GN-18

8 1 0
                                    

Bagaimana jika kita sudah punya tujuan, tapi hujan malah datang? Sudah merencanakan itu matang-matang, namun langit tidak segan menurunkan bebannya. Kesal, bukan? Itu yang Nada alami sekarang.

Sekolah sudah bubar, Nada dengan cepat melesat ke gerbang. Dia ingin menjenguk Gema ke rumahnya. Kebetulan Aris Sudi untuk sekedar memberi alamat di mana Gema tinggal. Nada ingin cepat sampai, namun sialnya hujan datang. Kelabu di atas berkerumun, saling mendekat seperti semut mengerubungi gula. Pekat, gelap, sepertinya angkasa benar-benar ingin menumpahkan air dengan segala niat.

Nada terpaksa berteduh di pos sisi gerbang. Di sana ada Pak satpam dengan secangkir kopi hitam yang tinggal ampasnya. Mau tidak mau Nada harus bersabar dan berdoa semoga hujan cepat reda. Atau tiba-tiba ada tumpangan yang mau mengantar Nada sampai tujuan. Ayolah Nada benar-benar berharap sekarang, meskipun sebenarnya berharap pada hal Fana adalah kesalahan besar.

Mobil hitam berhenti di depan pos. Nada memilih abai. Dia terus merapal sebisa mungkin agar doanya di dengar.

"Nada, kamu belum pulang?"

Nada mengerjap. Ada Miss Jen di dalam mobil hitam dengan kaca yang di buka. Dia bertanya pada Nada 'kan?

"Nada, Miss?" Nada menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, Kamu."

"Oh, hehe. Saya nunggu hujan reda, Miss."

"Mau Bareng sama saya?"

"Nggak Miss, nggak usah. Saya mau mampir ke rumah temen dulu."

"Tidak apa-apa, ayo. Ini hujannya pasti lama, sekolah juga udah mau sepi. Kamu emang berani?"

Nada melirik kanan dan kiri. Benar saja, sekolah sudah mulai lengang, hujan juga masih saja datang. Tapi, jika harus merepotkan gurunya, Nada enggan.

"Nggak apa-apa, Miss. Saya nggak mau merepotkan."

"Lho, saya yang menawarkan, Nada. Bukan kamu yang minta. Ayo, santai aja."

Nada tidak punya pilihan lain jika sudah begini. Miss Jen benar-benar baik dan pengertian, Nada jadi makin sayang. Haha.

Nada masuk ke mobil, duduk bersisian dengan Miss Jen. Miss Jen tersenyum, senang jika bisa membantu muridnya.

"Mau ke mana dulu, Nada?"

"Ke rumah Gema, Miss. Jalan permata."

"Searah dong sama saya. Rumah saya juga lewat sana. Jadi tidak usah merasa merepotkan."

"Iya, Miss. Terima kasih."

Miss Jen tertawa. Mobil kemudian melaju, membelah jalanan dengan deru kendaraan. Hujan kali ini sangat betah berlama-lama mengunjungi bumi, seperti ada hal yang harus dia temani. Sepanjang perjalanan, Nada diam begitupun dengan gurunya. Tidak ada yang mau mulai pembicaraan. Atau lebih tepatnya tidak tahu harus membahas apa. Awkard.

Nada mengalihkan pandangan ke luar jendela, melihat rintik-rintik yang berbaur dengan udara. Padahal ini belum terlalu sore, baru pukul 16.00. Tapi angkasa sudah menggelap, menyambut malam lebih cepat. Miss Jen sesekali melirik Nada.

Otak Nada sibuk menerka, sedang apa Gema Sekarang? Sedikit sesak jika membayangkan cowok itu kesakitan dalam kesendirian. Nada tidak tahu kenapa dia harus sekhawatir ini pada Gema. Nada merasa Gema membutuhkannya dalam hal apapun, dan dia harus siap untuk selalu ada. Padahal pekerjaan rumah menunggu untuk dikerjakan. Cucian menumpuk di setiap sudut. Apalah daya jika Gema lebih penting sekarang?

"Ini rumahnya?"

Nada menoleh untuk mendapati Miss Jen yang menatapnya. "Kayaknya iya deh, Miss. Kalau gitu saya duluan, ya. Terima Kasih tumpangannya."

Gema NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang