau nggak, mana tahan Lo dengerin ke-alayan gue."

Lama sekali Nada Mengelus. Rambut Gema persis seperti bulu kucing mahal. Haha. Sayangnya dia harus mengakhiri saat ada siswa lain yang datang. Nada dengan enggan akhirnya berhenti sebelum para siswa menyadari.

Gema yang memang dari tadi terjaga, mendengar semua ocehan Nada. Bahkan dia menikmati setiap sentuhan yang Nada berikan di kepalanya. Itu ... Terasa nyaman. Dan Gema kesal karena Nada mengakhirinya. Eh? Entahlah, Gema merasa ada yang hilang saat jemari Nada diangkat dari kepalanya.

Gema mendengar decitan kursi, artinya Nada sudah pergi. Mata yang terpejam perlahan terbuka, mengerjap.

"Hm. Ini berat dan gue butuh Lo."

***

Nada bersenandung sepanjang jalan. Di depan sana ada Miss Jen yang seperti menatapnya. Nada gugup, dia ingin putar balik jika saja sopan santun tidak berlaku di dunia ini. Nada masih canggung karena ketahuan bolos waktu itu. Jadi saat bertemu Miss Jen, Nada sudah seperti bertemu malaikat maut cantik.

"Siang Miss."

"Ah, siang juga Nada."

"Saya, duluan Miss."

Miss Jen mengangguk.

Perasaan Nada saja ternyata. Miss Jen tidak memerhatikan Nada, Dia memerhatikan Rika yang berjalan di belakang Nada. Terbukti dari suara Miss Jen yang memanggil nama Rika setelah bertegur sapa dengannya.

***

Matahari siap meninggalkan langit. Awan-awan menepi untuk sekedar memperlihatkan mentari yang bergeser ke barat. Nada bergeming di parkiran, dia linglung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Aneh rasanya ketika Gema menawarkan pulang bersama. Bukan Nada baper atau bagaimana (meski dalam hati sedikit baper sih) masalahnya, ini adalah yang pertama kali. Biasanya Nada yang memaksa, tapi sekarang Gema melakukanya dengan suka rela. 

Gema NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang